PERKEMBANGAN AGAMA DAN KEBUDAYAAN HINDU-BUDHA

Kamu pasti sudah tidak asing dengan candi Borobudur maupun candi Prambanan. Bangunan-bangunan bersejarah tersebut merupakan pengaruh kebudayaan Hindu- Buddha yang berkembang di Indonesia pada abad ke 5 hingga 15. Kedatangan agama Hindu-Buddha di Indonesia ini menimbulkan interaksi kontak budaya atau akulturasi dengan budaya Indonesia. Lalu, apakah kamu tahu apa saja interaksi  dan  akulturasi tersebut? Dan apa saja pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha di Indonesia? Kita simak yuk penjelasannya berikut ini.

1. Interaksi

Terjalinnya kontak atau interaksi antara Penganut agama Hindu dengan masyarakat Indonesia maka mengakibatkan adanya kontak budaya yang menghasilkan bentuk-bentuk kebudayaan baru. Tetapi, tidak melenyapkan kepribadian kebudayaan sendiri.  Sebagaiaman  diuraikan  Haryoso  akulturasi  adalah  fenomena  yang  timbul sebagai  hasil  jika  kelompok-kelompok  manusia  yang  mempunyai  kebudayaan  yang berbeda-beda bertemu dan mengadakan kontak secara langsung dan terus menerus, yang  kemudian  menimbulkan  perubahan  dalam  pola  kebudayaan  yang  original  dari salah  satu  kelompok  atau  kedua-duanya.  Oleh  karena  itulah  masuknya  kebudayaan

Hindu ke Indonesia tidak diterima seperti apa adanya tetapi diolah dan disesuaikan dengan budaya yang dimiliki penduduk Indonesia, sehingga budaya tersebut berpadu dengan  kebudayaa  asli  Indonesia  menjadi  bentuk  akulturasi  kebudayaan  Indonesia Hindu. Berikut adalah hasil interaksi sebagai wujud akulturasi budaya tersebut:

1. Bahasa

2. Religi / kepercayaan

3. Organisasi Sosial Kemasyarakatan

4. Sistem Pengetahuan.

5. Peralatan Hidup dan Teknologi.

6. Kesenian


2. Akulturasi

Akulturasi kebudayaan yaitu suatu proses percampuran antara unsur-unsur kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain, sehingga membentuk kebudayaan baru. Kebudayaan baru yang merupakan hasil percampuran itu masing-masing tidak kehilangan  kepribadian/ciri  khasnya.  Oleh  karena  itu,  untuk  dapat  berakulturasi, masing-masing  kebudayaan  harus  seimbang.  Begitu  juga  untuk  kebudayaan  Hindu-Buddha dari India dengan kebudayaan Indonesia asli. 

Contoh  hasil  akulturasi  antara  kebudayaan  Hindu-Buddha  dengan  kebudayaan Indonesia asli sebagai berikut:

1. Seni Bangunan


Bentuk-bentuk bangunan candi di Indonesia pada umumnya merupakan bentuk   akulturasi   antara   unsur-unsur   budaya   Hindu-Buddha   dengan   unsur budaya Indonesia asli. Bangunan yang megah, patung-patung perwujudan dewa atau Buddha, serta bagian bagian candi dan stupa adalah unsur-unsur dari India. Bentuk candi-candi di Indonesia pada hakikatnya adalah punden berundak yang merupakan unsur Indonesia asli. Candi Borobudur merupakan salah satu contoh dari bentuk akulturasi tersebut.


2. Seni Rupa dan Seni Ukir


Masuknya pengaruh India juga membawa perkembangan dalam bidang seni  rupa, s Relief binatang pada Candi Borobudur dilihat pada relief atau seni ukir yang dipahatkan pada bagian dinding-dinding candi. Misalnya, relief yang dipahatkan pada dinding dinding pagar langkan di Candi Borobudur yang  berupa pahatan riwayat Sang Buddha. Di sekitar Sang Buddha terdapat lingkungan alam Indonesia seperti rumah panggung dan burung merpati.Pada relief kala makara pada candi dibuat sangat indah. Hiasan relief kala makara, dasarnya adalah motif binatang dan  tumbuh-tumbuhan.  Hal  semacam  ini  sudah  dikenal  sejak  masa  sebelum Hindu. Binatang-binatang itu dipandang suci, maka sering diabadikan dengan cara di lukis. 


3. Seni Sastra dan Aksara


Pengaruh  India  membawa  perkembangan  seni  sastra  di  Indonesia.  Seni sastra  waktu  itu  ada  yang  berbentuk  prosa  dan  ada  yang  berbentuk  tembang (puisi).  Berdasarkan  isinya,  kesusasteraan  dapat  dikelompokkan  menjadi  tiga, yaitu    tutur    (pitutur    kitab    keagamaan),    kitab    hukum,    dan    wiracarita (kepahlawanan).

Bentuk  wiracarita  ternyata  sangat  terkenal di Indonesia, terutama kitab Ramayana dan Mahabarata. Kemudian timbul wiracarita hasil gubahan dari para pujangga Indonesia. Misalnya, Baratayuda  yang  digubah  oleh  Mpu  Sedah  dan Mpu Panuluh. Juga munculnya cerita-cerita Carangan. Berkembangnya karya sastra terutama yang bersumber dari Mahabarata dan Ramayana,

melahirkan seni pertunjukan wayang kulit (wayang purwa). Pertunjukan wayang kulit di Indonesia, khususnya di Jawa sudah begitu mendarah daging. Isi dan cerita pertunjukan   wayang   banyak   mengandung   nilai-nilai   yang   bersifat   edukatif (pendidikan). Cerita dalam pertunjukan wayang berasal dari asli dari Indonesia. Seni  pahat dan ragam  luas yang ada pada wayang disesuaikan dengan seni  di Indonesia. Di samping bentuk dan ragam hias wayang, muncul pula tokoh-tokoh pewayangan yang khas Indonesia. Misalnya tokohtokoh punakawan seperti Semar, Gareng, dan Petruk. Tokoh tokoh ini tidak ditemukan di India. Perkembangan seni sastra  yang  sangat  cepat  didukung  oleh  penggunaan  huruf  pallawa,  misalnya dalam karya-karya sastra Jawa Kuno. Pada prasasti-prasasti yang ditemukan terdapat unsur India dengan unsur budaya Indonesia. Misalnya, ada prasasti dengan huruf Nagari (India) dan huruf Bali Kuno (Indonesia).


4.Sistem Kepercayaan

Sejak masa praaksara, orang-orang di Kepulauan Indonesia sudah mengenal simbol-simbol   yang bermakna   filosofis.   Sebagai   contoh,   kalau   ada   orang meninggal, di dalam kuburnya disertakan benda-benda. Di antara benda-benda itu ada lukisan seorang naik perahu, ini memberikan makna bahwa orang yang sudah meninggal rohnya akan melanjutkan perjalanan ke tempat tujuan yang membahagiakan yaitu alam baka.

Masyarakat waktu itu sudah percaya adanya kehidupan sesudah mati, yakni sebagai roh halus.  Oleh karena itu, roh nenek moyang  dipuja oleh orang yang masih hidup (animisme). Setelah masuknya pengaruh India kepercayaan terhadap roh halus tidak punah. Misalnya dapat dilihat pada fungsi candi. Fungsi candi atau kuil di India adalah sebagai tempat pemujaan. Di Indonesia, di samping sebagai tempat pemujaan, candi juga sebagai makam raja atau untuk menyimpan abu jenazah raja yang telah meninggal. Itulah sebabnya peripih tempat penyimpanan abu jenazah raja didirikan patung raja dalam bentuk mirip dewa yang dipujanya. Ini jelas merupakan perpaduan antara fungsi candi di India dengan tradisi pemakaman dan pemujaan roh nenek moyang di Indonesia. Bentuk bangunan lingga dan yoni juga merupakan tempat pemujaan terutama bagi orang-orang Hindu penganut Syiwaisme. Lingga adalah lambang Dewa Syiwa. Secara filosofis lingga dan yoni adalah lambang kesuburan dan lambang kemakmuran. Lingga lambang laki-laki dan yoni lambang perempuan.


5. Sistem Pemerintahan

Setelah datangnya pengaruh India di Kepulauan Indonesia, dikenal adanya sistem  pemerintahan  secara  sederhana.  Pemerintahan  yang  dimaksud  adalah semacam  pemerintah  di  suatu  desa  atau  daerah  tertentu.  Rakyat  mengangkat seorang  pemimpin  atau  semacam  kepala  suku.   Orang   yang  dipilih  sebagai  pemimpin biasanya orang yang sudah tua (senior), arif, dapat membimbing, memiliki kelebihan-kelebihan tertentu termasuk dalam bidang ekonomi, berwibawa, serta memiliki semacam kekuatan gaib (kesaktian). Setelah pengaruh India masuk, maka pemimpin tadi diubah menjadi raja dan wilayahnya disebut kerajaan. Hal ini secara jelas terjadi di Kutai. Salah satu bukti akulturasi dalam bidang pemerintahan, misalnya seorang raja harus berwibawa dan dipandang memiliki kekuatan gaib seperti pada pemimpin masa sebelum Hindu-Buddha. Karena  raja  memiliki  kekuatan  gaib,  maka  oleh  rakyat  raja  dipandang  dekat dengan  dewa.  Raja  kemudian  disembah,  dan  kalau  sudah  meninggal,  rohnya dipuja-puja.


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama