4. Kerajaan Mataram Kuno (Medang)
A. Letak Kerajaan
Kerajaan Mataram Hindu, berlokasi
di pedalaman Jawa tengah, di sekitar daerah yang banyak dialiri sungai. Letak ibu kota kerajaan secara tepat belum dapat dipastikan, ada yang menyebut Medang di Poh Pitu, Ri Medang ri Bhumi Mataram. Daerah yang dimaksud belum jelas, kemungkinan besar di daerah Kedu sampai sekitar Prambanan (berdasarkan letak prasasti yang ditemukan).
B. Segi Sosial Budaya.
Masyarakat Mataram Kuno terbilang maju dalam hal budaya, terbukti dengan banyaknya bangunan candi yang dibuat, Termasuk dua Candi besar yang sangat termahsyur. Tidak lain adalah Candi Borobudur yang dibuat pada masa pemerintahan Samaratungga dari dinasti Syailendra yang bercorak Budha. Dan yang kedua adalah Candi Prambanan yang dibangun pada masa pemerintahan Rakai Pikatan dan selesai pada masa pemerintahan Daksa dari Dinasti Sanjaya yang bercorak Hindu.
C. Sistem Ekonomi
Penduduk Medang sejak periode Bhumi Mataram pada umumnya bekerja sebagai petani. Kerajaan Medang memang terkenal sebagai negara agraris, sedangkan saingannya, yaitu kerajaan Sriwijaya merupakan negara maritim. Melihat dari letak wilayah kerajaan yang berada di dekat aliran sungai, dan informasi dari prasasti canggal yang menyebutkan jawa kaya akan padinya, kemungkinan besar mata pencaharian penduduknya sebagian besar dari bercocok tanam.
D. Sistem Kepercayaan
Agama resmi Kerajaan Medang pada masa pemerintahan Sanjaya adalah Hindu aliran Siwa. Ketika wangsa Syailendra berkuasa, agama resmi kerajaan berganti menjadi Budha aliran Mahayana. Pemerintahan kedua dinasti yang berbeda agama, dapat berjalan dengan rukun. Dibawah pemerintahan Dinasti Syailendra toleransi agama masih terjaga. Terbukti dengan Candi-candi yang berada di Jawa Tengah bagian utara bercorak Hindu, Sedangkan bagian selatan bercorak Budha. Hal ini menjadi bukti bahwa kerukunan hidup umat beragama di Indonesia sudah ada sejak dulu. Kemudian pada saat Rakai Pikatan dari Wangsa Sanjaya berkuasa , agama Hindu dan Budha tetap hidup berdampingan dengan penuh toleransi.
E. Perkembangan Pemerintahan berdasarkan Sumber Sejarah
Dua prasasti peninggalan Mataram Hindu sama-sama menyebutkan nama Sanjaya yang merupakan anak dari Sanna, Raja ketiga Galuh, yang beristri Sannaha. Sannaha adalah cucu ratu Shima, Penguasa Kerajaan Kaling. Adapun kedua Prasasti dari Kerajaan Mataram Hindu adalah Prasasti Canggal dan Prasasti Mantyasih.
1. Prasasti Canggal
Prasasti Canggal yang ditandai dengan Candrasengkala Cruti Indra Rasa = 654 C = 732 M. ditemukan di kompleks Candi Gunung Wukir, Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Prasasti ini berbahasa sanskerta dan hurufnya Pallawa isinya adalah asal-usul Sanjaya, Menurut prasasti ini Jawa awalnya dipimpin oleh Raja Sanna, ia memerintah dengan sangat adil, setelah ia wafat, digantikan oleh putranya yang bernama Sanjaya. Diceritakan Sanjaya melakukan pembangunan lingga di bukit Stirangga, Desa Kuntjarakuntja di prasasti ini. Selain itu dijelaskan pula keadaan pulau jawa yang sangat makmur, kaya akan padi dan emas. Keadaan kerajaan digambarkan sangat tentram.
Daftar Raja Raja Mataram (berdasarkan Prasasti Canggal)
1. Sanjaya, pendiri Kerajaan Medang
2. Rakai Panangkaran, awal berkuasanya Wangsa Syailendra
3. Rakai Panunggalan alias Dharanindra
4. Rakai Warak alias Samaragrawira
5. Rakai Garung alias Samaratungga
6. Rakai Pikatan suami Pramodawardhani, awal kebangkitan Wangsa Sanjaya
7. Rakai Kayuwangi alias Dyah Lokapala
8. Rakai Watuhumalang
9. Rakai Watukura Dyah Balitung
10. Mpu Daksa
11. Rakai Layang Dyah Tulodong
12. Rakai Sumba Dyah Wawa
13. Mpu Sindok, awal periode Jawa Timur (Sri Isyana Dharmottungga) mendirikan dinasti Isyana
14. Sri Lokapala suami Sri Isanatunggawijaya
15. Makuthawangsawardhana
16. Dharmawangsa Teguh, Kerajaan Medang/Mataram berakhir akibat terjadinya
Pralaya. Menantu Dharmawangsa bernama Airlangga berhasil meloloskan diri dan mendirikan kerajaan Kahuripan.
2. Prasasti Mantyasih
Prasasti Mantyasih atau Prasasti Balitung berangka tahun 829 Çaka atau bertepatan dengan 11 April 907 M, ditulis dengan menggunakan aksara dan berbahasa Jawa Kuno. Prasasti ini berasal dari Wangsa Sanjaya. Prasasti Mantyasih ditemukan di Kampung Meteseh Kidul, Desa Meteseh, Kecamatan Magelang Tengah, Kota Magelang,
Provinsi Jawa Tengah. Isinya adalah daftar silsilah raja-raja Mataram sebelum Raja Balitung. Prasasti ini dibuat sebagai upaya melegitimasi Balitung sebagai pewaris tahta yang sah, sehingga menyebutkan raja-raja sebelumnya yang berdaulat penuh atas wilayah kerajaan Mataram Kuno. Nama raja yang ditulis antara lain:
1. Raja Sanjaya,
2. Rakai Panangkaran,
3. Rakai Panunggalan,
4. Rakai Warak,
5. Rakai Garung,
6. Rakai Pikatan,
7. Rakai Kayuwangi,
8. Ratu Watuhumalang,
9. Rakai Watukura Dyah Balitung.
Setelah Sanjaya wafat, penggantinya adalah Rakai Panangkaran, kuat dugaan bahwa semenjak masa kekuasaan Rakai Panangkaran , Dinasti Syailendra (dari Kerajaan Sriwijaya) mulai mengasai Mataram dan menjadikan raja-raja dari Dinasti Sanjaya sebagai bawahan. Hal ini diperkuat dengan bukti bahwa Rakai Panangkaran, kerap membangun candi bercorak Budha pada masa pemerintahannya seperti Candi Sewu, Plaosan, dan Kalasan. Pembangunan Candi Kalasan sendiri merupakan perintah dari Maharaja Wisnu, Raja dari Dinasti Syailendra. Setelah Rakai Panangkaran, Dinasti Syailendra masih berkuasa atas Mataram Kuno selama kurang lebih satu abad.
Beradasarkan Prasasti Kalasan: Rakai Panangkaran mendapat perintah dari Raja Wisnu untuk mendirikan bangunan suci bagi Dewi Tarra (Berupa Candi Kalasan yang bercorak Budha) dan menghadiahkan desa kalasan bagi Sanggha (Budha). Sampai pada akhirnya terjadi pernikahan antara antara Rakai Pikatan (Dinasti Sanjaya) dengan Pramodhawardhani pernikahan tersebut ditentang oleh Balaputradewa adik Pramodhawardhani (Dinasti Syailendra). Balaputradewa sendiri kalah dan menyingkir ke Sriwijaya, tempat nenek moyangnya. Kelak dibawah pimpinan Balaputradewa, Sriwijaya mencapai jaman keemasaan.
Dengan demikian berakhirlah kekuasaan Dinasti Syailendra atas Mataram Kuno. Dibawah Pemerintahan Rakai Pikatan wilayah kekuasaan Mataram Kuno meluas sampai ke Jawa Timur. Adapun setelah Rakai Pikatan wafat, Raja yang menggantikannya secara berturut-turut adalah Rakai Kayuwangi, Ratu Watuhumalang, Rakai Watukura Dyah Balitung, Daksa (910 –919) Tulodong (919– 921) dan Wawa (921 – 927). Wawa adalah raja terakhir Dinasti Sanjaya.
Konflik Tahta Periode Jawa Tengah
Pada masa pemerintahan Rakai Kayuwangi putra Rakai Pikatan (sekitar 856 – 880–an), ditemukan beberapa prasasti atas nama raja-raja lain, yaitu Maharaja Rakai Gurunwangi dan Maharaja Rakai Limus Dyah Dewendra. Hal ini menunjukkan kalau pada saat itu Rakai Kayuwangi bukanlah satu-satunya maharaja di Pulau Jawa. Sedangkan menurut prasasti Mantyasih, raja sesudah Rakai Kayuwangi adalah Rakai Watuhumalang.
Dyah Balitung yang diduga merupakan menantu Rakai Watuhumalang berhasil mempersatukan kembali kekuasaan seluruh Jawa, bahkan sampai Bali. Mungkin karena kepahlawanannya itu, ia dapat mewarisi takhta mertuanya. Pemerintahan Balitung diperkirakan berakhir karena terjadinya kudeta oleh Mpu Daksa yang mengaku sebagai keturunan asli Sanjaya. Ia sendiri kemudian digantikan oleh menantunya, bernama Dyah Tulodhong. Tidak diketahui dengan pasti apakah proses suksesi ini berjalan damai ataukah melalui kudeta pula. Tulodhong akhirnya tersingkir oleh pemberontakan Dyah Wawa yang sebelumnya menjabat sebagai pegawai pengadilan.
F. Keruntuhan Kerajaan Mataram
Sesudah Dyah Wawa wafat digantikan menantunya yaitu Mpu Sindok selanjutnya memindahkan kerajaannya ke Jawa Timur dan mendirikan dinasti baru yaitu Dinasti Isyana pada tahun 928 M. Konon pemindahan ini dikarenakan letusan Gunung Merapi, gempa vulkanik, dan hujan material vulkanik yang membuat kacau banyak daerah di Jawa Tengah.
Menurut teori van Bammelen, perpindahan istana Medang dari Jawa Tengah menuju Jawa Timur disebabkan oleh letusan Gunung Merapi yang sangat dahsyat. Konon sebagian puncak Merapi hancur. Kemudian lapisan tanah begeser ke arah barat daya sehingga terjadi lipatan, yang antara lain, membentuk Gunung Gendol dan lempengan Pegunungan Menoreh. Letusan tersebut disertai gempa bumi dan hujan material vulkanik berupa abu dan batu. Di Jawa timur ini Mpu Sindok melanjutkan Kerajaan Medang Kamulan.
Istana Medang yang diperkirakan kembali berada di Bhumi Mataram hancur. Tidak diketahui dengan pasti apakah Dyah Wawa tewas dalam bencana alam tersebut ataukah sudah meninggal sebelum peristiwa itu terjadi, karena raja selanjutnya yang bertakhta di Jawa Timur bernama Mpu Sindok yang menjabat sebagai Rakryan Mapatih Hino mendirikan istana baru di daerah Tamwlang. Prasasti tertuanya berangka tahun 929. Dinasti yang berkuasa di Medang periode Jawa Timur bukan lagi Sanjayawangsa, melainkan sebuah keluarga baru bernama Isanawangsa, yang merujuk pada gelar abhiseka Mpu Sindok yaitu Sri Isana Wikramadharmottungga.
Permusuhan dengan Sriwijaya
Kekuasaan Wangsa Sailendra meliputi Kerajaan Medang dan juga kerajaan Sriwijaya di pulau Sumatra. Hal ini ditandai dengan ditemukannya Prasasti Ligor tahun 775 yang menyebut nama Maharaja Wisnu dari Wangsa Sailendra sebagai penguasa Sriwijaya.
Hubungan senasib antara Jawa dan Sumatra berubah menjadi permusuhan ketika Wangsa Sanjaya bangkit kembali memerintah Medang. Menurut teori de Casparis, sekitar tahun 850–an, Rakai Pikatan berhasil menyingkirkan seorang anggota Wangsa Syailendra bernama Balaputradewa putra Samaragrawira.
Balaputradewa kemudian menjadi raja Sriwijaya di mana ia tetap menyimpan dendam terhadap Rakai Pikatan. Perselisihan antara kedua raja ini berkembang menjadi permusuhan turun-temurun pada generasi selanjutnya. Selain itu, Medang dan Sriwijaya juga bersaing untuk menguasai lalu lintas perdagangan di Asia Tenggara.
Rasa permusuhan Wangsa Sailendra terhadap Jawa terus berlanjut bahkan ketika Wangsa Isana berkuasa. Sewaktu Mpu Sindok memulai periode Jawa Timur, pasukan Sriwijaya datang menyerangnya. Pertempuran terjadi di daerah Anjukladang (sekarang Nganjuk, Jawa Timur) yang dimenangkan oleh pihak Mpu Sindok.
G. Akhir Pemerintahan Kerajaan Mataram
Peristiwa Mahapralaya
Mahapralaya adalah peristiwa hancurnya istana Medang di Jawa Timur berdasarkan berita dalam prasasti Pucangan. Tahun terjadinya peristiwa tersebut tidak dapat dibaca dengan jelas sehingga muncul dua versi pendapat. Sebagian sejarawan menyebut Kerajaan Medang runtuh pada tahun 1006, sedangkan yang lainnya menyebut tahun 1016.
Raja terakhir Medang adalah Dharmawangsa Teguh, cicit Mpu Sindok. Kronik Cina dari Dinasti Song mencatat telah beberapa kali Dharmawangsa mengirim pasukan untuk menggempur ibu kota Sriwijaya sejak ia naik takhta tahun 991. Permusuhan antara Jawa dan Sumatra semakin memanas saat itu.
Pada tahun 1006 Dharmawangsa lengah. Ketika ia mengadakan pesta perkawinan putrinya, istana Medang di Wwatan diserbu oleh Aji Wurawari dari Lwaram yang diperkirakan sebagai sekutu Kerajaan Sriwijaya. Dalam peristiwa tersebut, Dharmawangsa tewas.
Tiga tahun kemudian, seorang pangeran berdarah campuran Jawa–Bali yang lolos dari Mahapralaya tampil membangun kerajaan baru sebagai kelanjutan Kerajaan Medang. Pangeran itu bernama Airlangga yang mengaku bahwa ibunya adalah keturunan Mpu Sindok. Kerajaan yang ia dirikan kemudian lazim disebut dengan nama Kerajaan Kahuripan.
Tabel Perkembangan Pemerintahan Kerajaan Mataram
MATARAM DI JAWA TENGAH |
||
Sebelah |
|
Sebelah Selatan : Dinasti Syailendra |
Utara |
: |
|
Dinasti |
|
|
Sanjaya |
|
|
Corak |
Corak Budaya :
Budha Prasati Kelurak
:
Pembuatan
Arca Mansjuri
Sebagai perwujudan Budha, Dharma
dan Sanggha Banyak terdapat Candi Budha : Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Pawon, Candi Kalasan,Candi Sewu |
|
Budaya
: |
||
Hindu |
||
Berdasarka |
||
n
:
Prasati |
||
Canggal, |
||
Pendirian |
||
Lingga di |
||
desa |
||
Canggal |
||
oleh Raja |
||
Sanjaya. |
||
Lingga |
||
adalah |
||
lambang |
||
Dewa
Siwa |
||
Banyak |
||
terdapat |
||
Candi |
||
Hindu : |
||
Candi |
||
Prambanan |
||
, Candi |
||
Gedongson |
||
go, Candi |
||
Ratuboko, |
||
Candi |
||
Sambisari |
||
Susunan |
Susunan Pemerintahan Berdasarkan
Prasasti Kalasan |
|
Pemerinta |
||
han |
||
Berdasarka |
||
n Prasati |
||
Mantyasih |
||
Rakai |
Raja Bhanu |
|
Mataram |
Sang Ratu |
|
|
Sanjaya |
|
|
Rakai Panang
Raja
Wisnu
Prasati Kalasan: Rakai Panangkaran
mendapat perintah dari Raja Wisnu untuk mendirikan bangunan suci bagi Dewi Tarra dan menghadiahkan desa Kalasan bagi
Sanggha (budaya Budha). Bangunan
yang dimaksud adalah
Candi Kalasan yang
bercorak Budha |
||
Rakai |
Raja Indra |
|
Panunggala |
||
n |
||
Rakai |
Raja Samaratungga |
|
Warak |
||
Rakai |
Balaputera Dewa |
|
Garung |
||
Rakai Pikatan M
Pramodhawardani
Terjalin
pernikahan
antara Rakai
Pikatan dengan Pramodhawardani,
akibat
pernikahan keduanya, terjadi penyatuan
Dinasti Sanjaya dengan Dinasti Syailendera, yang ditentang oleh Balaputeradewa mengakibatkan dirinya tersingkir ke Sriwijaya. Sejak saat itu kekuasaan atas Mataram dipegang oleh
Dinasti Sanjaya, Yaitu : |
||
Rakai
Kayuwangi |
||
Rakai
Watuhumalang |
||
Dyah
Balitung |
||
Dyah
Daksa |
||
Dyah
Tulodong |
||
Dyah
Wawa |
||
Mpu Sindok (Sri Isyana
WikramaDharmottungga) mendirikan Dinasti Isyana
dan memindahkan pusat pemerintahan ke Jawa
Timur |
||
5. Kerajaan Kediri
A. Letak Kerajaan Kediri
Letak kerajaan Kediri berada di Jawa Timur, berpusat di Daha atau sekarang kita kenal dengan Kota Kediri. Asal usul kota Daha berasal dari Dhanapura, artinya kota api. Mengenai lokasi kerajaan Kediri ini, bersumber dari salah satu prasasti peninggalan yang berhasil ditemukan yakni Prasasti Pamwatan. Prasasti ini dikeluarkan oleh raja Airlangga, raja pertama sekaligus pendirinya.
Namun yang menarik disini adalah sebelum pusat ibu kota berada di kota Daha, ternyata keberadaannya di wilayah Kahirupan. Hal ini sesuai dengan isi prasasti tersebut yang dikeluarkan pada tahun 1042 dan berita Serat Calon Arang. Lebih jelasnya, lihatlah gambar lokasi kerajaan Kediri dibawah ini:
B. Latar Belakang Sejarah
Pada tahun 1041 atau 963 M Raja Airlangga memerintahkan membagi kerajaan menjadi dua bagian. Pembagian kerajaan tersebut dilakukan oleh seorang Brahmana yang terkenal akan kesaktiannya yaitu Mpu Bharada. Kedua kerajaan tersebut dikenal dengan Kahuripan menjadi Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) yang dibatasi oleh gunung Kawi dan sungai Brantas dikisahkan dalam prasasti Mahaksubya (1289 M), kitab Negarakertagama (1365 M), dan kitab Calon Arang (1540 M). Tujuan pembagian kerajaan menjadi dua agar tidak terjadi pertikaian.
Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat bernama Panjalu yang berpusat di kota baru, yaitu Daha. Sedangkan Mapanji Garasakan mendapatkan kerajaan timur bernama Janggala yang berpusat di kota lama, yaitu Kahuripan.
C. Sistem Kepercayaan
Sistem kepercayaan yang berkembang di kerajaan Kediri adalah Hindu Syiwa, hal tersebut didasarkan pada keterangan:
- Kerajaan kediri letaknya di daerah pedesaan bukan di pesisir sehingga kediri adalah kerajaan agraris. Pada umumnya masyarakat beragama hindu tinggal di daerah desa atau pedalaman bukan pesisir.
- Arca yang ditemukan di desa Gayam, Kediri itu tergolong langka karena untuk pertama kalinya ditemukan patung Dewa Syiwa Catur Muka atau bermuka empat.seperti yang kita ketahui bahwa Dewa Syiwa adalah salah satu dewa dari agama hindu.
- Pada tahun 1041 atau 963 M Raja Airlangga memerintahkan membagi kerajaan menjadi dua bagian. Pembagian kerajaan tersebut dilakukan oleh seorang Brahmana yang terkenal akan kesaktiannya yaitu Mpu Bharada. Kasta Brahmana adalah istilah dari agama hindu.
- Jayawarsa adalah raja pertama kerajaan Kediri dengan prasastinya yang berangka tahun 1104. Ia menamakan dirinya sebagai titisan Wisnu. Dewa Wisnu adalah dewa dari agama Hindu.
D. Sistem Perekonomian
Mata pencarian utama rakyat kerajaan kediri adalah bercocok tanam dan maritim,mereka telah mengenal emas dan uang. Sungai Brantas di jadikan sebagai penghubung daerah perdalam dengan daerah pesisir dalam melakukan aktifitas perdagangan antar pulau dan keberadaan Sungai Brantas membuat wilayah Kediri subur untuk lahan Pertanian.
E. Karya Sastra Peninggalan Kerajaan Kediri
Selain kerajaan Kediri memperoleh kekuasaan yang besar, hal lainnya yang diketahui dari Kerajaan Kediri yaitu seni sastra yang cukup mendapat perhatian pada masa itu di Kerajaan Kediri.
- Kitab Krisnayana ditulis pada masa pemerintahan Raja Jayawarsa.
- Kitab Bharatayuda dibuat pada masa pemerintahan Raja Jayabaya yang ditulis olehMpu Sedah dan Mpu Penuluh.
- Kitab Arjuna Wiwaha dibuat pada masa pemerintahan Raja Jayabaya ditulis oleh Mpu Kanwa. Dalam kitab ini diceritakan kisah perkawinan Raja Airlangga dengan puteri dari kerajaan Sriwijaya.
F. Perkembangan Pemerintahan
Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaanna di masa pemerintahan Raja Sri Jayabaya , hingga kerajaan Kediri daerahnya terus meluas. Yang awalnya berasal dari Jawa Tengah, kemudian terus meluas ke hampir seluruh daerah Pulau Jawa berhasil dikuasai. Sejarah tentang masa-masa kejayaan yang pernah digapai oleh kerajaan Kediri, semakin kuat dengan adanya berita atau catatan dari kronik Cina, yaitu Liung-wa-tai-a, sebuah karya dari Chou Ku-fei pada tahun 1178 masehi. Isinya yaitu pada Negeri paling kaya (di masa kerajaan Kediri dipimpin Raja Sri Jayabaya) selain Cina secara berurutan yaitu Arab, Jawa, dan Sumatra. Saat itu yang berkuasa di Arab adalah Bani Abbasiyah, di Jawa adalah Kerajaan Panjalu (Kediri), sedangkan Sumatra dikuasai Kerajaan Sriwijaya.
G. Masa Keruntuhan
Keruntuhan kerajaan Kediri bermula ketika terjadi perselisihan antara Raja Kertajaya dengan kaum brahmana. Kaum brahmana tersebut meminta pertolongan dari seorang yang bernama Ken Arok. Dan Ken Arok ini merupakan pemimpin dari daerah Tumapel yang sangat ingin memisahkan diri dari kerajaan Kediri. Karena selama ini kerajaan Tumapel merupakan bawahan dari kerajaan Kediri.
Pertempuran antara Kerajaan Kediri dengan rakyat Tumapel yang didukung penuh oleh Ken Arok terjadi di daerah desa Ganter atau daerah-daerah sekitarnya. Dan akhirnya pasukan yang dipimpin oleh Ken Arok berhasil mengalahkan pasukan Kediri yang dipimpin oleh Kertajaya pada tahun 1222 M.
Dengan kekalahan kerajaan Kediri di daerah dekat dengan desa Ganter, maka runtuh juga kerajaan Kediri tersebut, karena kekalahannya sangat telak. Dan setelah kerajaan Kediri kalah, maka menjadi wilayah bawahan dari kerajaan Singhasari - Tumapel yang dipimpin oleh Ken Arok. Kediri dikuasai kerajaan Singhasari.
Kemudian Ken Arok mengangkat Jayasabha, yang merupakan putra dari Kertajaya sebagai bupati dari daerah Kediri. Dan tahun 1258 M Jayasabha digantikan putranya yang bernama Sastrajaya. Demikian juga tahun 1271 M Sastrajaya digantikan putranya, yang bernama Jayakatwang. Pada masa Jayakatwang inilah, dia berusaha membangun kembali kerajaan Kediri yang telah runtuh, dengan memberontak pada Kerajaan Singhasari yang saat itu berada dibawah kekuasaan Raja Kertanegara. Hingga akhirnya Raja Kertanegara terbunuh dan pasukan dari kerajaan Singasari berhasil dikalahkan. Jayakatwang berhasil mendirikan kembali kerajaan Kediri yang telah runtuh. Akan tetapi tidak lama kemudian pasukan yang dipimpin oleh Raden Wijaya berhasil meruntuhkan kembali kerajaan Kediri. Raden Wijaya merupakan menantu dari Raja Kertanegara yang telah terbunuh sebelumnya. Sejak saat itu kerajaan Kediri benar-benar runtuh dan tidak bisa bangkit kembali.
6. Kerajaan Singhasari
A. Letak Geografis
Letak Kerajaan Singhasari diperkirakan berada di sekitar Supit Urang, yakni lahan di sekitar pertemuan antara Sungai Brantas dan Sungai Bango. Dalam catatan Rafles yang ditulis 1882 menyebut sebuah wilayah bernama Kutorejo atau Kota Raja. Sebuah permukiman kuno yang ditunjukkan dengan sebuah peta topografi yang diterbitkan pada 1811. “Supit Urang, karena berbentuk seperti supit udang,” ujarnya. Kota Raja, katanya, merupakan kota kuno, sebelum bersalin nama menjadi Kutho Bedah. Kawasan Kutho Bedah dipastikan merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Singhasari dibuktikan dengan lokasinya yang strategis. Secara geo strategis lokasi Kutho Bedah di wilayah berbukit yang cocok untuk pertahanan dan mengawasi pergerakan musuh. Saat itu, Tumapel tengah melewati masa konflik dengan Kerajaan Kadiri.
Secara alamiah, katanya, Kota Raja berfungsi sebagai benteng sekaligus pusat pemerintahan. Jejak bekas permukiman kuno dan pusat pemerintahan juga ditemukan bekas parit dan reruntuhan bata kuno. Juga ada temuan arkeologis berupa pecahan gerabah, keramik, arca dan umpak.
B. Awal Pembentukan Kerajaan
Sebelum mengadakan persekutuan dengan para Brahmana untuk menyerang Raja Kerajaya (Kediri) Ken Arok pada mulanya berasal dari Sebuah desa kecil yaitu Singasari yg termasuk wilayah Tumapel,dia adalah anak buah Tunggul Ametung penguasa di Tumapel, namun ia membunuh Tunggul Ametung karena jatuh cinta pada istrinya, Ken Dedes. Kemudian mendirikan Kerajaan yang kemudian dikenal dengan sebutan Kerajaan Singasari.
Dengan kekalahan kerajaan Kediri dibawah pimpinan Kertajaya di desa Ganter, maka runtuh juga kerajaan Kediri tersebut, karena kekalahannya sangat telak. Dan setelah kerajaan Kediri kalah, maka menjadi wilayah bawahan dari kerajaan Singhasari -Tumapel yang dipimpin oleh Ken Arok. Kediri dikuasai kerajaan Singhasari.
C. Sistem Kepercayaan
Di dalam keagamaan pada masa kerajaan Singasari terjadi sekatisme antara Agama Hindu dan Budha, dan melahirkan Agama Syiwa Budha pemimpinya diberi jabatan Dharma Dyaksa. Sedangkan Kartanegara menganut Agama Budha Mahayana dengan menjalankan Upacara keagamaan secara Pestapora sampai mabuk untuk mencapai kesempurnaan dalam hal ini Kartanegara menyebut dirinya Cangkandara (pimpinan dari semua agama).
D. Sistem Perekonomian: Perdagangan dan Pertanian
Dengan disebutnya alat angkut pedati dan perahu, dapatlah disimpulkan bahwa perdagangan antardesa cukup ramai. Apalagi di wilayah Singasari terdapat dua sungai besar, Bengawan Solo dan Kali Brantas yang dimanfaatkan untuk mengairi lahan pertanian dan lalu lintas perdagangan air. Perdagangan mulai mendapatkan perhatian cukup besar semasa Kertanegara memerintah. Kertanegara mengirimkan ekspedisi militer ke Melayu (Pamalayu) untuk merebut kendali perdagangan di sekitar Selat Malaka. Pada masa ini memang Selat Malaka merupakan jalur sutera yang dilalui oleh para pedagang asing.
E. Sumber Sejarah
Prasasti
1. Prasasti Mula Malurung
Prasasti Mula Malurung adalah piagam pengesahan penganugrahan desa Mula dan desa Malurung untuk tokoh bernama Pranaraja. Prasasti ini berupa lempengan-lempengan tembaga yang diterbitkan Kertanagara pada tahun 1255 sebagai raja muda di Kadiri, atas perintah ayahnya Wisnuwardhana raja Singhasari.
2. Prasasti Singosari
Prasasti Singosari, yang bertarikh tahun 1351 M, ditemukan di Singosari, Kabupaten Malang, Jawa Timur dan sekarang disimpan di Museum Gajah dan ditulis dengan Aksara Jawa.
3. Prasati Wurare
Prasasti Wurare adalah sebuah prasasti yang isinya memperingati penobatan arca Mahaksobhya di sebuah tempat bernama Wurare (sehingga prasastinya disebut Prasasti Wurare). Prasasti ditulis dalam bahasa Sansekerta, dan bertarikh 1211 Saka atau 21 November 1289. Arca tersebut sebagai penghormatan dan perlambang bagi Raja Kertanegara dari kerajaan Singhasari, yang dianggap oleh keturunannya telah mencapai derajat Jina (Buddha Agung).
4. Arca amoghapasa
Arca ini dikirimkan Kertanegara kepada Dharmasraya, penguasa kerajaan melayu sebagai tanda bahwa kerajaan tersebut telah dikuasai oleh Kertanegara dalam setelah melakukan ekspedisi Pamalayu. Karya Sastra Peninggalan Kerajaan Singasari
Kitab Pararaton
Ditulis oleh beberapa pujangga dan menceritakan tentang perjalanan Ken Arok dalam membangun kerajaan Singhasari serta kekuasaan raja raja Singasari . Pararaton dalam bahasa Kawi mempunyai arti "Kitab Raja-Raja" , adalah sebuah kitab naskah Sastra Jawa Pertengahan yang digubah dalam bahasa Jawa Kawi. Isinya adalah sejarah raja-raja Singhasari dan Majapahit di Jawa Timur. Kitab ini juga dikenal dengan nama "Pustaka Raja", yang dalam Bahasa Sanskerta juga berarti "Kitab Raja-Raja". Tidak terdapat catatan yang menunjukkan siapa penulis Pararaton.
F. Perkembangan Pemerintahan
Silsilah Wangsa Rajasa (Penguasa kerajaan)
Terdapat perbedaan antara kitab Pararaton dan Nagarakertagama dalam menyebutkan urutan raja-raja Singasari.
➢ Versi Pararaton
- Ken Arok alias Rajasa Sang Amurwabhumi (1222 – 1247 M)
- Anusapati (1247 – 1249 M) Putera Ken Dedes dengan Tunggul Ametung
- Tohjaya (1249 – 1250 M) Putera Ken Dedes dengan Ken Umang
- Ranggawuni alias Wisnuwardhana (1250 – 1272 M) Putera Anusapati , Cucu Tiri Ken Arok
- Kertanagara (1272 – 1292 M) Putera Wisnuwardhana
➢ Versi Nagarakretagama
- Rangga Rajasa Sang Girinathaputra (1222 – 1227 M)
- Anusapati (1227 – 1248 M)
- Wisnuwardhana (1248 – 1254 M)
- Kertanagara (1254 – 1292 M)
Puncak Kejayaan
Kerajaan Singasari mencapai puncak kejayaannya pada masa pemerintahan raja Kertanegara (tahun 1268 sampai 1292 M). Ia adalah raja tersukses kerajaan Singasari karena mempunyai cita-cita untuk menyatukan seluruh nusantara. Ia naik tahta pada tahun 1268 dengan gelar Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara.
Langkah-langkah yang dilakukan raja Kertanegara yang menjadi faktor pendukung kejayaan:
- Mengganti pejabat-pejabat tua dengan yang baru.
- Menggalang kerjasama (persekutuan) dengan kerajaan lain.
- Melakukan ekspedisi PAMALAYU (1275 & 1286 M) untuk menguasai kerajayaan serta untuk melemahkan posisi kerajaan Sriwijaya di selat Malaka.
- Menguasai Bali (1284 M).
- Menguasai Jawa barat (1289 M).
- Menguasai Pahang dan Tanjung pura , Kalimantan.
G. Masa Kemunduran kerajaan Singasari
Raja Kertanegara berhasil menundukkan kerajaan Dharmasraya yang merupakan penguasa Sumatera melalui ekspedisi Pamalayu dan menguasai kerajaan Bali. Ia juga menolak permintaan Kubilai Khan untuk mengakui kekuasaan Mongol. Di sisi lain, strategi penaklukan kekuasaan di luar jawa berdampak pada lemahnya sistem pertahaan di dalam kerajaan. Sebab, Kertanegara mengerahkan angkatan perang guna mendukung penaklukan terhadap kerajaan lain.
Akibatnya, ketika terjadi pemberontakan oleh bupati Gelanggelang yaitu Jayakatwang , kerajaan Singasari tidak lagi memiliki kekuatan pertahanan. Jayakatwang yang merupakan sepupu, ipar, sekaligus besan dari Kertanegara berhasil mengalahkan kerajaan Singasari dan Kertanegara pun terbunuh. Jayakatwang kemudian memindahkan kerajaan tersebut menjadi kerajaan baru di Kediri. Bersama itu pula kerajaan Singasari pun usai ….(1292 )
7. Kerajaan Majapahit
A. Letak Geografis
Kerajaan Majapahit dibangun di atas Hutan Terik, sekitar tepi sungai Brantas. Berdalih sebagai pertahanan kerajaan, karena Sungai Brantas adalah pintu keluar masuk untuk mengakses wilayah utama kerajaan di Jawa Timur, baik Kadiri maupun Singasari. Desa itu dibuka dengan nama Majapahit, barangkali berhubungan dengan ditemukannya buah Maja yang pahit di daerah tersebut.
Dalam Kakawin Nagarakrtagama disebutkan pengaruh Kerajaan Majapahit sangat luas, meliputi hampir seluruh negara Indonesia sekarang, dari daerah di Pulau Sumatra di bagian barat, sampai ke Maluku di bagian timur. Luasnya daerah yang terpengaruh Majapahit itu dikuatkan oleh penjelajah Portugis, Tome Pires. Menurutnya, sampai kira- kira awal abad 15, pengaruh Majapahit masih menguasai hampir seluruh Nusantara. “Di masa itu Negeri Jawa sangat berkuasa karena kekuatan dan kekayaan yang dimilikinya, juga karena kerajaan ini melakukan pelayaran ke berbagai tempat yang jauh,” kata Tome Pires dalam catatan perjalanannya, Suma Oriental.
B.Latar Belakang Sejarah
Saat Kertanegara meninggal dalam serangan Jayakatwang pada 1292, Raden Wijaya berhasil melarikan diri bersama Aria Wirajaya ke Sumenep, Madura dan berstrategi membangun kerajaan baru. Raden Wijaya meminta ijin pada Jayakatwang untuk membuka lahan baru untuk tempat berdiam, dan Jayakatwang mengijinkannya. Dengan bantuan tentaranya dan sisa pasukan Madura, ia membersihkan lahan itu untuk ditempati. Pada saat itu seorang tentara yang haus mencoba memakan buah Maja dan ternyata rasanya pahit. Sejak saat itu, tempat tersebut dinamakan Majapahit.
Pada November 1292, pasukan Mongol mendarat di Tuban untuk membalas perlakuan Kertanegara yang mempermalukan Raja Mongol, tetapi Kertanegara telah meninggal dunia. Raden Wijaya bersekutu dengan pasukan Mongol untuk melawan kerajaan Singosari dan setelah pasukan Jayakatwang dihancurkan, Raden Wijaya berbalik melawan pasukan Mongol dan akhirnya pasukan tersebut meninggalkan wilayah Jawa. Raden Wijaya kemudian mendirikan kerajaan Majapahit yang bergelar Kertajasa Jayawardhana yang berpusat di daerah Trowulan (sekarang menjadi Kabupaten Mojokerto).
C. Sistem Perekonomian
Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara perdagangan. Dalam bidang ekonomi masyarakat di pulau Jawa telah sebagian mengenal mata uang sejak abad ke-8 pada masa kerajaan Medang yang menggunakan butiran dan keping uang emas dan perak.
Kemakmuran Majapahit didorong karena dua faktor.
- Lembah sungai Brantas dan Bengawan Solo di dataran rendah Jawa Timur utara sangat cocok untuk pertanian padi , tanahnya subur banyak menghasilkan bahan-bahan ekspor, seperti beras dan kacang-kacangan
- Pelabuhan-pelabuhan Majapahit di pantai utara Jawa mungkin sekali berperan penting sebagai pelabuhan pangkalan untuk mendapatkan komoditas rempah- rempah Maluku.
D. Sistem Kepercayaan
Berdasarkan sumber tertulis, raja-raja Majapahit umumnya beragama Siwadari aliran Siwasiddhanta, kecuali Tribuwana Tunggadewi, ibunda Hayam Wuruk, yang beragama Buddha Mahayana. Walaupun begitu, Siwa dan Buddha merupakan agama resmi Kerajaan hingga akhir tahun 1447.
E. Perkembangan Pemerintahan
Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari tahun 1350–1389. Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan bantuan Mahapatih Gajah Mada yang memiliki sumpah yang terkenal dengan “Sumpah Palapa“ yang bertekad untuk mempersatukan nausantara dibawah kekuasaannya. Berbagai cara dilakukan untuk melaksanakan sumpahnya yaitu dengan menguasai daerah daerah di sekitar baik dengan cara militer berupa penaklukan wilayah maupun dengan cara diplomasi.
Salah satu bentuk diplomasi yang dilakukan adalah saat Majapahit berusaha menguasai Kerajaan Sunda secara politik hubungan antara Sunda dan Majapahit baik-baik saja. Hanya saja para penguasa Sunda tidak pernah mau tunduk di bawah Majapahit. Peluang itu akhirnya datang, ketika putri raja Sunda, Dyah Pitaloka akan menikah dengan Hayam Wuruk, raja Majapahit. Sumber Pararaton, Kidung Sunda, Kidung Sundayana, dan Carita Parahyangan mencatat keberangkatan raja Sunda beserta rombongannya ke Majapahit untuk mengantar sang putri. Inilah kesempatan Gajah Mada untuk menuntaskan sumpahnya. Dia membuat strategi politik dengan menafsirkan kedatangan orang nomor satu Kerajaan Sunda itu sebagai pernyataan tunduk. Dia meminta sang putri sebagai persembahan dari Sunda ke Majapahit. Rombongan Kerajaan Sunda tentu saja menolak tunduk. Pernikahan pun gagal dan terjadilah Peristiwa Perang Bubat.
Menurut kakawin Nagarakertagama, daerah kekuasaan Majapahit meliputi Sumatera, Semenanjung Melayu, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tuamsik (Singapura) dan sebagian Kepulauan Filipina. Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian Selatan dan Vietnam, bahkan juga mengirim duta dutanya ke Tiongkok. Selain melancarkan serangan dan ekspedisi militer, Majapahit juga menempuh jalan diplomasi dan menjalin persekutuan Pada tahun 1377, beberapa tahun setelah kematian Gajah Mada, Majapahit melancarkan serangan laut untuk menumpas pemberontakan di Palembang.
Faktor Faktor yang mempengaruhi perkembangan kerajaan Majapahit
- Kecakapan dari Mahapatih Gajah Mada dalam menepati sumpahnya yaitu sumpah Palapa.
- Kemajuan dalam bidang perdagangan Dan kebudayaan yang sudah tergolong maju pada masa itu.
- Sudah memiliki angkatan perang yang telah terlatih dan sangat kuat pada waktu itu.
- Susunan/sistem pemerintahan yang sudah teratur, Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan birokrasi yang teratur pada masa pemerintahan Hayam Wuruk , dan tampaknya struktur dan birokrasi tersebut tidak banyak berubah selama perkembangan sejarahnya.
F. Proses Keruntuhan Majapahit
Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun 1389, Majapahit memasuki masa kemunduran akibat konflik perebutan takhta. Pewaris Hayam Wuruk adalah putri mahkota Kusumawardhani, yang menikahi sepupunya sendiri, pangeran Wikramawardhana. Hayam Wuruk juga memiliki seorang putra dari selirnya Wirabhumi yang juga menuntut haknya atas takhta. Sehingga terjadilah Perang Paregreg yang diperkirakan terjadi pada tahun 1405-1406, dimenangkan oleh Wikramarwardhana.
Pada akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15, pengaruh Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada saat bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan baru yang berdasarkan Islam, yaitu Kesultanan Malaka, mulai muncul di bagian barat Nusantara dan melemahkan kekuasaan Majapahit . Sementara itu beberapa jajahan dan daerah taklukan Majapahit di daerah lainnya di Nusantara, satu per satu mulai melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit.
Faktor faktor yang mendorong kemunduran Majapahit
- Sepeninggal Hayam wuruk dan Gajah Mada tidak ada raja raja Majapahit yang cakap dalam memerintah.
- Adanya perang saudara yang dikenal dengan Perang Paregrek yang mengakibatkan melemahnya kerajaan Majapahit.
- Dibaginya kekuasaan didalam sistem pemerintahan yang disdasarkan pada kekeluargaan atau lebih dikenal dengan tahun 1405-1406 nepotisme.
- Kemunduran bidang perdagangan disebabkan karena Majapahit tidak mampu lagi melindungi pusat-pusat perdagangan yang sangat luas itu.
- Pemberontakan yang dilakukan oleh seorang bangsawan Majapahit (Bhre Kertabumi) tahun 1468 dan ekspansi Kesultanan Demak ke wilayah-wilayah Majapahit baik di pesisir maupun pedalaman Pulau Jawa.
G. Sumber Sejarah
Prasasti
1. Prasasti Taji Gunung
Berisi tentang penyebutan dewa-dewa dengan, "Om, NamassiwayanamoBuddhaya". Artinya "Selamat, bakti kepada Siwa dan Buddha.“
2. Prasasti Sukamerta
Pada baris kedua dan ketiga nama dewa disebut, "Sri Maharaja, apanSiraPrabudewamurti, wirincinarayanasantaratma". Artinya, "Sri Maharaja, karena beliau adalah raja penjelmaan dewa, yaitu Wirinci (Brahma), Narayana (Wisnu), Sankara (Siwa)".
3. Prasasti Kudadu
Mengenai pengalaman Raden Wijaya sebelum menjadi Raja Majapahit yang telah ditolong oleh Rama Kudadu dari kejaran balatentara Jayakatwang setelah RadenWijaya menjadi raja dan bergelar Kertajaya Jayawardhana Anantawikramottunggadewa, pendudukdesa Kudadu dan Kepala desanya (Rama) diberi hadiah tanah sima.
4. Prasasti Waringin Pitu
Mengungkapkan bentuk pemerintahan dan sistem birokrasi kerajaan Majapahit yang terdiri dari 14 kerajaan bawahan.
Kitab
1. Kitab Sutasoma
Kitab ini menceritakan Seorang anak raja bernama Sutasoma.Sutasoma meninggalkan keduniawian karena ketaatannya pada agama Buddha.
2. Kitab Nagarakertagama
Dalam beberapa prasasti Majapahit yang memuat daftar dharmma upapatti para pejabat dapat dikelompokan kedalam golongan Buddha dan golongan Siwa.
3. Pustaka Arjunawijaya
Ketika raja Arjunawijaya memasuki candi Buddha, para biksu menerangkan bahwa para Jin penunggu alam yang digambarkan dalam patung-patung sama dengan parajelmaan Siwa.
4. Serat Pararaton, (bahasaKawi: "Kitab Raja-Raja").
adalah sebuah kitab naskah Sastra Jawa Pertengahan yang digubah dalam bahasa Jawa Kawi berupa 32 halaman seukuran folio yang terdiri dari 1126 baris. Isinya adalah sejarah raja-raja Singhasari dan Majapahit di Jawa Timur.
5. Kitab Sundayana.
Menceritakan tentang Peristiwa Perang Bubat antara Kerajaan Majaphit dengan kerajaan Sunda Pajajaran, dalam upaya Kerajaan Majapahit menguasai Kerajaan Sunda Pajajaran dengan cara menikahi Putri Candra Kirana namun ditengah perjalanan iring iringan penganten tersebut diserang oleh pasukan Majapahit sendiri.
6. Kitab Sorandaka dan Kitab Ranggalawe
Menceritakan tentang pemberontakan yang dilakukan oleh oleh Sora dan Ranggalawe.
7. Kitab Panjiwijayakrama
Menceritakan tentang perjalanan Raden Wijaya sampai menjadi raja Majapahit yang pertama.
Faktor-faktor yang Mendorong Keruntuhan Kerajaan Kerajaan yang bercorak Hindu Budha
Perkembangan pengaruh agama dan kebudayaan Hindu – Budha cukup besar, karena dapat mempengaruhi seluruh sector kehidupan masyarakat Indonesia. Bahkan tidakkurang dari 1000 tahun (400 – 1478 M) pengaruh Hindu – Budha dominan berkembang dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan melalui perkembangan Kerajaan Kutai hingga runtuhnya Kerajaan Majapahit.
Terdapat beberapa hal yang menyebabkan runtuhnya kerajaan-kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha di wilayah Indonesia:
- Terdesaknya kerajaan-kerajaan sebagai akibat munculnya kerajaan yang lebih besar dan lebih kuat.
- Tidak ada peralihan kepemimpinan atau kaderisasi, seperti yang terjadi pada masa kekuasaan Kerajaan Majapahit.
- Berlangsungnya perang saudara yang justru melemahkan kekuasaan kerajaan, seperti yang terjadi pada Kerajaan Syailendra dan Majapahit.
- Banyak daerah yang melepaskan diri akibat lemahnya pengawasan pemerintahan pusat dan raja-raja bawahan membangun sebuah kerajaan yang merdeka serta tidak terikat lagi oleh pemerintahan pusat.
- Kemunduran ekonomi dan perdagangan. Akibat kelemahan pemerintah pusat, masalah perekonomian dan perdagangan diambil alih para pedagang Melayu dan Islam.
- Tersiarnya dan budaya Islam, yang dengan mudah diterima para adipati di daerah pesisir. Hal ini membuat mereka merasa tidak terikat lagi dengan pemerintahan kerajaan pusat seperti pada masa kekuasaan kerajaan Majapahit.
Posting Komentar