Perkembangan Penjajahan Portugis di Indonesia

 “Dikasih hati minta jantung”, mungkin ungkapan ini cocok dengan sikap bangsa eropa yang awalnya hanya berdagang tetapi ternyata memiliki misi lain yang ingin menguasai nusantara. Bagaimana proses penjajahan itu terjadi?. Mari kita pelajari bersama pada materi berikut ini dan dari materi ini semoga kita bisa mengambil hikmah dari peristiwa yang terjadi pada masa lalu, sehingga peristiwa tersebut tidak akan terulang pada masa depan.

Perkembangan Penjajahan Portugis di Indonesia

Pada bulan April 1511, Albuquerque melakukan pelayaran dari Goa menuju Malaka dengan kekuatan kira-kira 1200 orang dan 17 buah kapal. Peperangan pecah segera setelah kedatangannya dan berlangsung terus secara sporadis sepanjang bulan Juli hingga awal Agustus. Pihak Malaka terhambat oleh pertikaian antara Sultan Mahmud dan putranya, Sultan Ahmad yang baru saja diserahi kekuasaan atas negara namun dibunuh atas   perintah   ayahnya.   Malaka   akhirnya   berhasil   ditaklukan   oleh   Portugis.

Alfonso Albuquerque menetap di Malaka sampai bulan November 1511, dan selama itu dia mempersiapkan pertahanan Malaka untuk menahan setiap serangan balasan orang- orang Melayu. Dia juga memerintahkan kapal-kapal yang pertama untuk mencari Kepulauan Rempah. Sesudah  itu  dia  berangkat  ke  India  dengan  kapal  besar,  dia berhasil  meloloskan  diri ketika kapal itu karam di lepas pantai Sumatera beserta semua barang rampasan yang dijarah di Malaka. 

Setelah satu kapal layar lagi tenggelam, sisa armada itu tiba di Ternate pada tahun itu juga. Dengan susah payah, ekspedisi pertama itu tiba di Ternate dan berhasil mengadakan  hubungan  dengan Sultan Aby Lais. Sultan Ternate itu  berjanji  akan menyediakan cengkeh bagi Portugis setiap tahun dengan syarat dibangunnya sebuah benteng di pulau Ternate.

Hubungan dagang yang tetap dirintis oleh Antonio de Abrito. Hubungannya dengan Sultan Ternate yang masih anak-anak, Kacili Abu Hayat, dan pengasuhnya yaitu Kacili Darwis berlangsung sangat baik. Pihak Ternate tanpa ragu mengizinkan De Brito membangun benteng pertama Portugis di Pulau Ternate (Sao Joao Bautista atau Nossa Seighora de Rossario) pada tahun 1522. Penduduk Ternate menggunakan istilah Kastela untuk benteng itu, bahkan kemudian benteng itu lebih dikenal dengan nama benteng Gamalama. Sejak tahun 1522 terjalin suatu hubungan dagang (cengkih) antara Portugis dan Ternate.


Hubungan Ternate dan Portugis berubah menjadi tegang karena upaya Portugis melakukan kristenisasi dan karena perilaku orang-orang Portugis yang tidak sopan. Pada tahun 1535, orang-orang Portugis di Ternate menurunkan Raja Tabariji (1523-1535) dari singgasananya dan mengirimnya ke Goa yang dikuasai Portugis. Disana dia masuk Kristen dan memakai nama Dom Manuel, dan setelah dinyatakan tidak terbukti melakukan hal-hal yang dituduhkan kepadanya, dia dikirim kembali ke Ternate untuk menduduki singgasananya lagi. Akan tetapi dalam perjalanannya dia wafat di Malaka pada tahun 1545. Namun sebelum wafat, dia menyerahkan  Pulau Ambon kepada orang Portugis yang menjadi ayah baptisnya, Jordao de Freitas.

Akhirnya orang-orang Portugis yang membunuh Sultan Ternate, Hairun (1535-1570) pada tahun 1570, diusir dari Ternate pada tahun 1575 setelah terjadi pengepungan selama 5 tahun. Mereka kemudian pindah ke Tidore dan membangun benteng baru pada tahun 1578. Akan tetapi Ambonlah yang kemudian menjadi pusat utama kegiatan-kegiatan Portugis di Maluku sesudah itu. Ternate sementara itu menjadi sebuah negara yang gigih menganut Islam dan anti Portugis dibawah pemerintahan Sultan Baabullah (1570-1583) dan putranya Sultan Said ad-Din Berkat Syah (1584-1606).

Diantara  para  petualang Portugis  tersebut  ada  seorang  Eropa  yang  tugasnya memprakarsai suatu perubahan yang tetap di Indonesia Timur. Orang ini bernama Francis Xavier (1506-1552) dan Santo Ignaius Loyola yang mendirikan orde Jesuit. Pada tahun 1546-1547, Xavier bekerja di tengah-tengah orang Ambon, Ternate, dan Moro untuk meletakkan dasar-dasar bagi suatu misi yang tetap disana. Pada tahun 1560-an terdapat sekitar 10.000 orang katolik di wilayah itu dan pada tahun 1590-an terdapat 50.000-an orang. Orang-orang Dominik juga cukup sukses mengkristenkan Solor. Pada tahun 1590-an orang-orang Portugis dan penduduk lokal yang beragama Kristen di sana diperkirakan mencapai 25.000 orang Selama berada di Maluku, orang- orang Portugis meninggalkan beberapa pengaruh kebudayaan mereka seperti balada- balada keroncong romantis yang dinyanyikan dengan iringan gitar berasal dari kebudayaan Portugis. Kosa kata Bahasa Indonesia juga ada yang berasal dari bahasa Portugis   yaitu   pesta,   sabun,   bendera,  meja,  Minggu,  dll.  Hal  ini  mencerminkan peranan bahasa Portugis disamping bahasa Melayu sebagai lingua franca di seluruh pelosok nusantara sampai awal abad XIX. Bahkan di Ambon masih banyak ditemukan nama-nama keluarga yang berasal dari Portugis seperti da Costa, Dias, de Fretas, Gonsalves,  Mendoza,  Rodriguez,  da  Silva,  dan  lain-lain.  Pengaruh  besar  lain  dari orang-orang Portugis di Indonesia yaitu penanaman agama Katolik di beberapa daerah timur di Indonesia.


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama