Perlawanan Bangsa Indonesia Terhadap Penjajahan VOC

Sepertinya dari awal pertemuan dalam modul ini menguraikan tentang peperangan melulu. Apakah itu berarti bangsa kita gemar berperang? Ayoo siapa yang bisa menjawab? Tentulah tidak jawabnya, para pendahulu kita berperang karena memerangi keserakahan bangsa barat yang ingin menguasai bumi kita tercinta Indonesia dengan melakukan monopoli perdagangan sebagai langkah awal dalam mencengkeramkan kekuasaannya.

Monopoli perdagangan, kerja paksa, penarikan pajak, sewa tanah, dan tanam paksa menimbulkan banyak kerugian dan membuat sengsara rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia tidak tahan lagi. Rakyat Indonesia melakukan perlawanan memperjuangkan martabat dan kemerdekaannya. Dari seluruh penjuru tanah air timbul perlawanan terhadap VOC.

Namun tahukah kalian apa latar belakang kedatangan Belanda melalui kongsi dagangnya ke Indonesia, mengikuti jejak penduhulu pendahulunya yaitu Portugis dan spanyol , yang sudah kita bahas bagaimana sepak terjang mereka di Indonesia. Untuk mengetahuinya, mari kita simak penjelasan berikutnya.

1.   Latar belakang kedatangan Belanda ke Indonesia

Dikutip dari A History of Modern Indonesia since c. 1200 (2008) karya MC Ricklefs, di abad ke-16, wilayah-wilayah di Belanda berada di bawah kekuasaan Kerajaan Spanyol. Sejak sebelum abad 16 Belanda adalah pedagang perantara atau pengecer rempah rempah   yang membeli komoditi dagang yang mereka butuhkan dari pelabuhan Lisabon milik Portugis yang berteman baik dengan Spanyol. Namun Revolusi kemerdekaan Belanda dari Spanyol sejak tahun 1560-an, mendorong Belanda mempunyai jalur perdagangan sendiri. Sebagai akibat perangnya dengan Spanyol yang sering juga disebut Perang 40 tahun membuat Belanda tidak lagi bisa membeli rempah rempah dari Portugis yang merupakan sekutu Spanyol.

Mengikuti jejak yang sudah dilalui oleh Portugis selama bertahun tahun yaitu melalui jalan Timur,  Belanda memulai penjelajahan samuderanya pada Tahun 1596 di bawah pimpinan Cornelis de Houtman, para pedagang bangsa Belanda masuk ke Indonesia melalui Pelabuhan Banten . Tahun 1598 sebanyak 22 buah kapal milik perorangan dan perserikatan dagang  berlayar dan pulang  kembali  ke negerinya dengan muatan penuh rempah rempah.

Dengan keuntungan yang berlimpah dari hasil perdagangannya , mulailah timbul sifat serakah mereka untuk menguasai negeri yang kaya akan hasil bumi yang mereka butuhkan,   sejak itu dimulailah penjajahan Belanda di Indonesia ditandai melalui pembentukan Kongsi Dagang VOC yang bertujuan Menghilangkan persaingan diantara sesama pedagang Belanda di Indonesia agar bisa bersaing dengan pedagang Eropa lain yang ada di Indonesia sehingga bisa menguasai perdagangan di Indonesia dengan menerapkan prinsip prinsip monopoli perdagangan. Namun pada tahun 1799 VOC dibubarkan karena banyak pegawainya yang korupsi. Agar pemahaman kalian mengenai bagaimana perjuangan para pahlawan bangsa untuk melawan dominasi asing agar mampu keluar dari belenggu keangkaramurkaan ayo segera kita simak materi berikutnya

Penjajahan Belanda di Indonesia melalui masa yang sangat panjang yaitu sekitar 350 tahun. Selama itu penjajahan Belanda maka selama itu pula bangsa Indonesia berjuang untuk mengusir penjajahan Belanda di Indonesia, maka untuk memudahkan pemahaman kalian mengenai perjuangan Belanda dalam kurun waktu yang panjang itu, perjuangan bangsa Indonesia dalam menghadapi Belanda akan kita bagi jadi 2 periode yaitu :

  • Periode sebelum abad 19 , menghadapi VOC yang dibubarkan pada akhir abad 18 ( tahun 1799 )
  • Periode setelah abad 19, menghadapi pemerintah Hindia Belanda

2.   Bentuk Perlawanan Bangsa Indonesia menghadapi VOC

Perjuangan bangsa Indonesia pada periode ini meliputi masa sejak dibentuknya VOC tahun 1602 sampai dibubarkannya VOC pada tahun1799

a.  Perlawanan Sultan Nuku sang Ahli Strategi Perang

Kalian tahu kan apa arti pepatah  keluar mulut buaya masuk mulut harimau, begitulah kira-kira jika kita mengibaratkan kepualan Maluku, keluar dari cengkeraman keserahakan Portugis namun harus berjuang mati-matian untuk melawan keserakahan VOC demi mempertahankan tanah kelahiran juga harga diri.

Masih ingat kan apa yang dimaksud dengan pelayaran hongi dan hak Ekstirpasi serta bagaimana pelaksanaannya? Nah anak-anak Pelayaran Hongi serta hak Ekstirpasi yang diterapkan oleh VOC pada perdagangan rempah-rempah di Maluku sangat merugikan rakyat, ditambah dengan sikap semena-mena VOC semakin membuat rakyat maluku muak dengan VOC, oleh karena itu banyak sekali terjadi perlawanan-perlawanan kecil yang dilakukan oleh rakyat maluku, namun perlawanan-perlawanan tersebut dapat dengan mudah dipatahkan oleh VOC karena persenjataan yang dimiliki oleh VOC jauh lebih lengkap.

Pada tahun 1680, VOC memaksa Tidore untuk menandatangani traktat tahun 1780 yang  berisi  penurunan  status  kerajaan  Tidore  dari  dari  daerah  sekutu  menjadi daerah vasal, dan dengan hak octroi yang dipegang VOC, menjadikan VOC semakin sombong, VOC turut serta mencampuri urusan intern   kerajaan Tidore dengan mengangkat putra Alam sebagai sultan Tidore yaitu Sultan Nuku Muhammadan Amirudin

Hal tersebut menimbulkan protes keras dari pangeran Nuku yang semestinya paling berhak atas  tahta kerajaan sementara ayah pangeran Nuku diasingkan oleh VOC karena menolak berkerjasama dengan VOC.

Pangertan Nuku akhirnya melakukan perlawanan kepada VOC pada tahun Nuku memimpin perlawanan rakyat. Timbullah perang hebat  antara rakyat Maluku di bawah pimpinan Pangeran Nuku Muhammad Amirudin melawan kekuatan kompeni Belanda (tentara VOC).  Dalam melakukan perlwanan kepada VOC  Nuku bekerja sama dengan seluru rakyat maluku dan meminta bantuan dan   dukungan rakyat Papua di bawah pimpinan Raja Ampat dan juga orang-orang Gamrange dari Halmahera.

Dalam menghadapi Belanda, Sultan Nuku punya siasat yang jitu dia  meniru siasat yang sering digunakan oleh Belanda sendiri, yaitu siasat devide et impera. Sultan Nuku juga menjalankan siasat pecah belah. Sultan Nuku mempengaruhi orang- orang  Inggris  agar mengusir  orang-orang  Belanda.  Setelah  berhasil sultan  Nuku segera menggempur orang-orang Inggris. Cara ini berhasil sehingga Pasukan Nuku semakin kuat setelah mendapat berbagai perlengkapan perang dari Inggris. Dengan peralatan perang yang semakin baik itulah pasukan Nuku menggempur dan memenangkan pertempuran melawan Belanda.

Nah kalian tahu sendiri kan bagaimana sifat liciknya Belanda, Mendapati kekalahan di berbagai medan peperangan, pemerintah VOC mengajukan tawaran berunding dengan Nuku Muhammad Amiruddin. Belanda menawarkan kekuasaan kepada Nuku jika bersedia berunding dengan Sultan Kamaluddin. Nuku menolak secara tegas siasat Belanda dan semakin menggiatkan serangan pasukannya terhadap pasukan Belanda yang dibantu pasukan kesultanan Tidore yang setia.

Pada  tahun  1796,  pasukan  Nuku  berhasil merebut  dan  menguasai  Pulau Banda. Setahun kemudian, mereka mampu merebut Tidore dan membuat Sultan Kamaluddin melarikan diri ke Ternate. Sepeninggal Sultan kamaluddin, rakyat Tidore secara bulat menunjuk Nuku Muhammad Amiruddin menjadi sultan Tidore dengan gelar “Sri Paduka Maha Tuan Sultan Saidul Jehad el Ma’bus Amirruddin Syah Kaicil Paparangan”.

Sultan Nuku terus menggempur kekuatan Belanda di Ternate hingga tahun 1801 Ternate dapat dibebaskan dari cengkraman Belanda. Kehebatannya sebagai panglima perang yang bukan saja berhasil menghindari musuh, tapi bahkan bisa mengalahkannya, membuatnya dijuluki Lord Of Fortune oleh Inggris.

Beberapa tahun setelah berhasil membebaskan Ternate dan Tidore, pada 14 November 1805 Nuku wafat pada usia 67 tahun. Pada 7 Agustus 1995, berdasarkan Keppres No. 071/TK/1995 pemerintah Indonesia mengukuhkan Nuku Muhammad Amiruddin sebagai pahlawan.

b. Perlawanan Sultan Agung

Siapa yang tidak kenal dengan tokoh raja terkenal dari mataram Islam di samping ini? Kalian Semua pasti mengenalnya kan?

Sultan Agung adalah raja yang paling terkenal dari kerajaan Mataram yang mempunyai cita-cita menyatukan seluruh tanah jawa dibawah panji-panji Mataram; dan mengusir kekuasaaan asing dari Bumi Mataram. Keinginan kuat untuk mengusir VOC disebabkan oleh beberapa faktor antara lain 

  • Kehadiran Kompeni Belanda di Batavia dapat membahayakan kesatuan Negara yang dalam hal ini
  • Monopoloi yang dilakukan oleh VOC
  • Voc selalu menghalang-halangi kapal dagang maaram yang akan berdagang ke Malaka
  • VOC tidak mau mengakui kedaulatan Mataram

Pada tahun 1626 Sultan Agung telah mempersiapkan pasukan dengan untuk mengusir VOC,   Tanda-tanda pertama bahwa orang Mataram akan merencakan sesuatu yang luar biasa adalah penutupan hampir seluruh pantai Jawa atas perintah Tumenggung Baureksa dari Kendal selaku pimpinan perang.

Pada tanggal 22 Agustus 1628, Tumenggung Baureksa (Panglima tertinggi armada  Jawa)  tiba  di  pelabuhan  Batavia  dengan 50  kapal  yang  lengkap dengan perbekalan yang sangat banyak selanjutnya selanjutnya datang lagi 7 kapal mataram yang akan menuju Malaka singgah dulu ke Batavia. VOC berkeinginan untuk menghalang-halangi datangnya kapal-kapal mataram namun tidak membuahkan hasilnya.

Pasukan Mataram dibawah pimpinan Tumenggung Baurekso, ditambah dengan pasukan yang di pimpin oleh Agul-Agul yang dibantu oleh seperti pasukan di bawah Sura Agul-Agul yang dibantu oleh Kiai Dipati Mandurareja dan Upa Santa. Datang pula laskar orang-orang Sunda di bawah pimpinan Dipati Ukur. Pasukan Mataram berusaha mengepung Batavia dan  melakukan penyerangan  dari berbagai tempat. Terjadilah pertempuran sengit antara pasukan Mataram melawan tentara VOC di berbagai tempat. Tetapi kekuatan tentara VOC dengan senjatanya jauh lebih unggul, sehingga dapat memukul mundur semua lini kekuatan pasukan Mataram. Tumenggung Baureksa sendiri gugur dalam pertempuran itu. Dengan demikian serangan tentara Sultan Agung pada tahun 1628 itu belum berhasil.

Mataram sangat kehilangan atas kepergian para pahlawan Mataram di medan pertempuran, dan  perjuangan yang telah gugur tidak boleh dihentikan justru harus dilanjutkan, Sultan Agungpun segera menyusun rencana untuk melakukan penyerangan kembali VOC, namun sayang rencana penyerangan Sultan Agung yang kedua ini telah diketahui oleh VOC.    Lumbung-lumbung beras yang sudah dipersiapkan oleh oleh Sultan Agung dihancurkan oleh VOC, begitu juga 200 buah kapal Mataram dihancurkan VOC. Walaupun pasukan Mataram dapat menghancurkan benteng Hollandia dan menguasai benteng Bomel.

Pada saat berkecamuknya perang antara Mataram dan VOC terdengar berita bahwa Gubernur jendral J.P Coen meninggal tepatnya tanggal 21 Sepetrember 1629. Kejadian ini membuat semangat Mataram kembali menyala, sengan sisa-sisa pasukan dan perlengkapan yang ada terus melakukan penyerangan, disisi yang lain VOC yang sedang berduka menjadi semakin marah kepada mataram

Dengan mengandalkan persenjataan yang lebih baik dan lengkap, akhirnya VOC dapat menghentikan serangan-serangan pasukan Mataram. Pasukan Mataram semakin melemah dan akhirnya ditarik mundur kembali ke Mataram. Dengan demikian serangan Sultan Agung yang kedua ini juga mengalami kegagalan

c.   Perlawanan Banten

Sejarah perang Banten berawal dari perdagangan rempah – rempah yang seringkali diangkut dari Maluku ke Banten terutama oleh pedagang dari Jawa. Di Banten  juga  terdapat  koloni  bangsa  Arab,  Turki,  Gujarat,  Siam  dan  Parsi,  juga  perkampungan Melayu, Ternate, Banda, Bugis, Banjar, Makassar dan perkampungan lainnya. Dalam sejarah berdirinya Banten juga menjadi pelabuhan untuk pelayaran dari Utara terutama Cina, maka pedagang Cina juga memiliki pengaruh yang tidak sedikit di pelabuhan Banten dengan memberi pinjaman untuk jual beli komoditi, berdagang atau menjadi pengecer. Mereka mendatangkan barang – barang sutra dan porselen sampai Banten menjadi penguasa pasar di seluruh Nusantara, dan penguasa Banten tidak menginginkan adanya monopoli perdagangan dari siapapun yang berdagang di pelabuhannya.

Pesatnya perkembangan Banten sebagai kota pelabuhan terbesar Nusantara menarik keinginan VOC untuk menguasainya. Mereka melakukan cara kotor dengan memblokade kapal – kapal Cina dan juga kapal yang datang dari Maluku yang akan masuk ke Banten. Karena sering mendapat pertentangan dari rakyat Banten, Belanda kemudian membangun kota pelabuhan di Sunda Kelapa atau Jayakarta. Pelabuhan itu kemudian dinamakan Batavia oleh Belanda pada tahun 1619 M, sejak itu terjadi perebutan posisi sebagai bandar perdagangan internasional antara Banten dan VOC.

Ketika Pangeran Surya atau Sultan Ageng Tirtayasa naik tahta pada 1651 M, beliau berusaha memulihkan Banten sebagai pusat perdagangan internasional dengan melakukan beberapa langkah berikut:

  • Mengundang para pedagang dari Inggris, Perancis, Denmark dan Portugis untuk ikut melakukan perdagangan di Banten.
  • Memperluas hubungan perdagangan dengan Cina, India dan Persia.
  • Mengirimkan kapal – kapal untuk mengganggu armada VOC
  • Membangun saluran irigasi dari Sungai Ujung Jawa hingga ke Pontang sebagai persiapan untuk lalu lintas suplai ketika terjadi perang dan juga untuk mengaliri padi.

Tumbuhnya Banten sebagai kota perdagangan internasional sangat dibenci oleh VOC, sehingga VOC sering menghadang kapal-kapal china yang akan menuju Banten, melihat perbuatan licik VOC, Sultan Ageng melakukan tindakan balsan dengan mengganggu kapal-kapal dagang VOC   rakyat Banten juga melakukan perusakan terhadap beberapa kebun tanaman tebu milik VOC. Akibatnya hubungan antara Banten dan Batavia semakin memburuk. Menghadapi serangan Banten VOC memperkuat diri dengan mendirikan benteng-benteng pertahanan di Batavia.

Pada 1671 Sultan Ageng mengangkat Sultan Haji sebagai Sultan Muda yang bertugas untuk mengurus masalah dalam negeri, sedangkan Sultan Ageng dan Pangeran Purbaya mengurusi masalah yang berhubungan dengan luar negeri. Pembagian dalam tata pemerintahan Kesultanan Banten ini membuka peluang bagi Belanda untuk menghasut Sultan Haji agar tidak memisahkan urusan pemerintahan di  Banten dan mereka juga mempengaruhi Sultan Haji  yang ambisius  mengenai kemungkinan Pangeran Purbaya yang akan diangkat sebagai Raja dan pemimpin Kesultanan Banten. Sejak terhasut oleh fitnah kejam dari VOC timbulllah pertentangan yang tajam antara bapak dan anak

Tanpa berpikir panjang Sultan Haji segera membuat persekongkolan dengan VOC untuk merebut tahta kesultanan Banten. Dalam persekongkolan tersebut VOC sanggup membantu   Sultan Haji untuk merebut Kesultanan Banten tetapi dengan empat syarat antara lain:

  • Banten harus menyerahkan Cirebon kepada VOC,
  • Monopoli lada di Banten dipegang oleh VOC dan harus menyingkirkan para pedagang Persia, India, dan Cina,
  • Banten harus membayar 600.000 ringgit apabila ingkar janji, dan 
  • pasukan Banten yang menguasai daerah pantai dan pedalaman Priangan segera ditarik kembali.

Dengan perjanjian diatas, pada tahun 1681 atas nama sultan haji VOC dapat merebut Banten, dan menjadikan Sultan Haji sebagi raja di istanan Surosowan. Tindakan Sultan Haji menimbulkan reaksi dari rakyat Banten dan tidak mengakuinya sebagai Sultan. Rakyat Banten memilh   berperang melawan VOC serta Sultan Haji demi kesetiaan mereka pada Sultan Ageng Tirtayasa.

Bersama pasukan dan rakyat yang masih setia Sultan Ageng Tirtayasa. merebut kembali Kesultanan Banten dari Sultan Haji yang didukung VOC. Pada tahun 1682 pasukan Sultan Ageng Tirtayasa berhasil mengepung istana Surosowan. Sultan Haji terdesak dan segera meminta bantuan tentara VOC. Datanglah bantuan tentara VOC di bawah pimpinan   Francois Tack. Pasukan Sultan Ageng Tirtayasa dapat dipukul mundur dan terdesak hingga ke Benteng Tirtayasa.

Sejak itu ia diburu VOC agar mau menyatakan diri takluk pada kuasa VOC dalam sejarah perang Banten. Sultan Ageng beserta Pangeran Purbaya dan Syeikh Yusuf, menantunya mengamankan diri dan mendirikan markas di Lebak atau yang sekarang dikenal sebagai Rangkasbitung. Sultan Ageng melancarkan pertempuran dengan Belanda selama setahun, namun sering menderita kerugian hingga Syeikh Yusuf tertangkap. Akhirnya pada bulan Maret 1683, Sultan Ageng Tirtayasa dengan tipu muslihat VOC dapat ditangkap dan ditawan di Batavia. menyerah kepada Belanda dan ditawan di Batavia hingga akhir hayatnya   pada 1692. Syeikh Yusuf dibuang ke Ceylon.

Namun harus diingat dan harus kalian teladani bahwa semangat juang Sultan Ageng Tirtayasa beserta pengikutnya tidak pernah padam demi tetap tegak berdirinya  NKRI. Sultan Ageng Tirtayasa  telah mengajarkan untuk selalu menjaga kedaulatan negara dan mempertahankan tanah air dari dominasi asing. Hal ini terbukti setelah Sultan Ageng Tirtayasa meninggal, perlawanan rakyat Banten terhadap VOC terus berlangsung. Misalnya pada tahun 1750 timbul perlawanan yang dipimpin oleh Ki Tapa dan Ratu Bagus. Perlawanan ini ternyata sangat kuat sehingga VOC kewalahan menghadapi serangan itu.

d.   Perlawanan rakyat Makassar

Kesultanan   Gowa-Tallo   adalah   kesultanan   yang   terletak   di   Makassar, Sulawesi Selatan.  Kesultanan ini sering juga disebut sebagai kesultanan Makassar. Wilayahnya terletak di Kabupaten Gowa. Kondisi politik di kesultanan ini dalam bentuk persekutuan sesuai pilihan masing-masing. Terdapat beberapa Kesultanan di daerah ini  yaitu Gowa, Tallo, Bone, Sopeng, Wajo, dan Sidenreng. Kesultanan yang ada diantaranya kesultanan Gowa dan Tallo. Keduanya membentuk persekutuan tahun 1528 sehingga melahirkan Kesultanan Gowa-Tallo atau Kesultanan Makassar.

Kerajaan Goa yang berpusat di Somba Opu sendiri merupakan salah satu kerajaan yang terkenal di nusantara, pelabuhan Somba Opu dengan letaknya yang sangat strategis bagi perdagangan internasional sangat terbuka bagi para pedagang asing yang ingin tinggal  di  sana misalnya Inggris, Denmark,  portugis dan Belanda. Dengan prinsip keterbukaan bagi smeua pedagang asing yang akan tinggal di Somba Opu maka kerajaan Goa semakin berkembang pesat. 

Sultan hasanudiin adalah raja dari kesultanan Goa (makasar) merupakan raja mempun membawa kerajaan Goa pada puncaknya. Dia terkenal sebagai raja yang sangat anti kepada dominasi asing. Oleh karena itu ia menentang kehadiran dan monopoli yang dipaksakan oleh VOC yang telah berkuasa di Ambon. Untuk itu hubungan antara Batavia (pusat kekuasaan VOC di Hindia Timur) dan Ambon terhalangi oleh adanya kerajaan Makasar. Dengan kondisi tersebut maka timbul pertentangan antara Sultan Hasannudin dengan VOC,

VOC dengan segala bentuk ketamakan dan keserahkannya sangat ingin menguasai  pelabuhan Somba Opu serta menerapkan monopoli perdagangan. VOC berusaha untuk menjatuhkan kerajaan Goa dengan cara melakukan blokade terhadap Pelabuhan Somba Opu, namun usaha tersebut gagal karena perahu-perahu Makasar yang berukuran kecil lebih lincah dan mudah bergerak di antara pulau-pulau, yang ada. Kemudian kapal-kapal VOC merusak dan menangkap kapal-kapal pribumi maupun kapal-kapal asing lainnya

Keinginan untuk menghentikan ketamakan VOC dilakukan dengan cara mempersiapkan seluruh kekuatan yang ada, sebagai contoh mendirikan beberapa benteng pertahanan di sepanjang pantai, berkoordinasi dengan para sekutu. Melihat persiapan yang dilakukan oleh Sultan hasanudiin VOC ternyata juga memprsiapkan diri dengan tipu dayanya melalui politik Devide et Impera, VOC menjalin hubungan dengan seorang Pangeran Bugis dari Bone yang bernama Aru Palaka.

Tanggal 7 Juli 1667, meletus Perang antara Goa melawan VOC.  VOC diimpin oleh Cornelis Janszoon Spelman, diperkuat oleh pengikut Aru Palaka dan ditambah orang-orang Ambon di bawah pimpinan Jonker van Manipa. Karena Kekuatan VOC yang dilebih besar dibangsing kekutaan begitu pula dengan persenjataan yang lebih modern VOC berhasil mendesak  pasukan Hasanuddin. Benteng pertahanan tentara Goa  di  Barombang  dapat    diduduki  oleh  pasukan  Aru  Palaka.  Hal ini  menandai kemenangan pihak VOC atas kerajaan Goa.

Hasanuddin kemudian dipaksa untuk menandatangani  Perjanjian Bongaya pada tanggal 18 November 1667, yang isinya antara lain sebagai berikut.

•  Goa harus mengakui hak monopoli VOC

•  Semua orang Barat, kecuali Belanda harus meninggalkan wilayah Goa

•  Goa harus membayar biaya perang

Isi perjanjian Bongaya sangatlah bertentangan dengan hati nurani dan kebudayaan yang telah tertanam lama dalam hidup kerajaan Goa maka Pada tahun 1668 Sultan Hasanuddin mencoba menggerakkan kekuatan rakyat untuk kembali melawan kesewenang-wenangan VOC itu. Namun perlawanan ini segera dapat dipadamkan oleh VOC. Karena kegigihannya dalam melawan VOC Sultan hasuanudiin mendapatkan julukan dari rakyatnya sebagai Ayam Jantan dari Timur.

e.   Perlawanan Raden Mas Said menghadapi VOC

Semenjak Sultan Agung wafat, tidak ada pengganti-penggantinya yang memiliki sifat pemberani untuk mampu melawan dominasi asing di istananya, mereka terlalu lemah dan sangat ketakutan kehilangan jabatannnya. VOCpun semakin arogan sehingga sangat berani untuk melakukan intervensi terhadap jalannya pemerintahan kerjaan dibawah pimpinan Pakubuwana II  yang penakut.

