Metode Penelitian Sejarah

 

Anak-anak, amatilah gambar di atas kemudian bandingkanlah objek dari kedua penelitian tersebut. Kesimpulan apa yang kalian perolah dari gambar di atas? Seperti ilmu yang lain, sejarah juga mempunyai objek penelitian. Objek penelitan sejarah adalah peristiwa- peristiwa penting yang terjadi pada masa lampau. Sedangkan cara yang dilakukan dalam peneltian sejarah disebut metode sejarah.

Untuk dapat menulis kembali peristiwa masa lalu menjadi suatu tulisan yang mudah difahami dan menarik, diperlukan suatu metode. Metode penelitian sejarah biasa disebut metode sejarah. Metode adalah cara, jalan, atau petunjuk pelaksaan teknis. Adapun yang dimaksud dengan penelitian adalah penyelidikan yang seksama dan teliti terhadap suatu masalah,  baik untuk mendukung atau menolak suatu teori  atau untuk mendapatkan kebenaran. Oleh karena itu dalam konteks ilmu sejarah, metode sejarah adalah proses menguji dan menganalisa secara kritis sumber sejarah dan peninggalan masa lampau dalam rangka menghasilkan gambaran yang benar tentang peristiwa itu. 

Menurut Gilbert J.Geraghan metode penelitian sejarah adalah seperangkat aturan atau prinsip sistematis untuk mengumpulkan sumber-sumber sejarah secara efektif, menilai secara kritis dan mengajukan sintetis dari hal-hal yang dicapai dalam bentuk tertulis. Senada dengan Gilbert, Louis Gottschhalk mengatakan, metode sejarah adalah suatu kegiatan mengumpulkan, menguji, dan menganalisa data yang diperoleh dari peninggalan-peninggalan masa  lalu,  kemudian  direkonstruksi  berdasarkan  data  yang diperoleh sehingga menghasilkan kisah sejarah.

Dengan menggunakan metode sejarah secara cepat, pertanyaan-pertanyaan dasar penelitian berikut ini dapat dijawab tuntas sehingga pada gilirannya mendukung sebuah historiografi yang layak. Pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud adalah :

•   Apa (peristiwa apa) yang terjadi (what)?

•   Kapan terjadinya peristiwa itu (when)?

•   Dimana terjadinya peristiwa itu (where)?

•   Siapa saja yang terlibat dalam peristiwa itu dan apa hubungaan antar pelaku (who)?

•   Mengapa peristiwa itu terjadi (why)? Apa latarbelakannya? Apa saja factor-faktor pemicunya?

•   Bagaimana proses terjadinya peristiwa itu (how)?

•   Apa dampaknya terhadap kehidupan manusia waktu itu?

Untuk lebih memahami bagaimana seorang peneliti sejarah melakukan kerja ilmiah dalam mengungkap kebenaran masa lalu, kita akan membahas langkah-langkah peneltian sejarah secara berurutan; mengumpulkan data (heuristik), melakukan verifikasi (kritik sumber), menginterpretasi data, dan menulis hasil penelitian. Proses tersebut lazim disebut dengan proses metodologis dalam penelitian, yaitu langkah-langkah atau proses yang digunakan di dalam mencari dan menemukan jalan menuju kebenaran sejarah. Sedangkan kemampuan menjalankan proses tersebut secara baik disebut kemampuan metodologis. Kemampuan metodologis sangat menentukan apakah seorang peneliti dapat dipercaya atau tidak (faktor kredibilitas). Krediilitas yang tinggi artinya  bahwa dalam pandanan komunitas sejarawan dan masyarakat, peneliti tersebut mengikuti prosedur- prosedur ilmiah atau metode ilmiah yang ketat serta bersikap serius dalam meneliti subjeknya.

Kemampuan metodologis harus juga disertai dengan kemampuan lain, yaitu kemampuan teknis. Kemampuan ini menyangkut apakah peneliti mahir menjalankan tiap-tiap tahap penelitian dengan sarana penelitian yang tersedia.

Dalam proses metodologis dan proses teknis inilah sejarawan terlibat dalam apa yang sering kita sebut proses rekonstrukturisasi masa lalu, yang hasilnya diharapkan memberikan gambaran yang benar tentang suatu peristiwa masa lalu yang diteliti itu.

Kendati  demikian,  agar proses  ilmiah  di  atas  berjalan  lancar  dan  bermutu,  sebelum melakukan tahapan penelitan   (proses metodologi, teknis), sejarawan perlu memiliki keamampuan standar, yaitu kemampuan teoritis. Kemampuan teoritis terkait erat dengan kapasitas keilmuan peneliti, yang dalam konteks penelitian akan sangat berpengaruh pada sejauh mana ia dapat menerapkan teori atau prinsip yang menjadi landasan penelitian. Kapasitas keilmuan yang tinggi umumnya menyangkut pertanyaan apakah peneliti sejarah itu berasal dari latar belakang keilmuan yang terkait dan menguasai dengan baik bidang yang ditelitinya. 

1. Heuristik

Penggalian situs kerajaan Mataram kuno

Langkah pertama di dalam penelitan sejarah adalah heuristic, namun demikian sebelum melangkah ke tindakan heuristik itu peneliti harus terlebih dahulu sudah mengetahui topik atau tema apa yang akan menjadi objek penelitiannya. Topik dipilih berdasarkan dua  pertimbangan,  yaitu kedekatan emosional  dan  kedekatan  intelektual.  Kedekatan emosional adalah hubungan pribadi antara peneliti dengan objek yang ditelitinya. Misalnya, seorang peneliti yang lahir dan tinggal di Jakarta akan lebih bagus menulis sejarah kota Jakarta daripada peneliti yang tinggal di luar kota. Kemampuan intelektual adalah tingkat pengetahuan yang dimiliki oleh seorang peneliti  terhadap objek yang ditelitinya. Misalnya, seorang ahli sejarah tentang sosial-ekonomi tidak akan mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang perkembangbiakan tanaman. Jadi, sebuah penelitian harus dilakukan oleh orang yang ahli dibidangnya.

Setelah mengetahui topik atau tema penelitian, maka peneliti dapat menggunakan langkah-langkah-langkah atau proses metodologis penelitian sejarah. Langkah pertama adalah  Heuristik. Heuristik berasal dari bahasa Yunani, heurikein yang berarti menemukan. Dalam kegiatan penelitian sejarah, heuristic berarti kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, dan menghimpun jejak- jejak masa lalu berupa sumber-sumber sejarah.

Berdasarkan  cara  memperolehnya  sumber-sumber  sejarah  itu  dapat  berupa  sumber primer dan sumber sekunder, yaitu :

  • Data primer, yaitu sumber  yang datang langsung dari  sumber pertama. Sumber primer dapat berupa keterangan langsung dari pelaku dan saksi sejarah, dokumen asli, laporan atau catatan, foto, benda peninggalan, film, dan artefak. Berbagai data primer mengenai peristiwa sekitar Proklamasi 17 Agustus 1945. (1) Tulisan tangan Naskah teks proklamasi; (2) Naskah Teks Proklamasi yang diketik oleh Sayuti Melik; (3) Ir. Soekarno tengah membaca teks Proklamasi kemerdekaan Indonesia, pada hari Jumat sekitar jam 10 pagi di Jl Pegangsaan Timur 56 Jakarta; (4) Pengibaran bendera Merah Putih; (5). Coretan-coretan di dinding-dinding tembok   bertema proklamasi kemerdekaan yang dilakukan oleh para pemuda pejuang 1945. 
  • Sumber sekunder, yaitu informasi yang diperoleh dari pihak kedua seperti buku teks, Koran, majalah, ensiklopedi, tinjauan penelitian, dan referensi-referensi lain. Sumber data sekunder tentang proklamasi kemerdekaan berupa Koran Merdeka (1), dan buku-buku karya sejarawan tentang peristiwa-peristiwa sekitar proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 (gambar 2,3, dan 4)


Berdasarkan bentuknya, sumber sejarah terdiri dari :

  • Sumber tulisan, yaitu sumber berbentuk tulisan yang mengandung informi tentang suatu peristiwa sejarah.  Contoh, prasasti, naskah, buku, dokumen tertulis, arsip, Koran, dan internet.
  • Sumber benda, yaitu sumber sejarah berbentuk artefak atau hasil-hasil budaya yang ditinggalkan   langsung   dari   zamannya.   Contoh,   peralatan   penunjang   kegiatan manusia sehari-hari, senjata, fosil, pakaian, serta bangunan-bangunan bersejarah.
  • Sumber lisan, yaitu keterangan-keterangan yang diperoleh dari pelaku dan saksi sejarah. Contoh, rekaman pidato, video, hasil wawancara.

Untuk melacak sumber-sumber tersebut, sejarawan harus dapat mencari di berbagai tempat seperti di perpustakaan dan kantor arsip atau mengunjungi situs-situs sejarah di internet.

Beberapa masalah yang kerap muncul terkait sumber sejarah yang sudah didapatkan adalah :

  • Sumber sudah sangat tua
  • Sumber   tidak   boleh   sembarangan   dibaca   (pada   daerah   tertentu   yang   boleh membacanya hanya orang-orang tertentu)
  • Kesulitan dalam memahami bahasa yang digunakan
  • Lebih banyak menggunakan tulisan angan (sumber tua)
  • Sumber masih tertutup (batas dibukanya sumber sekitar 25 tahun) 


2. Verifikasi

Gambar 3. Gambar di atas merupakan dua versi Surat Perintah 11

Maret (Supersemar). Sekilas kedu adata ini terlihat mirip, namun terdapat perbedaan yang mendasar. Temukan perbedaannya. Gunakan kritik internal dan eksternal seperti yang sudah kalian faham.


Setelah data terkumpul dan terorganisasi dengan baik, proses berikutnya adalah menguji keaslian dan keabsahan data. Proses ini lazim disebut verifikasi atau kritik sumber.

Setiap sumber harus diuji keaslian dan keabsahannya karena setiap sumber dapat saja dipengaruhi oleh prasangka, kondisi ekonomi, dan iklim politik saat penelitian berlangsung. Pengujian dilakukan dengan membandingkan, memilah, menghubung- hubungkan antar data,   demi mendapatkan data yang relevan dan paling mendekati kebenaran.

Dalam tahapan kritik sumber atau verifikasi ini, terdapat dua cara melakukan kritik sumber, yaitu:

1) Kritik  eksternal,  yaitu  kritik  terhadap  keaslian  informasi  atau  dokumen  seperti bahannya (dokumen dengan tulisannya) dan orangnya (pelaku dan saksi). Keaslian dokumen diverifikasi tidak hanya terbatas pada sumber tertulis saja, tetapi juga terhadap sumber benda (seperti artefak), penjelasan pelaku atau saksi sejarah yang sering disebut sebagai sejarah lisan, dan lain-lain.

Kritik eksternal dilakukan menyangkut pertanyaan-pertanyaan:

  • Apakah gaya bahasa dan penulisan sesuai dengan periode waktu waktu terjadinya peritiwa sejaah. Apakah gaya yang sama juga terlihat pada tulisan-tulisan lain dari penulis yang sama.
  • Apakah ada bukti bahwa penulis memperlihatkan ketidaktahuan terhadap hal atau peristiwa yang seharusnya sudah diketahui
  • Apakah penulis melaporkan hal, peristiwa, atau tempat yang seharusnya belumdapat diketahui selama periode perbuatan tulisan tersebut

Kritik  eksternal  dalam  hal  keaslian  data  terkait  dengan  pertanyaan-pertanyaan berikut :

  • Apakah data awal telah diubah, baik secara sengaja maupun tidak sengaja dengan menyalinnya?
  • Apakah dokumen itu asli atau salinan?
  • Jika tanggal dan penulis data tidak diketahui, apakah ada petunjuk internal yang menunjukkan asal mulanya ? 

2)   Kritik internal

Kritik internal adalah kritik atau verifikasi terhadap kredibilitas atau keterpercayaan data, jadi menyangkut isi informasi, apakah dapat dipercaya atau tidak. Dalam hal ini seorang pernulis harus bersifat objektif dan netral dalam menggunakan data yang telah diperoleh sehingga peristiwa sejarah itu terjamin kebenarannya. Kritik internal umumnya terkait erat dengan keabsahan (validitas) dan makna data. Dalam hal keabsahan   data,   kritik   internal   menggunakna   pertanyaan-pertanyaan   sebagai berikut:

•  Apa yang dimaksudkan penulis dengan setiap kata atau pertanyaan dalam data

•  Seberapa jauh penulis dapat dipercaya

•  Bagaimana menafsirkan (interpretasi) kata-kata yang digunakan penulis

Data sejarah atau bukti-bukti sejarah yang telah melewati verifikasi kemudian menjadi fakta sejarah. Ditinjau dari sifatnya, fakta sejarah dapat dikategorikan dalam dua jenis:

1) Fakta keras (hard fact), yaitu fakta yang telah diterima kebenarannya atau fakta yang sudah pasti dan tidak perlu untuk diperdebatkan lagi. Contoh, pada 17 Agustus 1945 Soekarno  -  Hatta  atas  nama  bangsa  Indonesia  memproklamasikan  kemerdekaan Indonesia

2) Fakta lunak (soft fact), yaitu fakta yang masih memerlukan bukti lebih kuat lagi untuk diyakini kebenarannya. Contoh, loksi pusat kerajaan Sriwijaya yang sampai saat ini masih belum dapat dipastikan dengan benar dan diskusi tentanf hal ini masih terus berlangsung.

Ditinjau dari wujudnya, fakta dapat dibedakan menjadi :

1) Fakta  mental,  yaitu  fakta  yang  bersifat  abstrak  seperti     perasaan,  pandangan, keyakinan,  dan kepercayaan.  Contoh,  gambaran  atau  pandangan  para  bangsawan terhadap nilai-nilai tradisi seperti memberi sesaji, mencuci pusaka keraton pada saat- saat tertentu, dan melakukna ritual pemujaan terhadap penguasa Laut Selatan.

2) Fakta sosial, yaitu konteks hubungan antar manusia dan situasi masyarakat pada saat peristiwa terjadi. Contohnya, bagaimana kondisi sosial masyarakat Majapahit ketika Prabu Hayam Wuruk menjadi raja. Lembaga-lembaga apasaja yang berfungsi sebagai pengatur masyarakat. Bagaiman araja mengatur kehidupan beragama warganya.


3. Interpretasi (Analitis dan Sintetis)

Koin Tipis

Adik-adik, cobalah kalian amati gambar koinpitis yang digunakan pada masa kerajaan- kerajaan Islam Nusantara di atas. Jika anda melihat koinpitis atau uang logam di atas, apa yang bisa kalian jelaskan ? 
Untuk dapat menjelaskan tentang koin di atas kalian membutuhkan pengalaman dan pengetahuan tentang uang logam serta sejarah perekonomian Indonesia. Dengan ilmu pengetahuan yang kita punya, kita dapat membaca, menfsirkan, menterjemahkan banyak sumber data sehingga mampu menyingkap misteri menjadi jelas dan terang benderang.

Tindakan menafsikan atau menterjemahkan di atas, di dalam metode penelitian sejarah disebut dengan interpretasi. Interpretasi adalah penafsiran suatu peristiwa atau memberikan pandangan teoritis terhadap suatu peristiwa sejarah berdasarkan fakta yang ada. Fakta-fakta   sejarah itu kemudian disusun sehingga menjadi rangkaian yang berhubungan selaras dan masuk akal.

Ada dua macam interpretasi, yaitu :
  1. Interpretasi  analitis,  yaitu  menguraikan  semua  sumber  yang  ada.  Menganalisis beberapa kemungkinan yang terkandung dalam suatu sumber sejarah.  Misalnya, dalam dokumen yang berisi daftar anggota wajib militer suatu negara. Dalam daftar tersebut  terdapat  sejumlah  nama  yang  menunjukkan  kekhasan  daerah  tertentu. Berdasarkan daftar tersebut dapat dianalisis bahwa anggota wajib militer itu berasal dari berbagai daerah di negara tersebut.
  2. Interpretasi sintetis, yaitu menyatukan semua sumber yang ada. Beberapa yang ada dikelompokkan menjadi satu dengan generalisasi konseptual. Misalnya, data tentang pertempuran, rapat-rapat, mobilisasi masa, penggantian pejabat, serta penurunan dan pengibaran bendera. Interpretasi sintetis dari data-data tersebut menghasilkan fakta bahwa telah terjadi revolusi.
Proses interpretasi dan penyusunan fakta bersifat selektif karena tidak mungkin semua fakta dimasukkan ke dalam cerita. Fakta yang dipilih adalah fakta yang relevan dengan topik penelitian. Interpretasi terhadap fakta sering menyebabkan perbedaan dalam penulisan sejarah,  sebab pada tahap ini muncul subjektvitas. Perbedaan interpretasi sering disebabkan oleh :
  1. Adanya pandangan yang berbeda di kalangan sejarawan 
  2. Wawasan atau pengetahuan yang terbatas
  3. Ketertarikan yang berbeda 
  4. Perbedaan idiologi
  5. Perbedaan kepentingan kelompok 
  6. Latarbelakang sosial yang berbeda
  7. Perbedaan tujuan penulisan

Tahap interpretasi adalah tahap yang paling rawan bagi timbulnya biasa dalam cerita sejarah. Disinilah integritas seorang sejarawan dipertaruhkan. Guna menghasilkan interpretasi yang baik, ada beberapa hal yang harus dimiliki oleh seorang peneliti, antara lain keterampilan dalam membaca sumber. Keterampilan ini mencakup kemampuan dalam menafsirkan makna bahasa yang digunakan pada sumber, khususnya sumber tertulis.  Misalnya,  dokumen  yang  digunakan  berbahasa  Jawa  Kuno  atau  berbahasa 

Belanda. Untuk dapat menginterpretasi isi dokumen itu, seorang peneliti harus mengetahui struktur bahasa Jawa Kuno dan struktur bahasa Belanda karena struktur bahasa pada masing-masing bahasa mempunyai karakter tersendiri.

4. Historiografi

Historiografi berasal dari bahasa latin historiographia : historia berarti sejarah, narasi dan graphia berarti penulisan. Pada tahap historiograpi, fakta-fakta yang telah dikumpulkan dikritik dan diinterpretasi kemudian disajikan dalam bentuk tulisan yang logis, sistematis, dan bermakna. Menulis cerita sejarah bukan sekedar menyusun dan merangkai fakta-fakta hasil penelitian tetapi juga menyampaikan ide, gagasan, serta emosi kita melalui interpretasi sejarah. Oleh karena itu dibutuhkan kecakapan dan kemahiran dalam menulis.
Dewasa ini, ada tuntutan baru agar historiograpi lebih dari sekedar narasi peristiwa, kendati narasi peristiwa tetap dianggap sebagai tuntutan minimal asalkan lengkap dan komprehensif.

Menurut sifatnya, terdapat dua model penulisan historiografi, yaitu :
  1. Historigrafi   diskriptif-naratif,   yaitu   penulisan  sejarah   hanya   berisi   barasi kronologisfakta peristiwa yang telah diinterpretasikan tanpa ada suatu analisis yang lebih mendalam terhadap peristiwa tersebut. Jadi model ini bersifat informatif. Menurut R.Moh.Ali, dalam  model penulisan diskriptif-naratif ini, rangkaian kejadian dan peristiwa dibuat berjajar dan berderet-deret (kronologis) tanpa menjelaskan latar belakangnya, kesalingterkaitan peristiwa, serta hubungan sebab akibat di antaranya.
  2. Historiografi deskriptif-eksplanatif atau deskritif-argumentatif, yaitu narasi peristiwa diberi bobot tambahan, yaitu analisis peristiwa. Analisis itu terutama berfokus pada hubungan  sebab  akibat  (kausalias)  serta  dampak  peristiwa  bagi  generasi  pada peristiwa itu terjadi serta bagi generasi setelahnya.
Untuk menambah ketajaman dan bobot analisis sejarah, dewasa ini pendekatan interdisipliner yang melibatkan ilmu-ilmu sosial sangat diperlukan. Pendekatan ini terutama untuk penelitan serta model penulisan sejarah diskriptif-eksplanasi. Ilmu-ilmu sosial itu diantaranya sosiologi, antropologi, psikologi, ekonomi, geografi, dan demografi.

Penggunaan ilmu-ilmu sosial ini hanya sebagai ilmu bantu dalam rangka mempertajam analisis bukan untuk dijadikan sejarah sebagia ilmu sosial. Sebab tidak seperti ilmu-ilmu sosial,peristiwa   sejarah   itu bersifat   diakronis   (memanjang   dalam   waktu   atau bekesinambungan dan dalam ruang yang terbatas atau sempit) dan idiografis (unik). Bedasarkan cakupan temanya, para sejarawan membagi historigrafi menjadi : 
  1. Historiografi sejarah dunia, yaitu suatu peristiwa yang terjadi dapat mempengaruhi perkembangan dunia internasional. Misalnya, karya yang berjudul From World to Cold War. Churchill, Roosevelt, and the Internastional History of the 1940’s, karya David Reynolds
  2. Historiografi  Sejarah  regional,  yaitu  suatu  peristiwa  yang  dapat  dirasakan  oleh kawasan tertentu, atau suatu peristiwa yang terjadi dapat mempengaruhi perkembangan di wilayah tertentu.contoh, historiografi yang berjudul Asia Tenggara dalam Kurun Waktu 1450-1680, oleh ASnthoni Reid.
  3. Historiografi sejarah nasional, yaitu sejarah yang dapat dirasakan oleh suatu negara atau dapat mempengaruhi tatanan kehidupan bangsa dan negara. Contoh, historiografi karya M.C. Ricklefs yang berjudual Sejarah Nasional Indonesia Modern1200-2008
  4. Historiografi Sejarah local, yaitu peristiwa yang terjadi hanya berpengaruh pada suatu daerah tertentu saja dan tidak menyebar ke daerah lainnya. Conoth, historiografi karya Robert B. Cribb yang berjudul Gejolak Revolusi di Jakarta 1945-1949.
Selanjutnya, perkembangan historiografi di Indonesia dibagai menjadi:
a.  Historiografi tradisional,
Historiografi tradisonal adalah tradisi penulisan sejarah setelah masyarakat Indonesia mengenal tulisan,baik pada zaman Hindu dan Budha  maupun Islam. Hasil tulisan sejarah pada masa itu disebut naskah. Contoh historiografi tradisional adalah Babad Tanah Jawi, Babad Kraton, Babad Diponegoro, Hikayat Hang Tuah, Hikayat Raja-Raja Pasai, Hikayat Silsilah Raja Perak, Hikayat Tanah Hitu, dan Kronik Banjarmasin. Adapun sifat-sifat penulisan historiografi tradisional adalah :
  • Istana sentris, yaitu penulisan sejarah untuk kepentingan kerajaan (raja dan keluarganya) yang dominan ditampilkan atau dituliskan. Kehidupan yang digambarkan seolah-olah hanya untuk kalangan istana dan sekitarnya. Kebanyakan historiografi tradisional kuat dalam silsilah tetapi lemah dalam hal kronologis dan detail-detail biografi.
  • Feodalisme sentris, yaitu penulisan yang menggambarkan kehidupan para bangsawan feodal, tidak membicarakan peran masyarakat, segi-segi sosial, dan ekonomi dari rakyatnya
  • Religi magis, yaitu penulisan sejarah yang dihubungkan dengan kepercayaan dan hal-hal yang gaib
  • Tidak membedakan hal-hal yang khayal dan hal-hal yang nyata
  • Sumber datanya sulit ditelusuri kembali bahkan terkadang mustahil untuk dibuktikan
  • Besifat region sentris (kedaerahan) , yaitu penulisan sejarah banyak dipengaruhi oleh factor kedaerahan. Misal tentang cerita gaib dan magic yang terjadi di daerah itu
  • Raja atau pemimpin dianggap mempunyai kekuatan gaib dan 19olonial yang tinggi, bertuah dan sakti
  • Tujuan penulisan sejarah tradisional adalah untuk menghormati dan meninggikan kedudukan raja.

b.  Historiografi Kolonial
Historiografi colonial merupakan penulisan sejarah warisan para penjajah. Penulisan peristiwa dilakukan untuk  kepentingan colonial. Penulisan, lebih menjolkan peran bangsa Belanda serta memberi tekanan pada aspek politik dan ekonomi. Kata-kata yang mereka gunakan sangat merugikan bangsa Indonesia, misal untuk menyebut perlawanan yang dilakukan oleh bangsa Indonesia dengan kata pemberontak. 
Berikut ciri-ciri historiografi colonial:
  • Bersifat mitologis 
  • Mengangung-agungkan peran orang-orang Belanda, semua peristiwa dilihat dari sudut pandang bangsa colonial.
  • Mengabaikan sumber local
  • Bersifat diksriminatif
  • Bersifat Eropasentris, yaitu menceritakan aktivitas bangsa-bangsa Eropa-Belanda di Hindia-Belanda.
  • Meninggikan kehebatan bangsa k20olonial dengan tujuan melemahkan semangat perjuangan rakyat Indonesia
Contoh historiografi colonial; Beknopt Leerboek Gerschiedenis van Nederlandsch Oos Indie Karya A.J.Eijkman dan F.W. Stapel, Schets eener Economische Geschiedenis van Bederlands-Indie karya G.Gonggrijp, Geschiedenis ban den Indischen Archipel karya B.H.M. Vlekke, Geschiedenis van Indonesie karya H.J. de Graaf, dan History of Java (1817) karya Thomas S. Raffles.

c.  Historiografi Modern
Historiografi modern muncul akibat tuntutan ketepatan teknik untuk mendapatkan fakta- fakta sejarah. Fakta sejarah didapat melalui penetapan metode penelitian, memakai ilmu- ilmu bantu, adanya teknik pengarsipan, dan rekonstruksi melalui sejarah lisan. Masa ini dimulai dengan munculnya studi sejarah kritis, yang menggunakan prinsip-prinsip metode penelitian sejarah. Contoh historiografi modern adalah Pemberontakan Petani Banten 1888 karya Sartono Kartodirdjo dan Revolusi Pemuda karya Benedict Anderson.
Historiografi modern tentunya berkembang sesuai dengan zaman. Historiografi masa kini sudah semakin objektif dan kritis terhadap satu peristiwa sejarah. Adapun ciri-cirinya adalah:
  1. Bersifat metodologis: sejarawan diwajibkan menggunakan kaidah-kaidah ilmiah.
  2. Bersifat kritis historis: artinya dalam penelitian sejarah menggunakan pendekatan multidimensional.
  3. Sebagai kritik terhadap historiografi nasional: lahir sebagai kritik terhadap historiografi nasional yang dianggap memiliki kecenderungan menghilangkan unsur asing dalam proses pembentukan keindonesiaan. 
  4. Munculnya peran-peran rakyat kecil


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama