Cara Berpikir Sejarah : Sinkronik dan Diakronik


Yuk kita kenali sebuah peristiwa penting perjalanan sejarah bangsa kita. Coba kalian bandingkan bacaan di bawah ini:
Bacaan 1:
Peristiwa Proklamasi Kemerdekaan RI merupakan momentum penyemangat dari munculnya perjuangan revolusi dan diplomasi dalam menentang penjajahan dari Belanda. Proklamasi ini  memberikan dampak yang sangat besar bagi bangsa Indonesia. Secara de facto, ini menandakan sebuah keberanian yang luar biasa dari para pemimpin bangsa dalam mengambil sebuah keputusan. Proklamasi juga menjadi langkah awal pemerintah untuk mengambil langkah-langkah penting dalam menata sistem negara dan perundang-undang.

Bacaan 2:
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia merupakan salah satu peristiwa penting dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Peristiwa ini dilatar belakangi oleh menyerahnya Jepang pada Sekutu, serta disusul dengan peristiwa Rengasdengklok Pasca Proklamasi Kemerdekaan, berbagai aksi perjuangan revolusioner muncul, seperti Peristiwa 10 Nopember di Surabaya, Perang Ambarawa di Semarang, dan lain lain.

Setelah  kalian  membaca  teks  di  atas ,  apa  yang  dapat  kalian  bandingkan  dari keduanya? 
Anak-anak, ketika kita membaca suatu peristiwa sejarah yang sama, seringkali kita menemukan adanya perbedaan di keduanya. Peristiwa Sejarah pada bacaan 2 sangat fokus dalam satu topik, namun dalam waktu yang berkelanjutan, seperti pada bacaan 2. Namun peristiwa sejarah pada bacaan 1, akan kita temukan peristiwa sejarah yang menceritakan banyak sekali aspek yang dibahas, namun hanya pada satu waktu. Di dalam ilmu sejarah, maka itu disebut dengan cara berpikir diakronik dan sinkronik.

Diakronik merupakan cara berpikir sejarah yang menceritakan suatu peristiwa memanjang dalam waktu, namun terbatas dalam ruang  lingkup. Sedangkan cara berpikir sinkronik adalah menceritakan suatu peristiwa sejarah meluas dalam ruang lingkup, namun terbatas dalam waktu.

Cara Berpikir Diakronik

Secara etimologi, diakronik berasal dari bahasa Yunani dia yang berarti melintas atau melewati dan khronos yang berarti perjalanan waktu. Ilmu sejarah itu diakronis, artinya topik yang dibahas di dalamnya adalah peristiwa-peristiwa yang melintasi perjalanan waktu, yaitu dari masa dulu, sekarang, dan masa depan. Hal ini karena peristiwa-peristiwa yang dialami manusia itu tidak statis, melainkan dinamis; terus berkembang, berubah, berkesinambungan, dan bahkan mengalami pengulangan. Sifat dinamis peristiwa itu berakar pada kenyataan bahwa manusia sebagai pelaku dan penggerak sejarah juga pada hakikatnya dinamis. Sifat dinamis manusia menentukan sifat dinamis peristiwa-peristiwa sejarah.

Karena sifatnya yang dinamis itu, kita dapat mengatakan peristiwa masa dulu disebabkan oleh peristiwa yang mendahuluinya, peristiwa masa sekarang disebabkan oleh peristiwa yang terjadi pada masa lalu, dan peristiwa masa depan disebabkan oleh peristiwa yang terjadi sekarang. Ada kesatuan yang integral antara masa yang terjadi di masa lalu, masa sekarang, dan masa yang akan datang, yaitu melalui hubungan sebab-akibat (kausalitas) dan saling mempengaruhi. Jadi, cara berpikir diakronik merupakan cara berpikir dinamis, artinya memandang peristiwa dalam sebuah trasnformasi atau gerak sepanjang waktu.

Sejarah sebagai ilmu mempunyai metode sendiri yang harus digunakan oleh sejarawan dalam menulis peristiwa sejarah. Dengan menggunakan metode tersebut, seorang sejarawan mampu merekonstruksi peristiwa sejarah dengan objektif. Keobjektifan dalam menulis sejarah adalah sesuatu yang mutlak. Seorang sejarawan harus menulis apa yang sesungguhnya terjadi.

Ilmu sejarah memiliki sifat yang diakronik, yaitu memanjang dalam waktu dalam ruang lingkup yang terbatas. Sifat ini berbeda dengan ilmu-ilmu sosial yang lebih bersifat sinkronik. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sejarah mengenal proses kontinuitas atau berkelanjutan.

Gambar 1. Awan cendawan akibat ledakan bom atom di kota Hiroshima (kiri) pada tanggal 6 Agustus dan

Nagasaki (kanan), Jepang, tahun 1945. Kedua peristiwa itu  menyebabkan Jepang menyerah kepada Sekutu, dan Indonesia memanfaatkan situasi ini untuk memproklamasikan kemeredekaannya.


Berhubung dengan konsep memanjang dalam waktu dalam ruang yang terbatas, maka di dalam diakronik mengandung konsep periodisasi (berdasarkan urutan peristiwa) dan kronologis (berdasarkan urutan waktu). Jadi di dalam diakroni terdapat peristiwa dan waktu yang terususun secara berurutan.

Jika dikaitkan dengan sejarah, sesuatu yang dapat melintas, melalui, atau melampaui waktu tersebut adalah peristiwa atau kejadian. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa sejarah merupakan kumpulan peristiwa. Setiap peristiwa yang terjadi tersebut dibatasi. Oleh karena karena itu, para sejarawan dalam menyusun setiap periode sejarah dilakukan secara berurutan berdasarkan peristiwa dan waktu di dalamnya. Contohnya.
•   Masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk berlangsung  antara tahun 1350-1389
•   Perang Diponegoro (Perang Jawa) berlangsung antara tahun 1825 - 1945
•   Penjajahan Jepang di Indonesia antara tahun 1942-1945
•   Belanda menyerah kepada Jepang di Kalijati, Subang, Jawa Barat pada 8 Maret 1942.

Periode-periode tersebut sengaja diberi penanda waktu untuk menunjukkan sifatnya yang diakronik, yaitu lebih mengutamakan dimensi waktu.

Cara berpikir diakronik akan mengajarkan kepada kita untuk lebih teliti dalam mengamati gejala atau fenomena tertentu, terhadap peristiwa atau kejadian pada waktu yang tertentu.


Cara Berpikir Sinkronik

Kata sinkronik berasal  dari bahasa Yunani, yaitu  syn yang berarti ‘dengan’. Dan chromos yang berarti ‘waktu’. Adapun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sinkronik diartikan sebagai segala sesuatu yang bersangkutan dengan pristiwa yang terjadi pada suatu masa.

Kajian sejarah secara sinkronik artinya mempelajari peristiwa sejarah dengan segala aspeknya pada masa atau waktu tertentu secara mendalam. Lebih lengkapnya dapat dijelaskan bahwa konsep sinkronik dalam sejarah adalah cara mempelajari atau mengkaji, pola-pola, gejala, dan karekter dari sebuah peristiwa sejarah pada masa tertentu.secara umum, sinkronik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut;
•   Mengkaji peristiwa sejarah yang terjadi pada masa tertentu
•   Menitikberatkan kajian peristiwa pada pola-pola, gejala dan karakter
•   Bersifat horizontal
•   Tidak ada konsep perbandingan
•   Cakupan kajian lebih sempit dari diakronik
•   Kajiannya sistematis
•   Sifat kajian mendalam

Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa sinkronik dalam sejarah adalah kajian yang lebih menitikberatkan pada penelitian gejala-gejala yang meluas dari sebuah peristiwa tetapi dengan waktu yang terbatas. Sebagi contoh, seorang sejarawan ingin menyusun sejarah perekonomian bangsa Indonesia pada zaman Jepang. hal yang akan dia lakukan adalah meneliti gejala atau fenomena gejala atau fenomena perkembangan kehidupan ekonomi bangsa Indonesia yang terjadi pada masa pendudukan Jepang itu saja, tidak ada tulisan yang membandingkan dengan kondisi ekonomi masa pendudukan Jepang di tempat lain. Jika menerapkan konsep sinkronik, sejarawan tersebut hanya akan mengamati semua yang  terkait  dengan  masalah perekonomian  tersebut  secara mendalam  dan terstruktur.

Konsep sinkronik mengutamakan penggambaran ruang lingkup yang luas dan memiliki kurun waktu yang pendek. Hal ini membuat proses analisis peristiwanya bersifat menyeluruh, tetapi dalam jangka waktu yang pendek. Oleh karena itu, dalam berpikir sinkronik, kita akan memerlukan bantuan ilmu sosial lainnya. Konsep berpikir sinkronik akan membantu kita memahami lebih dalam dan menyeluruh terhadap suatu peristiwa sejarah.

Dalam sejarah perjalan umat manusia, peristiwa sejarah dapat menunjukkan kehidupan karena sejarah mempelajari aktivitas manusia dalam konteks waktu. Dengan memperhatikan aspek waktu, akan terlihat perubahan kehidupan manusia. Perubahan tersebut dapat berupa aspek, politik, ekonomi, soisal, dan budaya. Aspek-aspek tersebut memiliki hubungan yang saling terkait.


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama