KONFLIK KAMBOJA (SEJARAH PERANG KAMBOJA)

 




Tahun 1970 merupakan tahun yang perlu dicatat dalam sejarah Kamboja.Pada waktu itu terjadi pergantian kekuasaan dan sekaligus telah membawa perubahan bentuk negara dari kerajaan menjadi republik. Pangeran Norodom Sihanouk sebagai seorang raja yang berkuasa di Kamboja, pada waktu itu sedang berkunjung ke luar negeri (Paris) dalam rangka kunjungan kenegaraan, di istana terjadi pergeseran kekuasaan oleh kelompok militer dibawah pimpinan Letjen Lon Nol. Peristiwa penggeseran Sihanouk atas kelompok militer dibawah Lon Nol ternyata tidak mengecilkan pengaruh gerakan Komunis Khmer Merah, tetapi justru sebaliknya. Khmer Merah yang merasa tidak puas semakin meningkatkan gerakannya, apalagi rezim Lon Nol terang-terangan didukung oleh pihak Amerika Serikat. Oleh karena itu dengan bantuan Vietnam Utara, RRC, dAn Rusia, Khmer Merah semakin meningkatkan gerilyanya untuk menggulinkan rezim Lon Nol yang dituduh sebagai kaki tangan kaum imperealis. Menginjak tahun 1974, keadaan rezim Lon Nol sudah sangat mengkhawatirkan. Pelabuhan utama Kamboja Kompong Son terancam jatuh dan terus mendapat tekanan berat dari pihak Khmer Merah. Beban ini menjadi semakin berat mengingat semakin banyaknya invasi dari kaum komunis Vietnam Utara di Kamboja.

Pihak Khmer Merah yang nampaknya semakin memperoleh posisi strategis, terus mengembangkan perlawanannyadan rezim Lon Nol yang angkuh dan korup akhirnya tidak mampu mempertahankan kekuasaannya dari keganasan kaum pemberontak. Pada 17 april 1975 rezim Lon Nol terpaksa angkat kaki mundur dari Kambojadan muncullah kekuasaan baru dibawah kaum komunis Khmer Merah pimpinan Kieu Samphan. Beberapa waktu kemudian komunis Khmer Merah ini memunculkan DemocraticKampuchea (DK)yang dipimpin oleh Pol Pot sebagai perdana menteri Kamboja. Pergantian kekuasaan di Kamboja dari rezim Lon Nol yang nasionalis ke rezim Khmer Merah yang komunis ternyata belum memenuhi ambisi komunis Vietnam. Bahkan pada perkembangan berikutnya kedua negara itu sangat konfrontatif. Khmer Merah yang dalam perjuangannya melawan rezim Lon Nol mendapat bantuan Vietnam Utara ternyata setelah berhasil tidak mengikuti jejak komunis Vietnam sebagaimana yang diharapkan semula. Apalagi setelah kamboja dipimpin oleh Pol Pot dukungan RRC. Kamboja tidak bersedia sama sekali untuk kompromi, apalagi dibawah dominasi Vietnam. Kemudian berbicara rezim baru di Kamboja. Tidak dapat dipisahkan dari pola kepemimpinan dan policy yang dilaksanakan pihak Khmer Merah. Rezim Khmer Merah dibawah Pol Pot dikenal sebagai rezim yang kaku, keras, brutal dan banyak memusuhi rakyat sendiri. Dalam kenyataannya pemerintahan Pol Pot telah banyak melakukan tindakan-tindakan yang melanggar hak-hak asasi rakyat Kamboja. Bahkan tidak segan-segan rezim Pol Pot ini melakukanpembunuhan secara besar-besaran. Hampir satu juta rakyat tanpa dosa terbunuh. Entah mereka itu meninggal karena menolak kekuasaan komunis, korban revolusi maupun mati karena kelapan dan tekanan-tekanan di kamp-kamp konsentrasi di daerah-daerah pedesaan. Rezim Pol Pot memang melebihi drakula, demikian komentar bekas kepala negara Norodom Sihanouk.


Konstalasi keadaan tersebut jelas akan mengundang rasa tidak puas dikalangan masyarakat. Timbul gerakan untuk menentang sikap dan tindakan pemerinatah yang terlalu kejam. Sebagai reaksi dari rasa tidak puas itu, maka tanggal 3 desember 1978 terbentuklah suatu gerakan pembebasan yaitu “Front Persatuan Penyelamatan Rakyat Kamboja”. Yang selanjutnya dinamakan KNUFNS. Gerakan ini dipimpin oleh Heng Samrin dan didukung oleh Vietnam. Hal ini ternyata semakin mempertajam konflik perbatasan antara Vietnamdan Kamboja yang sudah berlangsung hampir tiga tahun setelah kedua negara itu berhasil menumbangkan kekuasaan nasionalis didukung Amerika Serikat.

Dengan dukungan tentara Vietnam yang diganjal logistik Uni Soviet, maka pada 7 januari 1979 gerakan KNUFNSberhasil merebut Phnom Penh dan sekaligus menggulingkan Pol Pot. Setelah jatuhnya Pol Pot maka kamboja dikendalikan tentara Vietnam dengan membentukPeople’sRepublic of Kampuchea (PRK), dipimpin oleh Heng Samrin sebagai Presiden dan Hun Sen sebagai Perdana Menteri. Kemenangan KNUFNS ini merupakan sukses besar bagi komunis Vietnam dalam rangka menanamkan pengaruh dan membentuk kekuatan baru di Indocina. Berdirinya PRK untuk memimpin Kamboja mendapat sokongan dari Uni Soviet serta tetangga Indochina-nya, Laos. Namun demikian, kesuksesan PRK untuk menjadi pemimpin Kamboja gagal untuk mendapatkan dukungan dari dunia internasional, khususnya PBB. Hal ini disebabkan oleh reaksi dunia internasional yang cenderung negatif terhadap intervensi militer yang dilakukan oleh Vietnam. PBB dan mayoritas negara-negara lainnya menolak untuk mengakui rezim Heng Samrin sebagai pemerintahan yang sah di Kamboja. Selain dari negara-negara yang sejalan dengan Uni Soviet, secara praktis tidak ada negara yang memberikan dukunganatas tindakan Vietnam. Negara-negara ASEAN, China, Jepang dan khususnya Amerika Serikat mengutuk pendudukan Vietnam atas Kamboja. Namun demikian, suatu titik terang bagi Kamboja adalah bahwa negara-negara ini masih tetap mengakui pemerintahan DK sebagai pemerintahan yang sah mewakili Kamboja di forum internasional. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa secara bulat komunitas dunia menghendaki agar pasukan atau kekuatan asing dapat segera keluar dari Kamboja.

 

2.                Upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan konflik Kamboja

            Konperensi Internasional

Dengan sponsor PBB, pada tanggal 13-17 juli 1981 di New York telah dilaksanakan konperesi internasioanal mengenai Kamboja. Diketuai oleh Menlu Austria Willibald Pahr, dengan dihadiri 92 negara. Maksud konperesi internasioanal untuk mengusahakan suatu penyelesaian  politik secara menyeluruh bagi konflik Kamboja. Dalam konperesi tersebut ASEAN mengajukan rancangan penyelesaian secara politis, yang terdiri dari beberapa pasal yang pentinga antara lain:

1.     Menyerukan penarikan pasukan vietnam dari Kamboja

2.    Diselenggarakan pemilihan yang bebas dengan pengawasan PBB

3.    Dijaminnya kemerdekaan, kedaulatan dan integrasi nasional serta non blok kamboja oleh negara-negara lain.

4.    Pelucutan senjata nagi semua pihak yang bersangkutan

5.    Dibentuk semacam badan yang akan meneruskan lebih lanjut hasil-hasil konperesi tersebut.

 

Terbentuknya koalisi longgar

Lahirnya “koalisi longgar” berarti lahirnya suatu kelompok baru dalam usaha menyelesaikan masalah Kamboja. Dengan demikian akan memberikan ilustrasi bagaimana ramifikasi konstalasi politik kawasan Asia Tenggara. Sebab bagaimanapun juga mereka akan memiliki konsepsi dan aspirasi yang berbeda. Dilihat dari kasus tersebut maka koalisi longgar bukan satu cara yang tepat untuk menyelesaikan masalah kamboja. Tetapi dari koalisi longgar inilah untuk menyingkirkan Vietnam dari kamboja telah endpat dukungan internasional dari AS, China, ASEAN,Vietnam Selatan dan sekutu Vietnam yaitu Uni Soviet

 

(Jakarta Informal Meeting)

Peran Indonesia dilakukan melalui JIM I JIM II (Jakarta Informal Meeting) JIM I diselenggarakan di Bogor 1 Juli 1988. Pesertanya adalah pihak-pihak yang bertikai di Kamboja. Agenda yang dibahas antara lain :

Ø  Membahas keterlibatan negara-negara besar

Ø  Mencegah kembalinya rezim Pot Pot

Ø  Perlunya mengedepankan kepentingan bersama dan menjauhi kepentingan kelompok

  JIM II dilaksanakan 19 - 21 Februari 1989 di Jakarta. Hasilnya antara lain menegaskan fungsi ICM (International Control Mecanism) dan menyerukan penarikan  tentara Vietnam dari Kamboja. Fungsi ICM yaitu :

Ø  Memantau penarikan tentara Kamboja

Ø  Mengawasi penarikan tentara Kamboja

Ø  Memeriksa penarikan tentara Kamboja

Ø  Mencegah munculnya permusuhan bersenjata

Ø  Mengawasi jalannya Pemilu

 

Paris International Conference (PIC)

Paris International Conference di Paris, 30 Juli-30 Agustus 1989. Dihadiri 19 negara yangtermasuk P-5 (DK PBB), negara-negara ASEAN, dan empat faksi yang bertikai di Kamboja. Dengan hasil Pembentukan tim pencari fakta guna pembentukan ICM (International Control Mechanism) yang bertugas untuk pemantauan penarikan mundur pasukan Vietnam dan pelaksanaan gencatan senjata.

Paris International Conference on Cambodia

Paris International Conference on Cambodia pada23 Oktober 1991. Kesepakatan Paris telah muncul sebagai suatu kerangka kerja yang sah bagi penyelesaian konflik Kamboja sekaligus menjadi pertanda berakhirnya konflik berkepanjangan di Kamboja. Kesepakatan Paris yang merupakan hasil akhir dari rangkaian proses perdamaian Kamboja selanjutnya menandai suatu awal baru bagi kehidupan Kamboja selanjutnya. Kesepakatan Paris tersebut mencakup hal-hal sebagai berikut:

1.      Final act konferensi Paris mengenai Kamboja.

2.    Persetujuan tentang penyelesaian masalah politik secara menyeluruh konflik Kamboja berikut lampiran-lampirannya berupa mandat UNTAC, masalah militer, pemilihan umum, repatriasi para pengungsi Kamboja, dan prinsip-prinsip konstitusi baru Kamboja.

3.    Kesepakatan tentang kedaulatan, kemerdekaan, integrasi wilayah, netralitas, dan keutuhan nasional Kamboja.

4.    Deklarasi mengenai rehabilitasi dan pembangunan Kamboja.


Dampak yang terjadi terhadap rakyat kamboja dan negara yang terlibat

Dampak Sosial

Perang tak pernah meninggalkan dampak yang sederhana, terutama bagi kehidupan sosial masyarakat di daerah konflik. Pasti akan ada perubahan karena banyaknya korban akibat perang. Hal tersebut akan sangat berpengaruh pada stabilitas kondisi masyarakat, menyebabkan mobilitas penduduk ke daerah yang dianggap aman dan bahkan masalah seperti krisis pasti akan terjadi. Dalam perang tersebut Vietnam kehilangan tentara lebih banyak dari pada saat perang melawan Amerika Serikat. Vietnam juga kehilangan banyak dana untuk membiayai perang ini, sehingga menyebabkan bencana kelaparan di Vietnam. Dari pihak Kamboja, banyak penduduknya yang mengungsi ke perbatasan Kamboja-Thailand. Tentara dan penduduk Kamboja pun banyak terbunuh akibat perang tersebut.

Sedangkan dampak bagi masyarakat ASEAN sendiri, mereka lebih banyak tergerak untuk memberikan bantuan. Banyak negara-negara di ASEAN yang berinisiatif untuk membantu menyelesaikan konflik. Berbagai bantuan juga telah diusahakan oleh ASEAN seperti bantuan diplomasi untuk menghentikan konflik, bantuan logistik dan bahan makanan untuk membantu para korban perang.

 Dampak Politik

Salah satu dampak yang paling nampak adalah jatuhnya rezim Pol Pot yang dianggap sebagai diktator yang berkuasa di Kamboja. Kemudian Vietnam berusaha menanamkan komunismenya di Kamboja. Dalam konflik tersebut juga diwarnai peta kerjasama antara Vietnam yang pro dengan Uni Sovyet, dan Kamboja yang dekat dengan RRC, padahal waktu itu Vietnam sedang memusuhi RRC. Terjadilah elaborasi pemicu perang.

Dampak Diplomatik

Kemenangan Vietnam atas Amerika Serikat menimbulkan ketakutan bagi ASEAN akan tersebarnya komunisme di Asia Tenggara. Pada saat itu ASEAN bebas dari pengaruh komunisme dan takut Vietnam akan menanamkan pengaruh komunisnya di Asia Tenggara. Pada saat Vietnam menginvasi Kamboja, hingga berakhirnya perang tersebut ASEAN memposisikan dirinya sebagai organisasi regional yang bersifat netral. Tidak ada konfrontasi yang dilakukan ASEAN. Berbagai usaha juga telah dilakukan ASEAN, salah satunya dengan mengirim pasukan keamanan ke Vietnam dan Kamboja.

Karena kedekatan kawasan regional dan semakin solidnya ASEAN dalam membantu menyelesaikan masalah-masalah negara-negara di kawasan Asia Tenggara, maka banyak negara yang berada di kawasan Asia Tenggara masuk ke dalam keanggotaan ASEAN. Hal tersebut juga menunjukkan kepercayaan negara-negara di kawasan Asia Tenggara kepada ASEAN sebagai organisasi yang bisa membawa mereka pada kondisi yang lebih baik.

 Dampak Ekonomi

Dari segi ekonomi, Vietnam lah yang paling mengalami keterpurukan. Sebelumnya Vietnam tidak pernah menaksir berapa saja dana yang akan dikeluarkan untuk membiayai perang, sehingga Vietnam terus melakukan peminjaman ke negara seperti Uni Sovyet, padahal pinjaman tersebut memiliki bunga yang cukup besar karena kebijakan baru Gorbachev. Sehingga Vietnam kesulitan dalam mengembalikan pinjaman tersebut. Ditambah lagi kondisi Vietnam yang sedang krisis, akhirnya terjadilah bencana kelaparan di Vietnam. Di Kamboja juga terjadi krisis ekonomi, namun tidak seburuk yang ada di Vietnam. Sedangkan perang ini tidak begitu berdampak bagi perekonomian negara-negara ASEAN.

Dari masalah-masalah yang ada di kawasan Asia Tenggara, maka muncullah nama ASEAN yang selalu berperan dalam penyelesaian setiap permasalahan. Konflik antara Vietnam dan Kamboja ini diselesaikan berkat campur tangan negara-negara anggota ASEAN. Dengan kesadaran bahwa negara-negara di kawasan Asia Tenggara masih banyak yang rentan terhadap ‘gejolak’,  maka diliriklah ASEAN sebagai organisasi yang dapat memberi proteksi terhadap negara-negara anggotanya. Keterpurukan akibat konflik Vietnam dan Kamboja ini membuat mereka sadar untuk mengikuti suatu organisasi regional untuk bekerja sama dalam menciptakan perdamaian

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama