1. Reaksi Bangsa Indonesia Terhadap Masuknya Budaya Dari India
Masuknya budaya dari India baik yang bercorak Hindu maupun Budha tidak terlepas dari terjadi perubahan jalur lalu lintas pelayaran dagang antara India dengan Cina. Pada awalnya para pedagang baik dari India ke Cina maupun sebaliknya menggunakan jalan darat atau yang dikenal dengan jalan sutera (The Silk Road). Namun, pada sekitar abad ke satu mereka mengalihkan rute perjalanan menjadi melalu jalur laut. Beberapa faktor yang mengakibatkan para pedagang memindahkan jalur perdagangnya adalah
- Faktor keamanan, yang tidak menjamin keselamatan para pedagang dari perampok-perampok yang menghadang mereka ditengah perjalanan,
- faktor waktu tempuh yang lama akibat kontur jalan darat yang mendorong mereka untuk menuruni lembah, mendaki bukit dan memasuki hutan, dan
- Faktor biaya akibat mereka harus menempuh perjalanan yang lama mengakibatkan biaya yang harus mereka keluarkan juga lebih besar.
Dengan menggunakan jalan laut maka, jalan terdekat bagi pedagang India yang akan ke Cina maupun sebaliknya adalah dengan melewati perairan Indonesia yaitu dengan menyusuri tepian pantai teluk Benggala, melewati Kepulauan Andaman kemudian masuk perairan selat Malaka, sampailah mereka di Indonesia untuk selanjutnya melanjutkan perjalanan keluar dari Selat Malaka dan masuk ke Laut Cina Selatan maka sampailah mereka di Cina, demikian pula sebaliknya.
Sehingga hal tersebut menunjukan bahwa besar kemungkinan budaya dari India baik yang bercorak Hindu maupun Budha itu sudah ada di Indonesia sejak awal abad 1 Masehi, hal ini dibuktikan dengan ditemukannya Patung Budha di Bukit Siguntang, di Sempaga maupun di di Jember. Penemuan patung Budha tersebut tentu mengandung arti:
❖ Pernah ada sekelompok orang pada abad 2 yang membawa arca Budha ke Indonesia
❖ Sekelompok orang tersebut telah berbudaya Budha
❖ Pada saat itu budaya Budha telah masuk ke Indonesia, namun belum berkembang.
Tidak dapat dipungkiri bahwa pengaruh kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia membawa perubahan signifikan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat. Namun, perlu kalian ketahui bahwa tidak semua unsur budaya dari India yang masuk ke Indonesia itu diterima begitu saja oleh bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia menyeleksinya terlebih dahulu disesuaikan dengan adat istiadat dan kepandaian yang sudah dimiliki.
Masuknya para pedagang India tersebut tentu dengan membawa seluruh akal budaya dan kepandaian mereka. Hal tersebut membuat terjadilah proses interaksi mereka dengan masyarakat di Nusantara. Interaksi yang terjadi bersifat akulturasi yaitu bertemunya dua unsur kebudayaan yang dapat hidup saling berdampingan serta saling mengisi tanpa menghilangkan unsur unsur asli dari kedua kebudayaan tersebut.
Terjadinya akulturasi antara kebudayaan Indonesia dengan kebudayaan India adalah karena kebudayaan Hindu – Budha yang masuk ke Indonesia tidak diterima begitu saja oleh bangsa Indonesia. Hal ini disebabkan:
- Masyarakat Indonesia telah memiliki dasar dasar kebudayaan yang cukup tinggi, sehingga masuknya kebudayaan asing menambah perbendaharaan kebudayaan Indonesia.
- Masyarakat Indonesia memiliki kecakapan istimewa yang disebut local genius, yaitu kecakapan suatu bangsa untuk menerima unsur unsur tersebut sesuai kepribadiannya.
Pembicaraan mengenai pengaruh budaya Hindu Budha di Indonesia perlu bagi kita untuk membedakan antara Proses Masuk dengan Proses Perkembangannya. Hal ini disebabkan untuk bisa berkembangnya sebuah kebudayaan baru tentu membutuhkan waktu yang panjang, tidak cukup setahun atau dua tahun saja, akan tetapi dapat memakan waktu beberapa abad. Tahukah kalian mengapa demikia?. Karena untuk mengganti sebuah kebudayaan yang sudah berurat akar seperti halnya kebudayaan nenek moyang dalam kehidupan masyarakat Nusantara tentu tidaklah mudah. Dibutuhkan proses mulai dari masuknya budaya tersebut, proses pengenalan (sosialisasi), baru sampai pada proses budaya baru tersebut diterima, itupun tidak langsung berkembang sehingga berwujud terbentuknya sebuah kerajaan. Adanya petunjuk di sebuah wilayah terdapat sebuah kerajaan dengan corak budaya tertentu dapat menjadi indikasi bahwa budaya tersebut sudah berkembang.
2. Wujud Akulturasi Budaya India Dengan Budaya Indonesia
Akulturasi kebudayaan adalah suatu proses percampuran antara unsur-unsur kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain, sehingga membentuk kebudayaan baru. Kebudayaan baru yang merupakan hasil percampuran itu masing-masing tidak kehilangan kepribadian atau ciri khasnya. Oleh karena itu, untuk dapat berakulturasi, masing-masing kebudayaan harus seimbang. Begitu juga untuk kebudayaan Hindu- Buddha dari India dengan kebudayaan Indonesia asli.
Contoh hasil akulturasi antara kebudayaan Hindu-Budha dengan kebudayaan asli Indonesia sebagai berikut:
a. Seni Bangun
Wujud akulturasi : Candi
Masuknya budaya dari India dalam seni bangun tidak diterima begitu saja oleh bangsa Indonesia disebabkan sebelum masuknya budaya dari India tersebut dalam bidang seni bangun bangsa Indonesia sudah menguasai tekhnik seni bangun yang cukup tinggi, terutama pada jaman Megalithikum, hal itu dapat dilihat dari adanya perbedaan bentuk seni bangun candi di Indonesia dengan candi di India, perbedaan tersebut meliputi:
- Bentuk candi di India dan negara negara lain pada umumnya hanya berupa stupa saja, sedangkan pada candi di Indonesia, terdapat tangga tangga untuk sampai ke puncak candi yang merupakan unsur budaya Indonesia berupa punden berundak dari masa Megalithikum. Jadi bentuk candi di Indonesia merupakan perpaduan antara stupa dari India dengan punden berundakundak dari Indonesia di masa Megalithikum
- Fungsi Candi di India adalah sebagai tempat ibadah , sedangkan Indonesia selain sebagai tempat beribadah juga sebagai tempat menyimpan abu jenazah Raja yang dipengaruhi oleh Konsep Dewa Raja
Perbandingan bentuk candi di India dengan di Indonesia
b. Seni Rupa/lukis
Masuknya pengaruh India juga membawa perkembangan dalam bidang seni rupa, seni pahat dan seni ukir. Hal ini dapat dilihat pada relief atau seni ukir yang dipahatkan pada bagian dinding candi. Misalnya, relief yang dipahatkan pada dinding pagar langkan di candi Borobudur yang berupa pahatan riwayat sang Budha. Di sekitar sang Budha terdapat lingkungan alam Indonesia seperti rumah panggung dan burung merpati.
c. Seni Pertunjukan
Wujud akulturasi : Pertunjukan Wayang
Siapa diatara kalian yang pernah menonton seni pertunjukan wayang, menarik bukan?
Tahukah kalian bahwa wayang adalah seni pertunjukan asli Indonesia sebelum masuknya budaya dari India?
Wayang adalah salah satu unsur budaya asli Indonesia, sebelum datangnya budaya India ceritanya adalah cerita asli Indonesia dengan tokoh tokoh pewayangan yang sudah sangat dikenal masyarakat seperti Semar, Petruk, Gareng dan lain lain, Tokoh tokoh tersebut adalah hasil kreasi dari local genius masyarakat Indonesia dan dibuat untuk menambah rasa lokal dalam cerita pewayangan. Terutama di dalam pewayangan Jawa banyak sekali lakon yang sudah cukup akrab di telinga masyarakat Jawa. Sedangkan setelah masuknya budaya dari India ceritanya mengambil cerita India seperti Ramayana dan Mahabrata dengan tokoh Rama, Shinta, Gatotkaca, Bima, Basudewa dan lain lain.
Banyak yang beranggapan bahwa cerita kepahlawanan (epos) Ramayana dan Mahabrata berasal asli dari tanah pulau Jawa, namun kedua epos tersebut sejatinya asli merupakan unsur budaya India. Selain itu, gamelan yang mengiringi musik dalam sebuah pertunjukan wayang menggunakan peralatan asli unsur budaya Indonesia dari jaman logam
d. Sistem Pemerintahan
Wujud akulturasi : Sistem pemerintahan berbentuk kerajaan
Sebelum datangnya budaya India, sistem pemerintahan di Indonesia adalah pemerintahan dalam lingkup suku yang dikepalai oleh seorang kepala suku. Kehidupan manusia pada masa bercocok tanam mengalami peningkatan yang cukup pesat. Masyarakat telah memiliki tempat tinggal yang tetap.
Dalam perkembangannya, pola hidup menetap telah membuat hubungan social masyarakat terjalin dan terorganisasi dengan lebih baik. Dalam perkumpulan masyarakat yang walaupun masih sangat sederhana ini dibutuhkan keberadaan keberadaan seorang pemimpin yang mengatur kehidupan Bersama yang telah tersusun, pemipin tersebut adalah seorang kepala Suku. Pemilihan kepala suku dilakukan dengan menggunakan sistem primus inter pares yang utama diantara yang lain, syarat-syarat untuk menjadi kepala suku di antaranya harus memiliki kesaktian, kewibawaan, dan memiliki jiwa keperwiraan.
Setelah datangnya budaya dari India kepala suku tersebut menjadi Raja dan terbentuklah sistem pemerintahan kerajaan, akibatnya sistem pemerintahan kerajaan di Indonesia menjadi tidak persis sama dengan sitem pemerintahan kerajaan di India. Jika di India raja hanya dianggap sebagai seseorang yang memilki kekuasaan dan kekuatan, maka raja raja di Indonesia selain dianggap sebegai seseorang yang memilki kekuasaan dan kekuatan, lebih dari itu raja di Indonesia juga dianggap memiliki kesaktian bahkan disamakan kedudukannya seperti dewa . Pandangan tersebut mendorong munculnuya konsep Dewa Raja, yaitu raja raja di Indonesia disamakan kedudukannya seperti Dewa.
e. Sistem Kepercayaan
Wujud akulturasi : Kepercayaan Hindu - Budha
Sebelum datangnya budaya dari India, dalam hal kepercayaan bangsa Indonesia sudah memiliki kepercayaan Animisme yaitu kepercayaan kepada arwah nenek moyang yang dianggap tetap hidup dan memiliki kekuatan gaib. Selain itu nenek moyang bangsa Indonesia juga memilki kepercayaan Dinamisme yaitu kepercayaan kepada benda benda yang dianggap memeilki kekuatan gaib. Setelah masuk budaya dari India, terjadilah percampuran yang berwujud
- Kepercayaan Hindu – Budha yang masuk ke Indonesia tidak persis sama seperti yang berkembang di India, melainkan kepettrcayaan tersebut berpadu dengan kepercayaan yang sudah berkembang sebelumnya di Indonesia salah satunya Animisme, seperti pada wujud candi Borobudur , yaitu dengan meletakan stupa di puncak punden berundak undak yang dianggap sebagai tempat suci dalam sistem kepercayaan animism.
- Di India, Raja adalah Raja yang memimpin dalam sebuah pemerintahan, namun raja raja di Indonesia Raja bukan hanya sekedar pemeimpin dalam sebuah pemerintahan, melainkan raja raja di Indonesia juga dipandang seperti Dewa.
Dewaraja adalah konsep Hindu-Buddha yang memuja dan menganggap raja memiliki sifat kedewaan, bentuk pemujaan ini berkembang di Asia Tenggara. Konsep ini terkait dengan sistem monarki yang menganggap raja memiliki sifat illahiah, sebagai dewa yang hidup di atas bumi, sebagai titisan dewa tertinggi, biasanya dikaitkan dengan Siwa atau Wishnu.
Secara politik, gagasan ini dilihat sebagai suatu upaya pengesahan atau justifikasi kekuasaan raja dengan memanfaatkan sistem keagamaan. Konsep ini mencapai bentuk dan wujudnya yang paling canggih di Jawa dan Kamboja, dimana monumen-monumen agung seperti Prambanan dan Angkor Wat dibangun untuk memuliakan raja di atas bumi.
Dalam bahasa Sanskerta istilah Dewa-Raja dapat bermakna "raja para dewa" atau "raja yang juga (titisan) dewa". Dalam masyarakat Hindu, jabatan dewa tertinggi biasanya disandang oleh
Siwa, terkadang Wisnu, atau sebelumnya Indra. Kerajaan langit tempat para dewa bersemayam di swargaloka merupakan bayangan kerajaan fana di atas bumi, konsep ini memandang raja sebagai dewa yang hidup di muka bumi.
Silahkan kalian simak terjemahan isi Prasasti Ciaruteun berikut ini:
“Inilah tanda sepasang kaki seperti kaki Dewa Wisnu (pemelihara) ialah telapak yang mulia sang Purnawarman, raja di negeri Taruma, raja yang gagah berani di dunia “.
Apa yang tergambar dalam prasasti dari Kerajaan Tarumanegara itu bukan satu-satunya yang menggambarkan penyebutan raja seperti dewa. Pada masa kuno, umum terjadi jika seorang pemimpin, yaitu raja, dipuja bagai penjelmaan dewa.. Seperti yang terdapat pada sebuah Arca yang menggambarkan Raja Airlangga sedang menunggangi Garuda yang dianggap sebagai titisan Dewa Wisnu.
f. Sistem Penanggalan
Wujud akulturasi : Penggunaan Tahun Saka
Penggunaan Kalender saka di Indonesia dimodifikasi dengan unsur unsur penaggalan lokal terutama di Jawa dan Bali,seperti penggunaan Candra Sangkala atau kronogram dalam memperingati sebuah Peristiwa. Candra Sangkala adalah tanda atau penulisan tahun dalam bentuk sandi (perlambang) biasanya diwujudkan dalam bentuk untaian kalimat agar mudah diingat.
Berbagai peristiwa yang diberi sengkalan bermacam macam, diantaranya : berdirinya sebuah kerajaan, runtuhnya kerajaan, meninggalnya raja dari suatu kerajaan, tahun pembuatan karya sastra dll.
Contoh :
Tahun runtuhnya kerajaan Majapahit :Sirna Ilang Kertaning Bumi
Sirna : 0 Ilang : 0 Kerta : 4 Bumi : 1
Jadi angkanya: 0041, membacanya dari belakang menjadi 1400 + 78 (tahun saka dimulai tahun 78 M) = 1478
g. Sistem Huruf
Wujud : Huruf Pallawa
Berbeda dengan unsur budaya lain dimana sebelum masuknya budaya dari India unsur budaya tersebut sudah dimiliki atau sudah dikuasai oleh bangsa Indonesia, sehingga proses interaksi yang terjadi adalah interaksi yang bersifat akulturasi. Maka tidak demikian yang terjadi dalam kebudayaan menulis atau sistem huruf.
Sebelum masuknya budaya dari India bangsa Indonesia belum mengenal tulisan sehingga dikatakan masih berada pada jaman pra akasara, masuknya budaya India membawa kepandaian menulis sehingga membawa bangsa Indonesia masuk ke dalam jaman Sejarah. Maka dalam unsur budaya menulis tidak terjadi proses akulturasi, melainkan proeses interaksi yang terjadi antara Indonesia dengan India dalam hal sistem huuruf adalah interaksi yang bersifat adopsi, karena bangsa Indonesia sebelumnya memang belum mengenal tulisan (sistem huruf). Sistem huruf yang diadopsi ini kemudian dikembangkan oleh bangsa Indonesia hingga melahirkan huruf jawa kuno, huruf Melayu Kuno.
Posting Komentar