Bermula dari keinginan seorang  gandek keraton yang bernama Raden Mas Said yang ingin mengajukan kenaikan pangkat untuk dirinya, kienginan itu disetujui namun malah dicerca   hingga dituduh melakukan persengkokolan dengan   orang- orang cina yang saat itu   sedang melakukan pemberontakan. Merasa dihina dan direndahkan  Raden Mas Said keluar dari keraton dan menyusun kekuatan bersama para pengikutnya  untuk melakukan perlawanan kepada  istana yang telah banyak terhasut oleh VOC. 

Perlawanan yang dilakukan oleh Raden  Mas Said  atau yang sering disebut dengan Panegera Samber Nyowo  yang dibantu oleh masyarakat sekitra tidak bisa dibilah remeh, dan ini merupakan ancaman yang serus bagi Pakubuwono II. Besarknya kekwatiran Pakubuwono akan perlawanan Raden Mas Said pada pada tahun 1745 Pakubuwana II mengumumkan barang siapa yang dapat memadamkan perlawanan Mas Said akan diberi hadiah sebidang tanah di Sukowati (di wilayah Sragen sekarang).

Mendengar sayembara itu pangeran mangkubuni yang tidak lain adalah adik kandung Pakubuono II mencoba untuk mendapatkan hadiah tersebut hal ini dilakukannya utuk membuktikan apakah pakubuwono II bernar-benar oranga yang jujur. Bersama pasukannnya Mangkubumi berhasil memadamkan perlawanan Mas Said.   Ternyata Pakubuwana II ingkar janji. Pakubuwana II kehilangan nilai dan komitmennya sebagai raja yang berpegang pada tradisi, sabda pandhita ratu datan kena wola-wali (perkataan raja tidak boleh ingkar). Karena ingkar janji maka terjadi percekcokan yang panas antara Mangkubuni dan Pakubuwono II. Kekecewaan Mangkubumi semakin menjadi ketika mangkubuni dituduh oleh  Gubernur Jenderal Van Imhoff  turut campur dalam masalah kaka beradik dan menuduh Mangkubumi terlalu  ambisi mencari kekuasaan.

Bagi Mangkubumi tak ada pilihan lain kecuali keluar dari istana dan angkat senjata untuk melakukan perlawanan kepada Pakubuono yang telah diracuni otaknya oleh kelicikan VOC. Pangeran Mangkubumi akhirnya bersekutu dengan Raden Mas Said dan membagi wilayah perjuangan Timur dan Barat.

Pada saat yang bersamaan dengan perlwanan yang dilakukan oleh mertua dan menantu  yaitu Mangubumi dan Raden Mas Said, pada tahun 1749 pakubuwono II   sakit. Dalam keadaan sakit dia dipaksa oleh VOC untuk menandatagani suatu perjanjian yang berisi antara lain:

  • Susuhunan Pakubuwana II  menyerahkan Kerajaan Mataram baik secara de facto maupun de jure kepada VOC.
  • Hanya keturunan Pakubuwana II yang berhak naik tahta, dan akan dinobatkan oleh VOC menjadi raja Mataram dengan tanah Mataram sebagai pinjaman dari VOC.
  • Putera mahkota akan segera dinobatkan. Sembilan hari setelah penandatanganan perjanjian itu Pakubuwana II wafat. Tanggal 15 Desember 1749 Baron van Hohendorff mengumumkan pengangkatan putera mahkota sebagai Susuhunan Pakubuwana III.

Hal ini semakin membuat kekecewaan Pangeran Mangkubumi dan Mas Said, sehingga keduanya harus  meningkatkan perlawanannya terhadap kezaliman VOC. Mangkubuni dan raden Said tak pernah mengenal kata putus asa untuk melawan VOC hingga  VOC menawarkan sebuah perjanjian untuk sedikit meredakan perlwananan. Dengan mangkubumi VOC menawaran perjajinan Giyanti pada tanggal 13 Februari

1755 yang isinya wilayah mataram di bagi menjadi dua bagian Wilayah bagian barat (daerah Yogyakarta) diberikan kepada Pangeran Mangkubumi dan berkuasa sebagai sultan dengan sebutan Sri Sultan Hamengkubuwana I, sedang bagian timur (daerah Surakarta) tetap diperintah oleh Pakubuwana III.

Sementara perlawanan Mas Said berakhir setelah tercapai Perjanjian Salatiga pada tanggal 17 Maret 1757 yang isinya Mas Said diangkat sebagai penguasa di sebagian wilayah Surakarta dengan gelar Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama