4.
Kerajaan Mataram Kuno (Medang)
A. Letak
Kerajaan
Kerajaan Mataram Hindu, berlokasi
di pedalaman
Jawa tengah, di sekitar
daerah yang banyak dialiri sungai.
Letak ibu kota
kerajaan secara
tepat belum dapat dipastikan, ada
yang menyebut Medang di
Poh Pitu,
Ri Medang ri
Bhumi Mataram. Daerah
yang dimaksud
belum jelas,
kemungkinan
besar di daerah Kedu sampai sekitar Prambanan
(berdasarkan letak prasasti yang ditemukan).
B. Segi Sosial Budaya.
Masyarakat Mataram Kuno terbilang maju dalam
hal
budaya, terbukti
dengan banyaknya
bangunan candi
yang dibuat,
Termasuk dua
Candi besar yang
sangat
termahsyur. Tidak lain adalah Candi Borobudur yang dibuat pada masa pemerintahan
Samaratungga dari dinasti Syailendra yang bercorak Budha. Dan yang kedua adalah Candi
Prambanan yang dibangun pada masa pemerintahan Rakai Pikatan dan selesai pada masa
pemerintahan Daksa dari
Dinasti Sanjaya
yang bercorak Hindu.
C.
Sistem Ekonomi
Penduduk Medang sejak periode Bhumi Mataram pada umumnya bekerja sebagai petani. Kerajaan Medang memang terkenal sebagai negara agraris, sedangkan saingannya,
yaitu kerajaan Sriwijaya merupakan negara
maritim.
Melihat dari letak wilayah kerajaan yang berada di dekat aliran sungai, dan informasi dari
prasasti canggal yang menyebutkan jawa kaya akan padinya, kemungkinan besar mata
pencaharian penduduknya
sebagian besar
dari bercocok tanam.
D.
Sistem Kepercayaan
Agama resmi Kerajaan Medang pada masa pemerintahan Sanjaya adalah Hindu aliran Siwa. Ketika wangsa Syailendra berkuasa, agama resmi kerajaan berganti menjadi
Budha aliran Mahayana. Pemerintahan kedua dinasti yang berbeda agama, dapat berjalan
dengan rukun. Dibawah pemerintahan Dinasti Syailendra toleransi agama masih terjaga.
Terbukti dengan Candi-candi yang berada di Jawa Tengah bagian utara bercorak Hindu,
Sedangkan bagian selatan bercorak Budha. Hal
ini menjadi bukti bahwa kerukunan
hidup
umat beragama di Indonesia
sudah ada sejak dulu. Kemudian pada
saat
Rakai Pikatan dari Wangsa Sanjaya
berkuasa , agama Hindu dan Budha tetap hidup
berdampingan dengan penuh toleransi.
E. Perkembangan Pemerintahan berdasarkan Sumber Sejarah
Dua prasasti peninggalan Mataram Hindu sama-sama menyebutkan nama Sanjaya
yang merupakan
anak dari Sanna, Raja ketiga Galuh, yang beristri Sannaha. Sannaha
adalah cucu ratu Shima,
Penguasa Kerajaan Kaling. Adapun kedua Prasasti dari Kerajaan
Mataram Hindu adalah
Prasasti Canggal dan
Prasasti Mantyasih.
1.
Prasasti
Canggal
Prasasti Canggal yang ditandai dengan Candrasengkala Cruti Indra Rasa = 654 C =
732 M. ditemukan di kompleks Candi Gunung Wukir, Desa Kadiluwih, Kecamatan Salam,
Kabupaten Magelang,
Jawa Tengah.
Prasasti
ini
berbahasa sanskerta dan
hurufnya
Pallawa isinya adalah asal-usul Sanjaya, Menurut prasasti ini Jawa awalnya dipimpin oleh
Raja
Sanna,
ia memerintah dengan sangat adil, setelah ia wafat, digantikan oleh putranya yang bernama Sanjaya. Diceritakan
Sanjaya melakukan pembangunan lingga di bukit
Stirangga, Desa Kuntjarakuntja di prasasti ini. Selain itu dijelaskan pula
keadaan pulau jawa yang
sangat makmur, kaya akan padi dan emas. Keadaan kerajaan digambarkan sangat tentram.
Daftar Raja Raja Mataram (berdasarkan Prasasti Canggal)
1.
Sanjaya, pendiri Kerajaan Medang
2. Rakai Panangkaran, awal
berkuasanya Wangsa Syailendra
3.
Rakai Panunggalan alias Dharanindra
4. Rakai Warak alias Samaragrawira
5.
Rakai Garung alias Samaratungga
6. Rakai Pikatan suami Pramodawardhani, awal
kebangkitan Wangsa Sanjaya
7.
Rakai Kayuwangi alias Dyah Lokapala
9.
Rakai Watukura Dyah Balitung
10. Mpu Daksa
11.
Rakai Layang Dyah Tulodong
13. Mpu Sindok, awal periode Jawa Timur (Sri Isyana Dharmottungga) mendirikan
dinasti Isyana
14. Sri
Lokapala suami Sri Isanatunggawijaya
16. Dharmawangsa Teguh,
Kerajaan Medang/Mataram
berakhir akibat
terjadinya
Pralaya. Menantu Dharmawangsa bernama Airlangga berhasil meloloskan diri dan
mendirikan kerajaan Kahuripan.
2.
Prasasti
Mantyasih
Prasasti Mantyasih atau Prasasti
Balitung berangka
tahun 829
Çaka atau
bertepatan dengan 11 April 907 M, ditulis
dengan menggunakan
aksara dan berbahasa Jawa Kuno. Prasasti ini berasal dari Wangsa Sanjaya. Prasasti Mantyasih ditemukan di
Kampung Meteseh Kidul, Desa Meteseh, Kecamatan Magelang Tengah, Kota Magelang,
Provinsi Jawa
Tengah. Isinya adalah
daftar silsilah
raja-raja
Mataram
sebelum
Raja
Balitung. Prasasti ini dibuat sebagai upaya
melegitimasi Balitung sebagai pewaris tahta
yang sah, sehingga menyebutkan raja-raja sebelumnya yang berdaulat penuh atas wilayah kerajaan Mataram Kuno. Nama raja yang ditulis antara lain:
1.
Raja
Sanjaya,
2. Rakai Panangkaran,
3.
Rakai Panunggalan,
4. Rakai Warak,
5.
Rakai Garung,
6. Rakai Pikatan,
7. Rakai Kayuwangi,
8.
Ratu Watuhumalang,
9. Rakai Watukura
Dyah Balitung.
Setelah Sanjaya wafat,
penggantinya adalah Rakai Panangkaran, kuat dugaan bahwa
semenjak masa kekuasaan Rakai Panangkaran
, Dinasti Syailendra (dari Kerajaan Sriwijaya) mulai mengasai Mataram dan
menjadikan raja-raja dari Dinasti Sanjaya sebagai bawahan. Hal
ini diperkuat dengan bukti bahwa Rakai Panangkaran, kerap
membangun candi bercorak Budha pada masa pemerintahannya seperti Candi
Sewu,
Plaosan, dan Kalasan. Pembangunan Candi Kalasan sendiri merupakan perintah dari
Maharaja Wisnu, Raja dari Dinasti Syailendra.
Setelah Rakai Panangkaran, Dinasti Syailendra masih
berkuasa atas Mataram Kuno selama
kurang lebih satu
abad.
Beradasarkan Prasasti Kalasan: Rakai Panangkaran mendapat perintah dari Raja
Wisnu untuk mendirikan bangunan suci bagi Dewi Tarra (Berupa Candi Kalasan yang bercorak Budha) dan menghadiahkan desa
kalasan bagi Sanggha (Budha)
Sampai pada akhirnya terjadi pernikahan antara antara Rakai
Pikatan (Dinasti
Sanjaya)
dengan Pramodhawardhani pernikahan tersebut ditentang oleh Balaputradewa adik
Pramodhawardhani (Dinasti Syailendra). Balaputradewa sendiri kalah dan
menyingkir ke Sriwijaya, tempat nenek
moyangnya. Kelak dibawah pimpinan
Balaputradewa, Sriwijaya mencapai jaman keemasaan.
Dengan demikian berakhirlah kekuasaan
Dinasti Syailendra atas Mataram Kuno. Dibawah Pemerintahan Rakai Pikatan wilayah kekuasaan Mataram Kuno meluas sampai
ke Jawa Timur. Adapun setelah Rakai Pikatan wafat, Raja yang
menggantikannya secara berturut-turut
adalah Rakai
Kayuwangi, Ratu
Watuhumalang, Rakai
Watukura
Dyah
Balitung, Daksa (910 –919) Tulodong (919 – 921) dan Wawa (921 – 927). Wawa adalah
raja terakhir Dinasti Sanjaya.
Konflik Tahta Periode
Jawa Tengah
Pada masa pemerintahan Rakai Kayuwangi putra Rakai Pikatan (sekitar 856 – 880–an), ditemukan beberapa prasasti atas nama raja-raja lain, yaitu Maharaja Rakai Gurunwangi dan Maharaja Rakai Limus Dyah Dewendra. Hal ini menunjukkan kalau pada saat itu Rakai Kayuwangi bukanlah
satu-satunya maharaja
di Pulau Jawa. Sedangkan menurut prasasti Mantyasih, raja sesudah Rakai Kayuwangi adalah Rakai Watuhumalang.
Dyah Balitung yang diduga merupakan menantu Rakai Watuhumalang
berhasil mempersatukan kembali kekuasaan seluruh Jawa, bahkan sampai Bali. Mungkin karena
kepahlawanannya itu,
ia dapat mewarisi takhta mertuanya. Pemerintahan
Balitung
diperkirakan berakhir karena terjadinya kudeta oleh Mpu Daksa yang mengaku sebagai keturunan asli Sanjaya. Ia sendiri kemudian digantikan oleh menantunya, bernama Dyah Tulodhong. Tidak diketahui dengan
pasti apakah proses suksesi ini berjalan
damai ataukah
melalui kudeta pula. Tulodhong akhirnya tersingkir oleh pemberontakan
Dyah Wawa yang sebelumnya menjabat sebagai pegawai pengadilan.
F. Keruntuhan Kerajaan Mataram
Sesudah Dyah Wawa wafat digantikan menantunya yaitu Mpu Sindok selanjutnya memindahkan kerajaannya ke Jawa Timur dan mendirikan dinasti baru yaitu Dinasti
Isyana pada tahun 928 M. Konon pemindahan ini dikarenakan letusan Gunung Merapi,
gempa vulkanik, dan hujan material vulkanik yang membuat kacau banyak daerah
di Jawa
Tengah.
Menurut teori van Bammelen, perpindahan istana
Medang dari Jawa
Tengah menuju Jawa Timur disebabkan oleh letusan Gunung Merapi yang sangat dahsyat. Konon sebagian puncak Merapi hancur. Kemudian lapisan tanah begeser
ke arah barat daya sehingga terjadi
lipatan, yang antara lain, membentuk Gunung Gendol dan
lempengan Pegunungan Menoreh. Letusan tersebut disertai
gempa bumi dan hujan material vulkanik berupa abu dan batu. Di Jawa timur ini Mpu
Sindok melanjutkan
Kerajaan Medang Kamulan.
Istana Medang
yang diperkirakan
kembali berada di Bhumi Mataram hancur. Tidak diketahui dengan pasti apakah Dyah Wawa tewas dalam bencana alam tersebut ataukah sudah meninggal sebelum peristiwa itu terjadi, karena
raja
selanjutnya yang bertakhta di Jawa Timur bernama Mpu Sindok yang
menjabat sebagai Rakryan Mapatih
Hino mendirikan istana baru di daerah Tamwlang. Prasasti tertuanya berangka tahun 929. Dinasti yang
berkuasa di Medang
periode
Jawa Timur
bukan lagi
Sanjayawangsa, melainkan sebuah keluarga baru
bernama Isanawangsa, yang merujuk pada gelar abhiseka Mpu
Sindok yaitu
Sri
Isana Wikramadharmottungga.
Permusuhan dengan Sriwijaya
Kekuasaan Wangsa Sailendra meliputi Kerajaan
Medang
dan
juga kerajaan
Sriwijaya di pulau Sumatra. Hal ini ditandai
dengan
ditemukannya Prasasti Ligor tahun 775 yang menyebut
nama Maharaja Wisnu dari Wangsa Sailendra sebagai
penguasa Sriwijaya.
Hubungan
senasib antara Jawa dan Sumatra berubah
menjadi permusuhan ketika Wangsa Sanjaya bangkit kembali memerintah Medang. Menurut teori de Casparis,
sekitar tahun 850–an, Rakai Pikatan
berhasil menyingkirkan seorang anggota Wangsa
Syailendra bernama Balaputradewa putra Samaragrawira.
Balaputradewa kemudian menjadi raja Sriwijaya di mana ia tetap menyimpan
dendam terhadap Rakai Pikatan. Perselisihan antara kedua raja ini berkembang menjadi
permusuhan turun-temurun pada generasi selanjutnya. Selain itu, Medang dan Sriwijaya
juga bersaing untuk menguasai lalu lintas perdagangan di Asia
Tenggara.
Rasa permusuhan
Wangsa
Sailendra
terhadap
Jawa terus berlanjut
bahkan ketika Wangsa Isana berkuasa. Sewaktu Mpu Sindok memulai periode Jawa Timur,
pasukan Sriwijaya datang menyerangnya. Pertempuran
terjadi di daerah Anjukladang
(sekarang Nganjuk, Jawa Timur) yang dimenangkan oleh pihak Mpu Sindok.
G.
Akhir
Pemerintahan Kerajaan Mataram
Peristiwa Mahapralaya
Mahapralaya adalah peristiwa
hancurnya istana
Medang di
Jawa Timur berdasarkan berita dalam prasasti Pucangan. Tahun terjadinya peristiwa tersebut tidak
dapat dibaca dengan jelas sehingga muncul
dua versi pendapat. Sebagian sejarawan menyebut Kerajaan Medang runtuh pada tahun 1006, sedangkan
yang lainnya menyebut
tahun 1016.
Raja terakhir Medang
adalah Dharmawangsa Teguh, cicit Mpu
Sindok. Kronik
Cina dari Dinasti Song mencatat telah beberapa kali Dharmawangsa mengirim pasukan untuk menggempur ibu kota Sriwijaya sejak ia
naik
takhta
tahun 991.
Permusuhan
antara Jawa dan Sumatra semakin memanas saat
itu.
Pada tahun 1006 Dharmawangsa lengah.
Ketika ia
mengadakan pesta perkawinan
putrinya, istana Medang
di Wwatan diserbu oleh Aji Wurawari dari Lwaram yang
diperkirakan sebagai sekutu Kerajaan Sriwijaya. Dalam peristiwa tersebut,
Dharmawangsa
tewas.
Tiga tahun kemudian, seorang pangeran berdarah campuran Jawa–Bali yang lolos
dari Mahapralaya tampil membangun kerajaan baru sebagai kelanjutan Kerajaan
Medang. Pangeran
itu bernama Airlangga
yang
mengaku bahwa
ibunya adalah
keturunan Mpu Sindok.
Kerajaan yang
ia dirikan kemudian lazim disebut
dengan
nama Kerajaan Kahuripan.
Tabel Perkembangan Pemerintahan Kerajaan Mataram
MATARAM DI JAWA TENGAH |
||
Sebelah |
|
Sebelah Selatan : Dinasti Syailendra |
Utara |
: |
|
Dinasti |
|
|
Sanjaya |
|
|
Corak |
Corak Budaya :
Budha Prasati Kelurak
:
Pembuatan
Arca Mansjuri
Sebagai perwujudan Budha, Dharma
dan Sanggha Banyak terdapat Candi Budha : Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Pawon, Candi Kalasan,Candi Sewu |
|
Budaya
: |
||
Hindu |
||
Berdasarka |
||
n
:
Prasati |
||
Canggal, |
||
Pendirian |
||
Lingga di |
||
desa |
||
Canggal |
||
oleh Raja |
||
Sanjaya. |
||
Lingga |
||
adalah |
||
lambang |
||
Dewa
Siwa |
||
Banyak |
||
terdapat |
||
Candi |
||
Hindu : |
||
Candi |
||
Prambanan |
||
, Candi |
||
Gedongson |
||
go, Candi |
||
Ratuboko, |
||
Candi |
||
Sambisari |
||
Susunan |
Susunan Pemerintahan Berdasarkan
Prasasti Kalasan |
|
Pemerinta |
||
han |
||
Berdasarka |
||
n Prasati |
||
Mantyasih |
||
Rakai |
Raja Bhanu |
|
Mataram |
Sang Ratu |
|
|
Sanjaya |
|
|
Rakai Panang
Raja
Wisnu Prasati Kalasan: Rakai Panangkaran
mendapat perintah dari Raja Wisnu untuk mendirikan bangunan suci bagi Dewi Tarra dan menghadiahkan desa Kalasan bagi
Sanggha (budaya Budha). Bangunan
yang dimaksud adalah
Candi Kalasan yang
bercorak Budha |
||
Rakai |
Raja Indra |
|
Panunggala |
||
n |
||
Rakai |
Raja Samaratungga |
|
Warak |
||
Rakai |
Balaputera Dewa |
|
Garung |
||
Rakai Pikatan M
Pramodhawardani
Terjalin
pernikahan
antara Rakai
Pikatan dengan Pramodhawardani,
akibat
pernikahan keduanya, terjadi penyatuan
Dinasti Sanjaya dengan Dinasti Syailendera, yang ditentang oleh Balaputeradewa mengakibatkan dirinya tersingkir ke Sriwijaya. Sejak saat itu kekuasaan atas Mataram dipegang oleh
Dinasti Sanjaya, Yaitu : |
||
Rakai
Kayuwangi |
||
Rakai
Watuhumalang |
||
Dyah
Balitung |
||
Dyah
Daksa |
||
Dyah
Tulodong |
||
Dyah
Wawa |
||
Mpu Sindok (Sri Isyana
WikramaDharmottungga) mendirikan Dinasti Isyana
dan memindahkan pusat pemerintahan ke Jawa
Timur |
||
karan
5.
Kerajaan Kediri
A. Letak Kerajaan Kediri
Letak kerajaan Kediri berada di Jawa Timur, berpusat di Daha atau sekarang kita
kenal dengan Kota Kediri. Asal usul kota Daha berasal dari Dhanapura, artinya kota api.
Mengenai lokasi kerajaan Kediri ini, bersumber dari salah satu prasasti peninggalan yang
berhasil ditemukan yakni Prasasti Pamwatan. Prasasti ini dikeluarkan oleh raja Airlangga, raja
pertama sekaligus pendirinya.
Namun yang menarik disini adalah sebelum pusat ibu kota berada di kota Daha,
ternyata keberadaannya di wilayah
Kahirupan.
Hal ini sesuai dengan isi prasasti tersebut
yang dikeluarkan pada
tahun 1042 dan berita Serat Calon Arang.
Lebih jelasnya,
lihatlah gambar lokasi kerajaan Kediri dibawah ini:
B.
Latar
Belakang
Sejarah
Pada tahun
1041 atau 963 M Raja Airlangga memerintahkan membagi kerajaan menjadi dua bagian. Pembagian kerajaan tersebut dilakukan
oleh
seorang Brahmana yang terkenal akan kesaktiannya yaitu
Mpu Bharada. Kedua kerajaan tersebut dikenal
dengan Kahuripan
menjadi Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) yang dibatasi oleh
gunung Kawi dan
sungai
Brantas dikisahkan
dalam prasasti Mahaksubya (1289 M), kitab
Negarakertagama (1365 M), dan kitab Calon Arang (1540 M). Tujuan pembagian kerajaan menjadi dua agar
tidak terjadi pertikaian.
Sri Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat bernama Panjalu yang berpusat di kota
baru, yaitu Daha. Sedangkan Mapanji Garasakan mendapatkan
kerajaan timur bernama Janggala yang berpusat di kota
lama,
yaitu Kahuripan.
C.
Sistem Kepercayaan
Sistem kepercayaan yang berkembang di kerajaan
Kediri adalah Hindu Syiwa, hal tersebut didasarkan
pada keterangan:
1. Kerajaan kediri letaknya di daerah pedesaan bukan di pesisir sehingga kediri adalah
kerajaan agraris. Pada umumnya masyarakat beragama hindu tinggal di daerah
desa atau pedalaman bukan pesisir.
2. Arca yang ditemukan di desa Gayam, Kediri itu tergolong langka karena untuk
pertama kalinya ditemukan patung Dewa Syiwa
Catur
Muka
atau
bermuka
empat.seperti yang kita ketahui bahwa Dewa Syiwa adalah salah satu dewa dari
agama hindu.
3. Pada tahun 1041 atau 963 M Raja Airlangga memerintahkan
membagi kerajaan menjadi
dua bagian.
Pembagian kerajaan tersebut
dilakukan oleh seorang
Brahmana yang terkenal akan kesaktiannya yaitu Mpu Bharada. Kasta Brahmana adalah
istilah dari agama hindu.
4. Jayawarsa adalah raja pertama kerajaan Kediri dengan prasastinya yang berangka tahun 1104. Ia menamakan dirinya sebagai titisan Wisnu. Dewa Wisnu adalah dewa dari agama Hindu.
D. Sistem Perekonomian
Mata pencarian utama rakyat kerajaan kediri adalah
bercocok tanam
dan maritim,mereka telah mengenal emas dan uang. Sungai Brantas di jadikan sebagai penghubung daerah perdalam dengan daerah
pesisir dalam melakukan
aktifitas perdagangan antar
pulau dan keberadaan
Sungai Brantas membuat wilayah Kediri subur untuk
lahan Pertanian.
E. Karya Sastra Peninggalan Kerajaan Kediri
Selain kerajaan Kediri memperoleh kekuasaan yang besar, hal lainnya yang
diketahui dari Kerajaan Kediri yaitu seni sastra yang cukup mendapat perhatian pada
masa itu di Kerajaan Kediri.
1. Kitab Krisnayana
ditulis pada
masa pemerintahan Raja
Jayawarsa.
2.
Kitab Bharatayuda dibuat pada masa
pemerintahan Raja Jayabaya yang ditulis oleh
Mpu Sedah dan Mpu Penuluh.
3. Kitab Arjuna Wiwaha dibuat pada masa pemerintahan Raja Jayabaya ditulis oleh
Mpu Kanwa. Dalam kitab ini diceritakan kisah perkawinan Raja Airlangga dengan puteri
dari kerajaan Sriwijaya.
F. Perkembangan Pemerintahan
Kerajaan
Kediri
mencapai
puncak
kejayaanna di masa pemerintahan Raja Sri
Jayabaya , hingga kerajaan Kediri daerahnya terus meluas. Yang awalnya berasal dari Jawa
Tengah, kemudian terus meluas ke
hampir
seluruh daerah Pulau Jawa berhasil dikuasai. Sejarah tentang masa-masa kejayaan
yang pernah digapai oleh kerajaan Kediri, semakin kuat dengan adanya berita atau catatan dari kronik Cina, yaitu Liung-wa-tai-a, sebuah karya dari Chou Ku-fei pada tahun
1178 masehi. Isinya yaitu pada Negeri paling kaya (di masa kerajaan Kediri dipimpin Raja Sri Jayabaya) selain Cina secara berurutan yaitu Arab,
Jawa, dan Sumatra. Saat itu yang berkuasa di Arab adalah Bani Abbasiyah, di Jawa adalah
Kerajaan Panjalu
(Kediri), sedangkan Sumatra dikuasai Kerajaan Sriwijaya.
G.
Masa Keruntuhan
Keruntuhan
kerajaan Kediri bermula ketika terjadi perselisihan antara
Raja
Kertajaya dengan kaum brahmana. Kaum brahmana tersebut meminta pertolongan dari
seorang yang bernama Ken Arok. Dan Ken Arok ini merupakan pemimpin dari daerah
Tumapel yang sangat ingin memisahkan diri dari kerajaan Kediri. Karena selama ini
kerajaan Tumapel
merupakan bawahan dari kerajaan Kediri.
Pertempuran antara Kerajaan Kediri dengan rakyat Tumapel yang didukung penuh
oleh Ken Arok terjadi di daerah desa Ganter atau daerah-daerah sekitarnya. Dan akhirnya
pasukan yang
dipimpin
oleh Ken
Arok berhasil mengalahkan
pasukan Kediri yang
dipimpin oleh Kertajaya pada
tahun 1222 M.
Dengan kekalahan
kerajaan
Kediri
di
daerah
dekat dengan desa
Ganter, maka runtuh juga kerajaan Kediri tersebut, karena kekalahannya sangat telak. Dan setelah
kerajaan Kediri kalah, maka menjadi wilayah bawahan dari kerajaan Singhasari - Tumapel
yang dipimpin oleh
Ken Arok. Kediri dikuasai kerajaan Singhasari.
Kemudian Ken Arok mengangkat Jayasabha, yang merupakan putra dari Kertajaya
sebagai bupati dari daerah Kediri. Dan tahun 1258 M Jayasabha digantikan putranya yang
bernama Sastrajaya. Demikian juga tahun 1271 M Sastrajaya digantikan putranya, yang
bernama Jayakatwang. Pada masa Jayakatwang inilah, dia berusaha membangun kembali
kerajaan Kediri yang telah runtuh, dengan memberontak pada Kerajaan Singhasari yang
saat itu berada dibawah kekuasaan Raja Kertanegara. Hingga akhirnya Raja Kertanegara
terbunuh dan pasukan dari kerajaan Singasari berhasil dikalahkan. Jayakatwang berhasil
mendirikan
kembali kerajaan Kediri yang telah runtuh. Akan tetapi tidak lama kemudian pasukan yang dipimpin oleh Raden Wijaya berhasil meruntuhkan kembali kerajaan Kediri. Raden Wijaya merupakan menantu dari Raja Kertanegara yang telah terbunuh sebelumnya. Sejak saat itu kerajaan Kediri benar-benar runtuh dan tidak bisa bangkit
kembali.
6.
Kerajaan Singhasari
A. Letak Geografis
Letak Kerajaan Singhasari diperkirakan berada di sekitar Supit Urang, yakni lahan
di sekitar pertemuan antara Sungai Brantas dan Sungai Bango. Dalam catatan Rafles yang
ditulis
1882 menyebut sebuah wilayah bernama
Kutorejo atau Kota Raja. Sebuah
permukiman kuno yang ditunjukkan dengan sebuah peta topografi yang diterbitkan pada
1811. “Supit Urang,
karena berbentuk
seperti supit udang,” ujarnya.
Kota Raja, katanya, merupakan kota kuno, sebelum bersalin nama menjadi Kutho
Bedah. Kawasan Kutho Bedah dipastikan
merupakan
pusat pemerintahan Kerajaan
Singhasari dibuktikan
dengan lokasinya yang strategis. Secara geo strategis
lokasi Kutho Bedah di wilayah berbukit yang cocok untuk pertahanan
dan mengawasi pergerakan
musuh.
Saat itu, Tumapel tengah melewati masa
konflik dengan Kerajaan Kadiri.
Secara alamiah,
katanya, Kota Raja
berfungsi sebagai
benteng
sekaligus pusat
pemerintahan. Jejak bekas permukiman kuno dan pusat pemerintahan juga ditemukan
bekas parit
dan reruntuhan bata
kuno. Juga ada temuan
arkeologis
berupa
pecahan
gerabah, keramik, arca
dan
umpak.
B. Awal Pembentukan Kerajaan
Sebelum mengadakan persekutuan dengan para Brahmana untuk menyerang Raja
Kerajaya
(Kediri)
Ken
Arok pada
mulanya berasal
dari
Sebuah desa
kecil yaitu Singasari
yg termasuk
wilayah
Tumapel,dia
adalah anak buah
Tunggul
Ametung penguasa di Tumapel,
namun ia
membunuh
Tunggul Ametung
karena jatuh cinta
pada istrinya,
Ken Dedes. Kemudian
mendirikan
Kerajaan yang
kemudian dikenal dengan
sebutan Kerajaan Singasari.
Dengan kekalahan kerajaan Kediri dibawah pimpinan Kertajaya di desa Ganter, maka runtuh juga kerajaan Kediri tersebut, karena kekalahannya sangat telak. Dan setelah
kerajaan Kediri kalah,
maka menjadi wilayah
bawahan dari kerajaan
Singhasari -
Tumapel yang dipimpin oleh Ken Arok. Kediri dikuasai kerajaan Singhasari.
C.
Sistem Kepercayaan
Di dalam keagamaan pada masa kerajaan Singasari terjadi sekatisme antara Agama
Hindu dan Budha, dan melahirkan
Agama Syiwa Budha pemimpinya
diberi jabatan
Dharma Dyaksa. Sedangkan Kartanegara menganut Agama Budha Mahayana dengan
menjalankan Upacara keagamaan secara Pestapora sampai mabuk untuk mencapai
kesempurnaan dalam hal ini Kartanegara menyebut dirinya Cangkandara (pimpinan dari semua agama).
D.
Sistem Perekonomian: Perdagangan dan Pertanian
Dengan disebutnya alat angkut pedati dan perahu, dapatlah disimpulkan
bahwa perdagangan
antardesa cukup ramai. Apalagi di wilayah Singasari terdapat dua sungai
besar, Bengawan
Solo
dan Kali Brantas yang
dimanfaatkan untuk mengairi lahan
pertanian dan lalu lintas perdagangan air. Perdagangan mulai mendapatkan
perhatian
cukup besar semasa Kertanegara memerintah. Kertanegara mengirimkan ekspedisi militer
ke Melayu (Pamalayu) untuk merebut
kendali perdagangan di sekitar Selat Malaka. Pada masa ini memang Selat Malaka merupakan jalur sutera yang dilalui oleh para pedagang
asing.
E. Sumber Sejarah
Prasasti
1.
Prasasti
Mula Malurung
Prasasti Mula
Malurung
adalah
piagam pengesahan
penganugrahan desa
Mula dan desa Malurung untuk tokoh bernama Pranaraja. Prasasti ini berupa
lempengan-lempengan tembaga yang diterbitkan Kertanagara pada tahun
1255 sebagai raja muda di Kadiri, atas perintah ayahnya Wisnuwardhana raja
Singhasari.
2.
Prasasti
Singosari
Prasasti Singosari, yang
bertarikh tahun 1351 M, ditemukan di Singosari,
Kabupaten Malang, Jawa Timur dan sekarang disimpan di Museum Gajah dan
ditulis dengan
Aksara Jawa.
3.
Prasati
Wurare
Prasasti Wurare adalah sebuah prasasti yang isinya memperingati penobatan
arca Mahaksobhya di
sebuah tempat bernama Wurare (sehingga prasastinya disebut Prasasti Wurare). Prasasti ditulis dalam bahasa Sansekerta, dan bertarikh 1211 Saka atau 21 November 1289.
Arca tersebut sebagai penghormatan dan perlambang bagi Raja Kertanegara dari kerajaan
Singhasari, yang dianggap oleh keturunannya telah mencapai derajat
Jina (Buddha Agung).
4.
Arca amoghapasa
Arca ini dikirimkan
Kertanegara kepada Dharmasraya, penguasa kerajaan
melayu sebagai tanda
bahwa kerajaan
tersebut telah
dikuasai oleh
Kertanegara dalam setelah melakukan
ekspedisi Pamalayu.
Karya
Sastra Peninggalan Kerajaan Singasari
Kitab Pararaton
Ditulis oleh beberapa pujangga dan menceritakan
tentang perjalanan Ken Arok
dalam membangun kerajaan Singhasari serta kekuasaan raja raja Singasari . Pararaton dalam bahasa Kawi mempunyai arti "Kitab Raja-Raja"
, adalah sebuah kitab
naskah Sastra Jawa Pertengahan yang digubah dalam bahasa Jawa Kawi. Isinya adalah sejarah raja-raja Singhasari dan Majapahit
di Jawa Timur. Kitab ini juga dikenal dengan nama "Pustaka Raja",
yang dalam Bahasa Sanskerta juga berarti "Kitab Raja-Raja".
Tidak terdapat catatan yang menunjukkan siapa penulis
Pararaton.
F. Perkembangan Pemerintahan
Silsilah Wangsa Rajasa (Penguasa kerajaan)
Terdapat perbedaan
antara
kitab
Pararaton dan
Nagarakertagama dalam menyebutkan urutan raja-raja
Singasari.
➢ Versi Pararaton
1. Ken Arok alias Rajasa
Sang Amurwabhumi (1222 – 1247 M)
2.
Anusapati (1247 – 1249 M) Putera Ken Dedes dengan Tunggul
Ametung
3. Tohjaya (1249 –
1250 M) Putera Ken Dedes dengan Ken Umang
4. Ranggawuni alias Wisnuwardhana
(1250 – 1272 M) Putera Anusapati , Cucu
Tiri Ken Arok
5. Kertanagara
(1272 – 1292 M) Putera Wisnuwardhana
➢ Versi Nagarakretagama
1. Rangga Rajasa Sang Girinathaputra (1222 – 1227 M)
2. Anusapati (1227 –
1248
M)
3. Wisnuwardhana
(1248 – 1254
M)
4. Kertanagara
(1254 – 1292 M)
Puncak Kejayaan
Kerajaan Singasari mencapai puncak kejayaannya pada
masa pemerintahan raja
Kertanegara (tahun 1268
sampai 1292 M). Ia adalah raja tersukses kerajaan
Singasari
karena mempunyai cita-cita untuk
menyatukan seluruh nusantara. Ia naik tahta
pada tahun 1268 dengan gelar Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara.
Langkah-langkah yang dilakukan raja
Kertanegara yang menjadi faktor pendukung kejayaan:
1. Mengganti pejabat-pejabat tua
dengan yang baru.
2. Menggalang kerjasama
(persekutuan) dengan kerajaan lain.
3. Melakukan
ekspedisi PAMALAYU (1275
&
1286 M) untuk menguasai kerajayaan serta
untuk
melemahkan posisi kerajaan Sriwijaya
di
selat
Malaka.
4. Menguasai Bali (1284 M).
5. Menguasai Jawa
barat (1289 M).
6. Menguasai Pahang dan Tanjung pura , Kalimantan.
G.
Masa
Kemunduran kerajaan Singasari
Raja Kertanegara berhasil menundukkan kerajaan Dharmasraya yang merupakan penguasa Sumatera melalui ekspedisi Pamalayu dan menguasai kerajaan Bali. Ia juga
menolak permintaan
Kubilai Khan
untuk
mengakui
kekuasaan Mongol.
Di
sisi
lain,
strategi penaklukan kekuasaan di luar jawa berdampak pada
lemahnya
sistem pertahaan
di dalam kerajaan. Sebab, Kertanegara mengerahkan angkatan perang guna mendukung
penaklukan terhadap kerajaan lain.
Akibatnya, ketika
terjadi pemberontakan
oleh bupati Gelanggelang
yaitu
Jayakatwang , kerajaan Singasari tidak lagi memiliki kekuatan pertahanan. Jayakatwang yang merupakan
sepupu, ipar, sekaligus besan dari Kertanegara berhasil mengalahkan
kerajaan Singasari dan Kertanegara pun terbunuh. Jayakatwang kemudian memindahkan
kerajaan tersebut menjadi kerajaan baru di Kediri. Bersama itu pula kerajaan Singasari
pun usai ….(1292 )
7.
Kerajaan Majapahit
A. Letak Geografis
Kerajaan Majapahit
dibangun di atas Hutan
Terik,
sekitar tepi sungai Brantas.
Berdalih sebagai pertahanan kerajaan, karena Sungai Brantas adalah pintu keluar masuk
untuk mengakses wilayah utama kerajaan di Jawa Timur, baik Kadiri maupun Singasari.
Desa itu dibuka dengan nama Majapahit, barangkali berhubungan dengan ditemukannya buah
Maja
yang pahit di daerah tersebut.
Dalam Kakawin Nagarakrtagama
disebutkan pengaruh Kerajaan Majapahit sangat
luas, meliputi hampir seluruh negara Indonesia sekarang, dari daerah
di Pulau Sumatra di
bagian barat,
sampai
ke
Maluku
di
bagian
timur. Luasnya
daerah
yang terpengaruh
Majapahit itu dikuatkan oleh penjelajah Portugis, Tome Pires.
Menurutnya, sampai kira-
kira awal
abad 15, pengaruh Majapahit masih menguasai hampir
seluruh Nusantara. “Di
masa itu Negeri Jawa sangat berkuasa karena kekuatan dan kekayaan yang dimilikinya,
juga karena kerajaan ini melakukan pelayaran ke berbagai tempat yang jauh,” kata Tome Pires
dalam catatan perjalanannya, Suma Oriental.
B. Latar Belakang Sejarah
Saat Kertanegara meninggal dalam serangan Jayakatwang pada 1292, Raden Wijaya
berhasil melarikan diri bersama Aria Wirajaya ke Sumenep, Madura dan berstrategi
membangun kerajaan
baru. Raden
Wijaya
meminta
ijin pada Jayakatwang untuk
membuka lahan baru untuk
tempat berdiam, dan Jayakatwang mengijinkannya. Dengan bantuan tentaranya dan sisa pasukan Madura, ia membersihkan lahan itu untuk ditempati
. Pada saat
itu
seorang tentara yang haus mencoba memakan buah Maja dan ternyata
rasanya pahit. Sejak saat
itu, tempat tersebut dinamakan Majapahit.
Pada November
1292,
pasukan Mongol mendarat
di
Tuban untuk membalas
perlakuan Kertanegara yang mempermalukan
Raja Mongol, tetapi Kertanegara telah meninggal dunia.
Raden Wijaya bersekutu dengan
pasukan Mongol untuk melawan
kerajaan Singosari dan setelah pasukan Jayakatwang dihancurkan, Raden Wijaya berbalik melawan pasukan Mongol dan akhirnya pasukan tersebut
meninggalkan wilayah Jawa.
Raden Wijaya kemudian mendirikan kerajaan
Majapahit yang bergelar Kertajasa
Jayawardhana yang berpusat di daerah Trowulan (sekarang menjadi Kabupaten Mojokerto).
C.
Sistem Perekonomian
Majapahit merupakan negara
agraris dan sekaligus negara perdagangan. Dalam bidang ekonomi masyarakat di pulau Jawa telah sebagian mengenal mata uang sejak abad ke-8
pada masa kerajaan Medang yang
menggunakan
butiran
dan
keping uang
emas dan
perak.
Kemakmuran Majapahit
didorong karena dua faktor.
1. Lembah sungai Brantas dan Bengawan
Solo di dataran
rendah Jawa Timur utara sangat cocok untuk pertanian padi , tanahnya subur banyak menghasilkan bahan-
bahan ekspor, seperti beras dan kacang-kacangan
2. Pelabuhan-pelabuhan
Majapahit di
pantai utara
Jawa mungkin sekali
berperan
penting sebagai
pelabuhan
pangkalan
untuk
mendapatkan
komoditas
rempah- rempah Maluku.
D. Sistem Kepercayaan
Berdasarkan sumber tertulis, raja-raja Majapahit umumnya beragama Siwadari
aliran Siwasiddhanta, kecuali Tribuwana Tunggadewi, ibunda Hayam Wuruk, yang beragama Buddha Mahayana. Walaupun begitu,
Siwa
dan Buddha merupakan agama
resmi Kerajaan hingga akhir tahun 1447.
E. Perkembangan Pemerintahan
Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari tahun 1350–
1389.
Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya
dengan bantuan
Mahapatih Gajah Mada yang memiliki
sumpah yang terkenal dengan “Sumpah Palapa“
yang bertekad untuk
mempersatukan nausantara dibawah kekuasaannya. Berbagai cara dilakukan
untuk melaksanakan sumpahnya yaitu dengan menguasai daerah daerah di
sekitar baik dengan cara militer berupa penaklukan wilayah maupun dengan cara diplomasi.
Salah satu bentuk diplomasi yang dilakukan
adalah saat Majapahit
berusaha
menguasai Kerajaan Sunda secara politik hubungan antara Sunda dan Majapahit baik-baik saja.
Hanya saja
para penguasa Sunda tidak pernah mau tunduk di bawah Majapahit. Peluang itu akhirnya datang, ketika putri raja Sunda, Dyah
Pitaloka akan menikah dengan Hayam Wuruk, raja Majapahit. Sumber Pararaton, Kidung Sunda, Kidung
Sundayana, dan Carita
Parahyangan mencatat
keberangkatan
raja Sunda beserta rombongannya
ke Majapahit untuk mengantar sang putri. Inilah kesempatan Gajah Mada
untuk menuntaskan sumpahnya. Dia membuat
strategi politik dengan
menafsirkan
kedatangan orang nomor satu Kerajaan Sunda itu sebagai pernyataan
tunduk. Dia
meminta sang putri sebagai persembahan dari Sunda ke Majapahit. Rombongan Kerajaan
Sunda tentu saja menolak tunduk. Pernikahan pun
gagal dan terjadilah Peristiwa Perang Bubat.
Menurut kakawin Nagarakertagama,
daerah kekuasaan
Majapahit meliputi
Sumatera, Semenanjung Melayu, Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Nusa Tenggara,
Maluku, Papua, Tuamsik
(Singapura) dan sebagian Kepulauan Filipina. Majapahit juga memiliki hubungan
dengan Campa, Kamboja, Siam, Birma bagian Selatan dan
Vietnam,
bahkan juga mengirim duta dutanya ke Tiongkok. Selain melancarkan serangan dan ekspedisi militer, Majapahit
juga menempuh jalan
diplomasi dan
menjalin persekutuan
Pada tahun 1377, beberapa tahun setelah kematian Gajah Mada, Majapahit
melancarkan
serangan laut untuk
menumpas pemberontakan di Palembang.
Faktor Faktor yang mempengaruhi perkembangan kerajaan Majapahit
1.
Kecakapan dari Mahapatih Gajah Mada dalam menepati sumpahnya yaitu sumpah
Palapa.
2. Kemajuan dalam bidang perdagangan Dan kebudayaan yang sudah tergolong maju pada masa itu.
3. Sudah memiliki angkatan perang yang telah terlatih dan sangat kuat pada waktu itu.
4. Susunan/sistem pemerintahan yang sudah teratur, Majapahit memiliki struktur
pemerintahan dan susunan birokrasi yang teratur pada masa pemerintahan Hayam
Wuruk , dan tampaknya struktur
dan birokrasi tersebut tidak banyak berubah
selama perkembangan sejarahnya.
F.
Proses Keruntuhan Majapahit
Setelah wafatnya Hayam
Wuruk pada tahun 1389, Majapahit memasuki masa kemunduran akibat konflik
perebutan takhta. Pewaris Hayam Wuruk adalah putri
mahkota Kusumawardhani, yang menikahi sepupunya sendiri,
pangeran Wikramawardhana. Hayam Wuruk
juga memiliki seorang putra
dari selirnya Wirabhumi yang juga
menuntut haknya atas takhta. Sehingga terjadilah Perang Paregreg yang diperkirakan terjadi pada tahun 1405-1406, dimenangkan oleh Wikramarwardhana.
Pada akhir abad ke-14 dan
awal abad ke-15, pengaruh Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada saat bersamaan,
sebuah kerajaan perdagangan baru
yang berdasarkan Islam, yaitu Kesultanan
Malaka, mulai muncul
di bagian
barat Nusantara dan melemahkan kekuasaan Majapahit . Sementara itu beberapa jajahan dan
daerah taklukan Majapahit di daerah lainnya di Nusantara, satu per
satu
mulai melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit.
Faktor faktor yang mendorong
kemunduran Majapahit
1. Sepeninggal Hayam wuruk dan Gajah Mada tidak ada raja raja Majapahit yang cakap
dalam memerintah.
2. Adanya perang saudara yang dikenal dengan Perang Paregrek yang mengakibatkan
melemahnya kerajaan Majapahit.
3. Dibaginya kekuasaan didalam
sistem pemerintahan yang disdasarkan
pada kekeluargaan atau lebih
dikenal dengan tahun 1405-1406
nepotisme.
4. Kemunduran bidang perdagangan disebabkan karena Majapahit tidak mampu lagi
melindungi pusat-pusat
perdagangan yang sangat
luas itu.
5. Pemberontakan yang dilakukan
oleh
seorang bangsawan Majapahit (Bhre
Kertabumi)
tahun 1468
dan
ekspansi Kesultanan
Demak ke wilayah-wilayah
Majapahit baik di pesisir maupun pedalaman Pulau Jawa.
G. |
Sumber Sejarah Prasasti |
|
||
1. |
Prasasti
Taji Gunung Berisi tentang |
penyebutan |
dewa-dewa |
dengan, "Om, |
NamassiwayanamoBuddhaya". Artinya "Selamat, bakti kepada Siwa dan
Buddha.“
2.
Prasasti
Sukamerta
Pada baris kedua dan ketiga nama
dewa
disebut, "Sri Maharaja, apanSiraPrabudewamurti,
wirincinarayanasantaratma".
Artinya,
"Sri Maharaja,
karena beliau adalah raja penjelmaan dewa, yaitu Wirinci
(Brahma), Narayana
(Wisnu), Sankara
(Siwa)".
3.
Prasasti
Kudadu
Mengenai pengalaman Raden Wijaya
sebelum menjadi Raja Majapahit yang telah ditolong oleh Rama Kudadu dari kejaran balatentara Jayakatwang setelah RadenWijaya menjadi
raja
dan bergelar Kertajaya Jayawardhana Anantawikramottunggadewa, pendudukdesa Kudadu dan Kepala desanya (Rama) diberi hadiah tanah sima.
4.
Prasasti
Waringin Pitu
Mengungkapkan bentuk pemerintahan dan sistem birokrasi kerajaan Majapahit yang terdiri dari 14 kerajaan bawahan.
Kitab
1. Kitab Sutasoma
Kitab ini menceritakan
Seorang anak raja bernama Sutasoma.Sutasoma meninggalkan keduniawian karena ketaatannya pada agama
Buddha.
2.
Kitab Nagarakertagama
Dalam beberapa prasasti Majapahit yang memuat daftar dharmma upapatti
para pejabat dapat dikelompokan kedalam golongan Buddha
dan golongan Siwa.
3.
Pustaka Arjunawijaya
Ketika raja Arjunawijaya memasuki candi Buddha, para biksu menerangkan
bahwa para Jin penunggu alam yang digambarkan dalam patung-patung sama
dengan parajelmaan Siwa.
4.
Serat Pararaton, (bahasaKawi: "Kitab Raja-Raja").
adalah
sebuah kitab naskah Sastra Jawa Pertengahan
yang digubah dalam bahasa Jawa Kawi berupa 32 halaman seukuran folio yang terdiri dari 1126 baris. Isinya
adalah sejarah
raja-raja Singhasari dan Majapahit di Jawa
Timur.
5.
Kitab Sundayana.
Menceritakan tentang Peristiwa Perang Bubat antara Kerajaan Majaphit dengan kerajaan Sunda Pajajaran, dalam upaya Kerajaan Majapahit menguasai Kerajaan
Sunda Pajajaran
dengan cara
menikahi
Putri
Candra
Kirana
namun
ditengah
perjalanan
iring
iringan
penganten tersebut diserang
oleh pasukan
Majapahit sendiri.
6.
Kitab Sorandaka dan Kitab Ranggalawe
Menceritakan
tentang pemberontakan
yang dilakukan oleh oleh Sora dan
Ranggalawe.
7.
Kitab Panjiwijayakrama
Menceritakan tentang perjalanan Raden Wijaya sampai menjadi raja Majapahit yang pertama.
Faktor-faktor
yang Mendorong
Keruntuhan
Kerajaan Kerajaan yang
bercorak
Hindu Budha
Perkembangan
pengaruh agama dan
kebudayaan Hindu – Budha cukup
besar, karena dapat
mempengaruhi seluruh sector kehidupan masyarakat Indonesia. Bahkan tidakkurang dari 1000 tahun (400 – 1478 M) pengaruh Hindu – Budha dominan
berkembang dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan melalui perkembangan Kerajaan Kutai hingga
runtuhnya Kerajaan Majapahit.
Terdapat beberapa
hal yang menyebabkan runtuhnya kerajaan-kerajaan yang
bercorak
Hindu-Buddha di wilayah
Indonesia:
1. Terdesaknya
kerajaan-kerajaan
sebagai
akibat munculnya kerajaan yang
lebih
besar
dan
lebih kuat.
2. Tidak ada peralihan kepemimpinan atau kaderisasi, seperti yang terjadi pada masa kekuasaan Kerajaan Majapahit.
3. Berlangsungnya perang
saudara
yang justru
melemahkan
kekuasaan kerajaan, seperti yang terjadi pada Kerajaan Syailendra dan Majapahit.
4. Banyak daerah yang melepaskan diri akibat lemahnya pengawasan pemerintahan pusat dan raja-raja bawahan membangun sebuah kerajaan yang merdeka serta
tidak terikat lagi oleh pemerintahan pusat.
5. Kemunduran ekonomi
dan perdagangan. Akibat
kelemahan pemerintah
pusat, masalah perekonomian dan perdagangan diambil alih para pedagang Melayu dan
Islam.
6. Tersiarnya dan budaya Islam, yang dengan mudah diterima para adipati di daerah pesisir. Hal ini membuat mereka merasa tidak terikat lagi dengan pemerintahan
kerajaan pusat seperti
pada masa kekuasaan kerajaan Majapahit.
Posting Komentar