KERAJAAN KERAJAAN HINDU BUDHA TERTUA DI INDONESIA



 1.     Kerajaan Kutai

A.      Letak Geografis

Letak kerajaan Kutai diperkirakan berada di daerah Muarakaman di tepi sungai

Mahakam,  Kalimantan  Timur.  Sungai  tersebut  adalah  sungai  yang  cukup  besar  dan memiliki beberapa anak sungai. Lokasi pertemuan antar sungai Mahakam dengan anak

sungainya diperkirakan adalah letak Muarakaman di masa lampau. Sungai Mahakam

dapat dilayari dari pantai hingga masuk ke Muarakaman, sehingga sangat strategis untuk menjadi jalur perdagangan. Kemungkinan besar, itulah penyebab orang-orang dari tanah India telah hadir di sana meskipun Kutai tidak berada di jalur internasional yang telah diketahui khalayak dunia.

Letak geografis Kerajaan Kutai berada pada jalur perdagangan antara Cina dan India. Kerajaan Kutai menjadi tempat yang menarik untuk disinggahi para pedagang. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kegiatan perdagangan telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Kutai, disamping pertanian. Letak geografis Kerajaan Kutai yang berada menjorok ke daerah pedalaman, menyebabkan Kutai menjadi tempat yang menarik sebagai persinggahan bagi para pedagang dari Cina dan India

B.       Awal Terbentuknya

Kerajaan Kutai pertama ini bernama Kerajaan Kutai Martadipura awal berdirinya dipimpin oleh Maharaja Kudungga bergelar anumerta Dewawarman. Nama Maharaja

Kundungga  ditafsirkan  sebagai  nama  asli  orang  Indonesia  yang  belum  terpengaruh

budaya lain

C.       Sumber Sejarah

Prasasti Kutai

Keberadaan kerajaan Kutai diketahui berdasarkan sumber berita yang ditemukan yaitu berupa prasasti yang berbentuk yupa (tiang) batu berjumlah 7 buah. Prasasti Yupa ini  berangka  tahun  475  M  (abad  5)  dapat  dikatakan

merupakan prasasti tertua diantara prasasti prasasti yang ditemukan di Indonesia sehingga sering dijadikan sebagai

acuan awal masuknya bangsa Indonesia ke dalam jaman

sejarah.  Prasasti  ini  menggunakan  huruf  Pallawa  dan bahasa sansekerta.

Dari ke tujuh buah Yupa tersebut, baru tiga buah Yupa yang dapat dibaca, yaitu:


a)       Berisi silsilah:

“Sang Mahārāja Kundungga, yang amat mulia,

mempunyai        putra        yang        mashur,        Sang

Aśwawarmman  namanya,  yang  seperti  Angśuman

(dewa Matahari) menumbuhkan keluarga yang sangat mulia. Sang Aśwawarmman mempunyai putra tiga, seperti api (yang suci). Yang terkemuka dari ketiga putra itu ialah Sang lawarmman, raja yang berperadaban baik, kuat, dan kuasa. Sang Mūlawarmman telah mengadakan kenduri (selamatan yang dinamakan) emas- amat-banyak. Untuk peringatan kenduri (selamatan) itulah tugu batu ini didirikan oleh para brahmana.

 

b)       Tempat sedekah:

“Sang Mulawarman, raja yang mulia dan terkemuka telah memberi sedekah

20.000  ekor  lembu  kepada  para  Brahmana  di  tempat  tanah  yang  sangat  suci

Waprakeswara.”

 

c)       Masa Kejayaan :

Yang terkemuka dari ketiga putra itu ialah Sang Mūlawarmman, raja yang berperadaban baik, kuat, dan kuasa. Sang Mūlawarmman telah mengadakan kenduri (selamatan yang dinamakan) emas-amat-banyak. Untuk peringatan kenduri (selamatan) itulah tugu batu ini didirikan oleh para Brahmana”

Keterangan yang di dapat dari Prasasti Yupa ini adalah:

      Silsilah Raja raja kerajaan Kutai, menunjukan pada abad 5 di  Indonesia telah berdiri sebuah Kerajaan yaitu Kerajaan Kutai.

       Dilihat dari namanya, Kudungga masih berbudaya Indonesia asli sehingga

belum memilki kasta.

       Budaya   India   baru   masuk   ke   Kutai   pada   masa   pemerintahan   Raja

Aswawarman.

       Pendiri Kerajaan adalah Kudungga, dan pendiri Dinasti adalah Aswawarman.

 

D.       Corak Kebudayaan dan Kepercayaan

Kepercayaan yang berkembang pada masyarakat Kutai adalah Hindu, hal tersebut didasarkan pada keterangan yang terdapat pada Prasasti Kutai, Yaitu:

    Raja   Aswawarman   pernah   mengadakan   upacara   Vratyastoma   yaitu   upacara

pensucian diri untuk pengakuan Kasta, Kasta adalah system pelapisan Sosial pada masyarakat Hindu.

    Raja     Mulawarman     kerap     mengadakan     upacara     diatas     sebidang     tanah

Wavrakesywara yaitu tanah suci yang dipersembahkan untuk Dewa Syiwa, salah satu dewa dalam agama Hindu.

    Raja Mulawarman kerap mengadakan selamatan dengan mempersembahkan 20.000 ekor sapi kepada para Brahmana yang merupakan binatang yang disucikan oleh umat

Hindu, Kaum Brahmana adalah salah satu kasta umat Hindu.


Tetapi di luar golongan brahmana dan ksatria, sebagian besar masyarakat Kutai masih menjalankan adat istiadat dan kepercayaan asli mereka. Jadi, walaupun Hindu telah menjadi agama resmi kerajaan, masih terdapat kebebasan bagi masyarakatnya untuk menjalankan kepercayaan aslinya.

 

E.       Sistem Ekonomi

Kehidupan ekonomi di kerajaan Kutai tergambar dalam salah satu Yupa dalam prasasti Kutai, yang isinya, seperti berikut ini:

 

“(Tugu ini ditulis untuk (peringatan) dua (perkara) yang telah disedekahkan oleh  sang  Mulawarman  yakni  segunung  minyak,  dengan lampu  dan  malai bunga)”

 

Berdasarkan isi salah satu Yupa tersebut dapat disimpulkan beberapa kegiatan ekonomi yang dikembangkan masyarakat Kutai yaitu antara lain:

 

a)       Pertanian

Adanya minyak dan bunga malai, kita dapat menyimpulkan bahwa sudah ada usaha dalam bidang pertanian yang dilakukan oleh masyarakat Kutai.

 

b)       Kerajinan dan Pertukangan

Lampu-lampu seperti yang disebutkan dalam Prasasti Tugu dihasilkan dari usaha dibidang kerajinan dan pertukangan. Hal ini menunjukkan bahwa kedua

bidang usaha tersebut sudah berkembang di lingkungan masyarakat Kutai

 

c)       Pertanian dan Perdagangan

Mulawarman, raja yang mulia dan terkemuka telah memberi sedekah 20.000 ekor sapi kepada para Brahmana yang seperti api. Bertempat didalam tanah yang sangat suci Waprakeswara, buat peringatan akan kebaikan didirikan Tugu ini)”

Kehidupan ekonomi yang dapat disimpulkan dari prasasti tersebut adalah keberadaan sapi yang dipersembahkan oleh Raja Mulawarman kepada Brahmana.

Keberadaan  sapi  menunjukkan  adanya  usaha  peternakan  yang  dilakukan  oleh rakyat Kutai.

 

Arca-arca yang ditemukan oleh para arkeolog menunjukkan bahwa arca tersebut bukan berasal dari Kalimantan, tetapi berasal dari India. Selain itu letak geografis Kerajaan Kutai berada pada jalur perdagangan antara Cina dan India. Kerajaan Kutai menjadi tempat yang menarik untuk disinggahi para pedagang. Hal tersebut memperlihatkan bahwa kegiatan perdagangan telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Kutai, disamping pertanian.

 

F.       Sistem Pemerintahan

Sejak muncul dan berkembangnya pengaruh Hindu (India) di Kalimantan Timur, terjadi perubahan dalam bentuk pemerintahan, yaitu dari pemerintahan suku dengan

kepala suku yang memerintah menjadi kerajaan dengan seorang raja sebagai kepala pemerintahan.

Dalam sistem kerajaan, raja dianggap keturunan dewa yang harus disembah oleh bawahan dan rakyatnya. Oleh karena itu raja memiliki hak untuk menyelenggarakan

pemerintahan secara mutlak dan turun – temurun berdasarkan garis kasta

Berikut beberapa raja yang pernah memerintah Kerajaan Kutai:

 

1.       Raja Kudungga

Merupakan  raja  pertama  yang  berkuasa  di  kerajaan  kutai.  Diperkirakan

Kudungga  masih  berbudaya  Indonesia  dan  pengaruh  Hindu  baru  masuk  ke


 

 

 

wilayahnya. Dari namanya, para ahli memperkirakan bahwa ia sama sekali tidak memeluk Hindu. Barulah putranya atau kemungkinan menantunya yang bernama Aswawarman yang menjadi seorang Hindu. Kedudukan Raja Kudungga pada awalnya adalah  kepala suku. Dengan masuknya pengaruh  Hindu, ia mengubah struktur pemerintahannya menjadi kerajaan dan mengangkat dirinya sebagai raja, sehingga penggantian raja dilakukan secara turun temurun.

 

2.       Raja Aswawarman

Jika pada masa Kudungga belum menganut Hindu maka barulah pada masa putranya (atau kemungkinan menantunya) yang bernama Aswawarman yang menjadi seorang Hindu. Dengan melalaui upacara vratyastoma, Di tanah Hindustan, upacara ini bertujuan memupus hukuman kepada seseorang yang membuatnya dikeluarkan dari kasta. Namun, dalam konteks kerajaan Kutai, para ahli menduga tujuan vratyastoma sedikit  berbeda.  Yaitu  sebagai  daerah  yang  baru  menerima pengaruh Hindu, upacara tersebut ditujukan sebagai penanda seseorang memeluk Hindu sekaligus masuk kasta. Pada masa pemerintahannya, wilayah kekuasaan Kutai diperluas lagi. Hal ini dibuktikan dengan dilakukannya Upacara Asmawedha pada masanya. Dalam upacara itu dilaksanakan pelepasan kuda dengan tujuan untuk menentukan batas kekuasaan Kerajaan Kutai.

 

3.       Raja Mulawarman

Merupakan anak dari Raja Aswawarman yang menjadi penerusnya. Raja Mulawarman adalah raja terbesar dari Kerajaan Kutai dan banyak disebut dalam Prasasti Kutai karena besar kemungkinan Prasasti Kutai dibuat pada masa pemerintahannya.

 

G.       Masa Keruntuhan

Didalam sejarah disebutkan bahwa Kerajaan Kutai runtuh saat raja Kerajaan Kutai terakhir yang bernama Maharaja Dharma Setia tewas di tangan Raja Kutai Kartanegara

ke-13,  Aji  Pangeran  Anum  Panji  Mendapa.  Kerajaan  Kutai  Kartanegara  selanjutnya

menjadi Kerajaan Islam yang bernama Kesultanan Kutai Kartanegara.

Kutai Kartanegara selanjutnya menjadi kerajaan Islam. Sejak tahun 1735 kerajaan Kutai Kartanegara yang semula rajanya bergelar Pangeran berubah menjadi bergelar Sultan (Sultan Aji Muhammad Idris) dan hingga sekarang disebut Kesultanan Kutai Kartanegara.



2.     Kerajaan Tarumanegara

 

A.      Letak Geografis

Menurut para ahli arkeolog, letak Kerajaan Tarumanegara berada di Jawa Barat di tepi Sungai Cisadane, yang saat ini merupakan wilayah Banten. Kerajaan Tarumanegara

berpusat di Sundapura, yang saat ini dikenal sebagai Bekasi. Wilayah kekuasan Kerajaan

Tarumanegara     hampir     meliputi     seluruh wilayah   Jaw Barat   da Banten Bahkan,

Kerajaan      Tarumanegara      juga      memiliki

pengaruh  besar  pada  kerajaan  yang  ada  di

Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Mengenai letak ibukota Tarumanegara dengan keratonnya masih belum bisa dipastikan. Tetapi berdasarkan ilmu bahasa Prof Dr. Poerbatjaraka memperkirakan bahwa letak Keraton Taruma itu di daerah Bekasi. Hal tersebut     berdasarkan     keterangan     yang


terdapat pada Prasasti Tugu tentang penggalian Sungai Chandrabaga   yang alirannya melewati istana sebelum sampai ke laut,dengan alasan bahwa Sungai Chandrabhaga adalah   dalam bahasa sansakerta,   sementara dalam bahasa Indonesia menjadi Bhaga Candra, Candra yang dalam bahasa Indonesia adalah bulan, dalam bahasa sunda adalah sasih, sehingga Bhaga Candra  menjadi Bhagasasih, yang lambat laun berubah menjadi Bekasi.

Di daerah Bekasi sendiri, sejak tahun-tahun yang lalu telah ditemukan alat-alat prasejarah seperti pahat dan kapak batu serta pecahan-pecahan periuk. Kecuali benda- benda prasejarah juga terdapat benda-benda yang sudah masuk masa-masa jauh setelah zaman Batu-Baru dan Perunggu Besi. Tidak jauh dari Bekasi yakni di Cibuaya, Rengasdengklok pada tahun 1952 pernah ditemukan area Wishnu yang usianya kurang lebih dari abad ke-7, dimungkinkan area tersebut berasal dari masa Tarumanegara.

  

B.      Awal Terbentuknya

Berdasarkan  naskah  wangsakerta  Tarumanegara  didirikan  oleh  Rajadirajaguru

Jayasingawarman pada tahun 358. Rajadirajaguru Jayasingawarman merupakan seorang Maharesi atau Pendeta dari Salankayana di India, dia mengungsi ke Nusantara karena kerajaan tempat asalnya ditaklukan Kerajaan Magadha.

Dalam  naskah  itu,  dikatakan  pada  abad  ke-4  Masehi  nusantara  didatangi  oleh sejumlah pengungsi dari India yang mencari perlindungan akibat terjadi peperangan

besar di sana. Umumnya pengungsi tersebut berasal dari daerah kerajaan Palawa dan

Calankaya di India. Salah satu rombongan pengungsi tersebut dipimpin oleh seorang Maharesi yang bernama Jayasingawarman. Ketika telah mendapatkan persetujuan dari raja Dewawarman VIII, raja Salakanagara maka mereka membangun tempat pemukiman baru di dekat sungai Citarum. Pemukiman tersebut disebut Tarumadesya (desa Taruma).

Sepuluh tahun berjalan ternyata desa ini banyak didatangi oleh orang-orang, sehingga Tarumadesya menjadi besar. Pada akhirnya wilayah yang hanya setingkat desa tersebut berkembang menjadi kota (nagara). Diduga bahwa nama asli kerajaan Taruma adalah kerajaan Aruteun. Hal ini sesuai dengan catatan sejarah Cina, bahwa negeri Ho-lo- tan (Aruteun) di  She-po (Jawa) telah mengirimkan utusan ke Cina pada tahun 430, 437, dan 452 masehi. Setelah mendapat pengaruh budaya India, nama Aruteun diubah menjadi Taruma. Nama Taruma ini diambil dari nama daerah di India Selatan. Perubahan nama ini diperkirakan terjadi pada akhir abad ke-5 masehi. Sejak abad ke-6 masehi, nama Ho-lo- tan (Aruteun) tidak disebut-sebut lagi. Sebagai gantinya muncul nama To-lo-mo (Taruma) yang pernah mengirimkan utusan ke Cina pada tahun 528, 535, 630, dan 669 masehi.

 

C.       Sumber Sejarah

Keterangan tentang kerajaan Tarumanegara didapat dari beberapa sumber baik dari dalam maupun luar negeri, diantaranya:

 

a.        Sumber Dalam Negeri:

Berupa prasasti yang ditemukan di tempat-tempat berbeda namun tidak terlalu jau satu   sam lain Berikut   adala beberapa   prasast peninggala kerajaan Tarumanegara.

1.       Prasasti Ciaruteun

Pada    prasasti    ini    ditemukan ukiran laba-laba dan telapak kaki serta

sajak beraksara palawa dalam bahasa

Sanskerta. Berdasarkan pembacaan oleh Poerbatjaraka dalam  prasasti ini berbunyi:

Ini   (bekas)   du kaki,   yang seperti kaki  Dewa  Wisnu,  ialah  kaki

Yang Mulia Sang Purnavarman, raja di negeri   Taruma raj yan gagah

berani di dunia”.

 

2.       Prasasti Jambu (Koleangkak)

Seperti namanya, prasasti ini ditemukan di kawasan perkebunan jambu, bukit

Pasir Koleyangkak, Leuwiliang, Kabupaten Bogor atau 30 Km setelah bagian barat

Bogor. Prasastinjuga disebut Prasasti Koleangkak atau Pasir Jambu.  Isi  dari tulisan yang dituliskan dalam prasasti pasir jambu adalah sebagai berikut:

Gagah, mengagumkan, dan jujur terhadap tugasnya adalah pemimpin manusia yang tiada taranya, yang termashur Sri Purnawarman, yang sekali waktu (memerintah) di Taruma dan baju zirahnya yang terkenal

(warman). Tidak dapat ditembus senjata musuh. Ini adalah sepasang tapak kakinya yang senantiasa berhasil menggempur kota-kota musuh, hormat kepada pangeran, tetapi merupakan duri dalam daging bagi

musuh-musuhnya.”

 

Dapat disimpulkan bahwa isinya adalah:

“Tapak kaki ini adalah tapak kaki Sri Purnawarman raja Tarumanegara. Baginda termasyhur gagah berani, jujur dan setia menjalankan tugasnya, dan tak ada taranya. Baginda selalu berhasil membinasakan musuh-musuhnya. Baginda hormat kepada para pangeran tetapi sangat ditakuti oleh musuh-musuhnya, serta melindungi mereka yang memberikan bantuan kepadanya.

 

 

 

3.       Prasasti Pasir Awi

Ditemukan di Pasir Awi , Bogor. Dalam prasasti ini juga terdapat gambar telapak kaki dan tulisan ikal. Namun, sayangnya isi dari prasasti ini belum dapat

disimpulkan oleh para ahli.


 

 

 

4.       Prasasti Kebun Kopi

Prasasti kebun kopi ditemukan di kampung Muara Hilir, Cibungbulan, Bogor. Isinya tidak terlalu banyak, berikut adalah isi dari prasasti kebun kopi.

 

Di sini nampak sepasang tapak kaki… yang seperti Airwata, gajah penguasa taruma (yang) agung dalam dan (?) kejayaan.

 

Sumber lain mengungkapkan bahwa Isinya, dapat pula disimpulkan menjadi:

“Telapak kaki seperti telapak kaki airawata. Airawata adalah gajah kendaraan dewa Indra. Inilah telapak kaki penguasa negara Taruma yang agung.”

Didalamnya juga diperkirakan dideskripsikan mengenai kejayaan kerajaan Taruma atau Tarumanegara/Tarumanagara.

 

5.       Prasasti Muara Cianten

 

Prasasti ini ditemukan di Muara Cianten, Bogor. Prasasti ini memiliki kemiripan dengan Prasasti Awi (memiliki gambar telapak kaki dan tulisan ikal). Namun, tulisan atau isinya belum dapat disimpulkan oleh para Ahli.

 

 

6.       Prasasti Tugu

Prasasi ini ditemukan di Tugu, daerah Cilincing, DKI Jakarta dekat perbatasan dengan daerah Bekasi. Isinya menyebutkan:

Dahulu sungai yang bernama candra bhaga telah (disuruh) gali oleh Maharaja Purnamarwan. Maharaja yang mulia mempunyai lengan yang kuat. Setelah sampai ke istana kerajaan yang termasyhur, sungai dialirkan ke laut. Di dalam tahun ke-22 dari takhta yang mulia raja Purnawarman yang gemerlapan karena kepandaian dan kebijaksanaannya serta menjadi panji-panji dari segala raja- raja.


Baginda memerintahkan pula, menggali sungai yang permai bersih jernih yang bernama gomati setelah sungai itu mengalir di tempat kediaman yang mulia Nenekda sang pendeta (sang Purnawarman).

Pekerjaan  ini  dimulai  pada  hari  yang  baik  tanggal  8  paro  petang  bulan

Phalguna dan selesai pada tanggal 13 paro terang bulan Caitra, hanya 21 hari saja sedang galian itu panjangnya 6122 tumbak. Upacara (selamatan) itu dilakukan oleh para Brahmana disertai 1000 ekor sapi yang dikorbankan.

Diduga, penggalian untuk membuat sungai tersebut dilakukan untuk mengendalikan banjir dan membantu usaha pertanian yang diperkirakan berada di

wilayah Jakarta saat ini. Sungai tersebut adalah sungai Candrabaga.

Penyebutan Brahmana yang merupakan kasta tertinggi dalam kepercayaan

Hindu dan bertugas mempin upacara dalam ritual ajaran Hindu, serta persembahan

1000 ekor sapi yang merupakan binatang suci dalam ajaran Hindu. Ke dua hal tersebut memberi petunjuk bahwa kerajaan Tarumanegara berbudaya Hindu

 

 

7.       Prasasti Lebak (Cidanghiang)

 

Prasasti  ditemukan di kampung Lebak, tepi sungai Cidanghiang, kecamatan Muncul, kabupaten Pandeglang, Banten. Oleh karena itu, terkadang prasasti ini juga disebut prasasti Cidanghiang atau prasasti Munjul. Dalam prasasti ini disebutkan:

“inilah tanda keperwiraan yang mulia

Purnawarman. Baginda seorang raja yang agung dan gagah berani. Baginda seorang raja dunia dan menjadi panji sekalian raja.

Prasasti ini juga memuat batas-batas kerajaan

Tarumanegara,   yakni:   sebelah   barat   berbatasan dengan laut, sebelah selatan juga berbatas dengan

laut,  sebelah  timur  dengan  sungai  Citarum  dan  sebelah  utara  dengan  daerah

Karawang.


8.       Situs Pasir Angin

Situs ini terletak di Desa Cemplang, Kecamatan Cibungbulang berada pada bukit kecil di sebelah utara daerah aliran sungai Cianten yang mengalir dari selatan ke utara. Di bukit tersebut terdapat monolit setinggi 1,2 m.

Di sini, ditemukan berbagai artefak seperti: tembikar, porselin, kemarik dari

bahan    batuan,    artefak    kaca,    artefak

perunggu besi dan   emas Salah   satu artefak tersebut adalah topeng emas.

 

 

b.      Sumber Luar Negeri

Sumber sejarah Kerajaan Tarumanegara ternyata juga didapat dari berita musafir

China yang bernama Fa-Hien. Musafir yang datang di Jawa pada tahun 414 M membuat


catatan  tentang  adanya  Kerajaan  To-lo-mo.  atau  Taruma.  Istilah  To-lo-mo  ini  tentu dimaksudkan pada kerajaan Tarumanegara.

Sumber sejarah dari luar negeri didapatkan dari berita musafir China yang bernama

Fa-Hien.  Fa-Hien  datang  ke  tanah  Jawa  pada  tahun  414  M  untuk  membuat  catatan mengenai keberadaan kerajaan To-lo-mo. Kerajaan yang di maksud ternyata mengarah

pada   kerajaan   Tarumanegara Dala catatan   Fa-Hie dikatakan   bahwa   dalam

perjalanannya menuju India, ia singgah di Yo-po-ti dan berdiam di sana selama 5 bulan, di sana sedikit sekali pemeluk Budha. Sementara itu, dalam kronik dinasti Tang (618-906) diungkapkan bahwa antara tahun 528-539 dan 666-669 telah datang di Cina utusan dari Kerajaan To-lo-mo (Tarumanegara).

 D.      Corak Kebudayaan dan Kepercayaan

Diperkirakan setidaknya ada dua golongan dalam masyarakat. Pertama, golongan masyarakat yang berbudaya Hindu, kelompok ini terbatas pada lingkungan keraton saja. Kedua, golongan masyarakat yang berbudaya asli yang meliputi bagian terbesar penduduk Tarumanegara, meskipun demikian, mereka tetap rukun

berdasarkan berita dari  Fa-hsien, bahwa pada awal abad 5 M, di Tarumanegara terdapat tiga agama, yaitu agama Buddha, Hindu dan agama yang kotor. Dari ketiga agama

tersebut, agama Hindu merupakan agama yang paling banyak dianut oleh masyarakat, hal

itu diperkuat dengan adanya bukti-bukti prasasti dan arca. Kesimpulannya, agama yang dianut adalah:

1.        Agama Hindu seperti yang di anut Purnawarman,

2.        Agama Budha meskipun hanya sedikit, dan

3.        Penganut animisme dan dinamisme.

 

Berdasarkan Prasasti Tugu, bahwa sebagai selamatan atas penggalian sungai Chandrabga, Raja Purnawarman memberikan 1000 ekor sapi kepada para Brahmana. Sapi dan Brahmana adalah petunjuk bahwa agama resmi kerajaan adalah Hindu.

 

E.       Sistem Ekonomi

a)       Perdagangan

Catatan Fa-Hien,seoarang musafir Cina,masyarakat Tarumanegara sudah melakukan kegiatan berdagang. Barang yg diperdagangkan antara lain beras dan

kayu jati.

Prasasti tugu menyatakan bahwa raja Purnawarman memerintahkan rakyatnya untuk membuat sebuah terusan sepanjang 6122 tombak. Pembangunan

terusan ini mempunyai arti ekonomis yang besar bagi masyarakat, karena dapat

dipergunakan sebagai sarana untuk mencegah banjir serta sarana lalu-lintas pelayaran perdagangan antardaerah di kerajaan Tarumanegara dengan dunia luar. Juga perdagangan dengan daerah-daerah di sekitarnya. Akibatnya, kehidupan perekonomian masyarakat kerajaan Tarumanegara sudah berjalan teratur.

 

b)       Pertanian

Penggalian Sungai ChandraBaga oleh Raja Purnawarman seperi diuraikan dalam Prasasti Tugu juga dimaksudkan sebagai sarana pengairan bagi persawahan

di Kerajaan Tarumanegara

 

c)       Peternakan

Sebagai selamatan atas penggalian sungai Chandrabaga , Raja Purnawarman memeberi 1000 ekor sapi kepada para Brahmana seperti yang tertera dalam prasasti Tugu menunjukan bahwa masyarakat Tarumanegara sudah mengembangkan peternakan yang baik


 F.       Runtuhnya Kerajaan Tarumanegara

Tanda  tanda  kemunduran  Kerajaan  Tarumanegara  sudah  dimulai  pada  masa kepemimpinan Raja Sudawarman. Hal tersebut didorong oleh beberapa factor antara lain:

1.     Raj sudawarman   kuran pedul terhadap   masala masalah   yan terjad di

kerajaannya, yang menyebabkan raja raja bawahannya merasa tidak diawasi dan tidak dilindungi

2.     Pada masa pemerintahan Raja Sudawarman muncul pesaing Kerajaan Tarumanegara

yaitu Kerajaan Galuh. Kerajaan galuh didirikan oleh Wretikandayun , cucu dari Kretawan, Raja ke 8 Kerajaan Tarumanegara . Sebelum menjadi sebuah kerajaan, Galuh adalah bagian dari Kerajan Tarumanegara

3.      Raja Terakhir Kerajaan tarumanegara adalah Linggawarman ( raja ke 12 ) yang tidak memiliki putera, tetapi dia memiliki dua orang puteri , yaitu Manasih yang menikah

dengan Tarusbawa, raja pertama dari Kerajaan sunda. Sedangkan puteri ke dua

adalah  Sobakancana  yang  menikah  dengan  Dapuntahyang  Sri  Jayanasa  , Pendiri Kerajaan   Sriwijaya.Tahta   Kerajaan   Tarumanegara   kemudian   jatuh   ketangan menantu pertama yaitu Tarusbawa yang ingin mengangkat kembali kejayaan Kerajaan Tarumanegara dengan cara mengembangkan Kerajaan sunda yang sebelumnya adalah Kerajaan bawahan Tarumanegara kemudian menggabungkan kerajaan Tarumanegara dengan Kerajaan sunda, namun ternyata hal ini membuat hubungan kerajaan Tarumanegara dengan kerajaan lainnya melemah.

4.     Kerajaan galuh memutuskan untuk memisahkan diri dari Kerajaan Tarumanegara.

Pemisahan  ini  juga  didukung  oleh  Kerajaan  Kalingga,  karena  putera  mahkota

Kerajaan Galuh menikah dengan puteri Kerajaan kalingga. Dukungan ini membuat Kerajaan galuh meminta agar wilayah Kerajaan Tarumanegara dibagi menjadi dua yang disetujui oleh raja tarusbawa untuk menghindari perang saudara. Sehingga sejak saat itu Kerajaan Tarumanegara dibagi menjadi wilayah Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh dengan sungai Citarum sebagai batasnya

5.   Informasi  yang  didapat  dari  Prasasti  Kota  Kapur  (686  M)  menyatakan  bahwa

Dapunta Hyang Sri Jayanagara berupaya melancarkan serangan kepada Bhumi Jawa karena dianggap tidak mau tunduk kepada Sriwijaya. Serangan ini  diperkirakan terjadi bersamaan dengan runtuhnya Tarumanagara dan Ho-Ling menjelang akhir abad ke-7 Masehi. Hal ini tentunya cukup kuat karena memasuki abad ke-8, Sriwijaya memiliki ikatan yang kuat dengan Wangsa Sailendra dari Jawa Tengah.

 

Berdasarkan uraian tersebut diperkirakan Kerajaan Tarumanegara berakhir abad ke-7 M. Karena sejak abad tersebut tidak ada lagi berita-berita yang dapat dihubungkan dengan nama rajanya. Menurut Ir. J.L. Moens dari Prasasti Kota Kapur ± 686 M di Pulau Bangka tentang perjalanan Dapuntahyang ke Bhumi Jawa dengan membawa 20.000 tentara dengan maksud untuk menghukum negeri tersebut yang tidak mau tunduk pada Sriwiaya runtuhnya Kerajaan Tarumanegara pada akhir abad tersebut disebabkan oleh penyerangan Sriwijaya.


3.     Kerajaan Sriwijaya

 

A.       Letak Geografis

Letak Kerajaan Sriwijaya sendiri masih dipersoalkan hingga saat ini. Pendapat yang cukup populer adalah yang dikemukakan oleh beberapa ahli, diataranya:

a.         G. Coedes pada tahun 1918 bahwa pusat Sriwijaya ada di Palembang. Meskipun pendapat   ini   juga   problematis   karena   sedikitnya   penemuan   arkeologis   di

Palembang

b.         J.L.  Moens  misalnya,  merekonstruksi  peta  Asia  Tenggara  menggunakan  berita- berita Cina dan Arab menyimpulkan bahwa Sriwijaya tadinya berpusat di Kedah,

kemudian berpindah ke Muara Takus.


c.         Soekmono, dalam pendapat lain menyampaikan Jambi sebagai lokasi yang tepat bagi pusat Sriwijaya karena lokasinya yang terlindung karena ada di dalam teluk namun menghadap langsung ke laut lepas.

 

Sampai dengan hari ini, Palembang masih dianggap sebagai pusat Sriwijaya dengan banyak perdebatan. Jambi, Kedah, Chaiya (Thailand Selatan), dan bahkan Jawa sempat dinyatakan sebagai pusat Sriwijaya karena penemuan dari masing-masing peneliti.

Beberapa  ahli  sampai  pada  kesimpulan bahwa Sriwijaya yang dianggap bercorak maritim

memiliki   kebiasaan   untuk   berpindah-pindah

pusat  kekuasaan.  Hal  ini  mungkin  saja  terjadi, mengingat teori Mandala yang diungkapkan oleh

Robert   von   Heine-Geldern   yang   menyatakan

bahwa pusat dari kerajaan-kerajaan kuno Asia Tenggara adalah raja itu sendiri dan pengaruhnya. Bukan kekuasaan teritorial, maupun ibukota kerajaan seperti halnya yang terjadi di Eropa, misalnya.

 

B.      Latar Belakang Sejarah

Kerajaan   Sriwijaya   merupakan   sebuah kerajaan besar yang terletak di Sumatra Selatan.

Menurut para ahli, pusat Kerajaan Sriwijaya ada

di Palembang dan diperkirakan telah berdiri pada abad ke-7 M. Awalnya, Sriwijaya hanya kerajaan  kecil.  Sriwijaya  berkembang  menjadi  kerajaan  besar  setelah  dipimpin  oleh

Dapunta  Hyang.  Dapunta  Hyang  berhasil  memperluas  daerah  kekuasaannya  dengan

menaklukkan kerajaan-kerajaan di sekitarnya. Sriwijaya berkembang sampai abad ke 13, dan sejak itu Sriwijaya berhasil ditaklukkan oleh San Fo Tsi (Swarnabhumi).

Faktor  yang mendorong Sriwijaya muncul menjadi kerajaan besar adalah sebagai berikut:

    Letaknya yang sangat strategis di jalur perdagangan antara India dengan Cina.

    Kemajuan pelayaran dan perdagangan antara Cina dan India melalui Asia Tenggara.

    Runtuhnya  Kerajaan  Funan  di  Indocina.  Dengan  runtuhnya  Funan  memberikan kesempatan kepada Sriwijaya untuk berkembang sebagai negara maritim menggantikan Funan.

    Sriwijaya mempunyai kemampuan untuk melindungi pelayaran dan perdagangan di perairan Asia Tenggara dan memaksanya singgah di pelabuhan-pelabuhan.

 

C.       Sistem Kepercayaan

Kepercayaan masyarakat sriwijaya yakni agama Buddha yang diperkenalkan di Sriwijaya pada tahun 425 Masehi. I Tsing melaporkan bahwa Sriwijaya menjadi rumah bagi sarjana Buddha sehingga menjadi pusat pembelajaran agama Buddha, yaitu aliran Buddha Mahayana, Hinayana, Pendeta Budha yang terkenal di Sriwijaya diantarana adalah Dharmapala dan Sakyakirti.

    Dharmapala adalah seorang guru besar agama Budha dari Kerajaan Sriwijaya. Ia pernah mengajar agama Budha di Perguruan Tinggi Nalanda (Benggala).

     Sakyakirti adalah guru besar yang mengarang buku Hastadandasastra

 

 

D.      Sistem Ekonomi

Di  dunia  perdagangan,  Sriwijaya  menjadi  pengendali  jalur  perdagangan  antara

India dan Tiongkok, yakni dengan penguasaan atas  Selat Malaka dan Selat Sunda. Orang

Arab mencatat bahwa Sriwijaya memiliki aneka komoditas seperti kapur barus, kayu


gaharu, cengkeh, pala, kepulaga, gading, emas, dan timah, yang membuat raja Sriwijaya sekaya raja-raja di India. Sehingga Sriwijaya mendapat kepercayaan dari vassal-vassal- nya di seluruh Asia Tenggara.

Karena alasan itulah Sriwijaya harus terus menjaga dominasi perdagangannya dengan  selalu  mengawasi  dan  jika  perlu  memerangi  pelabuhan  pesaing  di  negara

jirannya.  Keperluan  untuk  menjaga  monopoli  perdagangan  inilah  yang  mendorong

Sriwijaya menggelar ekspedisi militer untuk menaklukkan bandar pelabuhan pesaing di kawasan sekitarnya dan menyerap mereka ke dalam mandala Sriwijaya

Faktor factor yang mendorong Sriwijaya memiliki kedudukan yang sangat baik dalam perdagangan internasional:

1.        Kerajaan Sriwijaya mempunyai letak yang sangat strategis, yaitu di tengah-tengah

jalur    pelayaran    perdagangan    antara    India    dan    Cina    Sehingga    aktivitas perekonomian masyarakatnya tergantung pada pelayaran dan perdagangan.

2.         Kerajaan   Sriwijaya   dekat   dengan   Selat   Malaka   yang   merupakan   urat   nadi perhubungan bagi daerah-daerah di Asia Tenggara.

3.        Dukungan pemerintahan raja yang cakap dan bijaksana seperti Balaputradewa.

 

Pada masanya Sriwijaya memiliki armada laut yang kuat yang mampu menjamin keamanan di jalur-jalur pelayaran yang menuju Sriwijaya, sehingga banyak pedagang dari luar yang singgah dan berdagang di wilayah kekuasaan Sriwijaya tersebut.

Kerajaan Sriwijaya  mampu menguasai lalu lintas pelayaran dan perdagangan internasional selama berabad-abad dengan menguasai Selat Malaka, Selat Sunda, dan Laut

Jawa. Setiap pelayaran dan perdagangan dari Asia Barat ke Asia Timur atau sebaliknya

harus melewati wilayah Kerajaan Sriwijaya yang meliputi seluruh Sumatra, sebagian Jawa, Semenanjung Malaysia, dan Muangthai Selatan. Keadaan ini juga yang membawa penghasilan Kerajaan Sriwijaya terutama diperoleh dari komoditas ekspor dan bea cukai bagi kapal kapal yang singgah di pelabuhan-pelabuhan milik Sriwijaya. Komoditas ekspor Sriwijaya antara lain kapur barus, cendana, gading gajah, buah-buahan, kapas, cula badak, dan wangi-wangian.  Kerajaan ini merupakan kerajaan maritime yang bersifat metropolitan.

 

E.       Sumber Sejarah

a.        Berita dalam Negeri

Berita-berita dalam negeri berasal dari prasasti-prasasti yang dibuat oleh raja-raja dari Kerajaan Sriwijaya. Prasasti tersebut sebagian besar mengguna-kan huruf Pallawa

dan bahasa Melayu Kuno. Prasasti itu antara lain sebagai berikut:

1.         Prasasti Kedukan Bukit Prasasti berangka tahun 684 M itu menyebutkan bahwa Raja Sriwijaya bernama Dapunta Hyang membawa tentara sebanyak

20.000 orang berhasil menundukkan Minangatamwan. Dengan kemenangan

itu, Kerajaan Sriwijaya menjadi makmur. Daerah yang dimaksud Minangatamwan  itu  kemungkinan adalah  daerah Binaga  yang  terletak  di Jambi. Daerah itu sangat strategis untuk perdagangan.

2.        Prasasti Telaga Batu

Ditemukan pada tahun 1935 di Telaga Batu, Sabukingking 2 Ilir, Palembang terdiri dari 28 baris, dihiasi lambang negara Sriwijaya berupa naga berkepala tujuh digunakan untuk pelaksanaan upacara sumpah kesetian para calon pejabat yang menggunakan huruf pallawa.  Kutukan raja terhadap siapa saja yang tidak taat terhadap Raja Sriwijaya dan juga melakukan tindakan kejahatan.

 

3.         Prasasti Talang Tuwo , Prasasti berangka tahun 684 M. itu menyebutkan tentang pembuatan Taman Srikesetra atas perintah Raja Dapunta Hyang.

4.         Prasasti Karang Berahi , berangka tahun 686 ditemukan pada tahun 1904 di daerah Karang Berahi, Jambi, yang menunjukkan penguasaan KerajaanSriwijaya atas daerah itu. Berisi permintaan kepada para dewa yang menjaga kedatuan Sriwijaya untuk menghukum setiap orang yang bermaksud jahat dan mendurhakai terhadap kekuasaan Sriwijaya.

5.         Prasasti  Kota  Kapur.  Prasasti  berangka  tahun  686  M.  itu  menyebutkan bahwa Kerajaan Sriwijaya berusaha untuk menaklukkan Bumi Jawa yang

tidak setia kepada Kerajaan Sriwijaya. Prasasti tersebut ditemukan di Pulau

Bangka.

6.        Prasasti Ligor , Prasasti berangka tahun 775 M. Ditemukan di daerah Ligor

Semenanjung Malaya. Menerangkan bahwa Kerajaan Sriwijaya (Sumatera) mendirikan sebuah pangkalan di Semenanjung Malaya, daerah Ligor untuk mengawasi pelayaran perdagangan di Selat Malaka.

 

b.      Berita Asing

Mengingat  Kerajaan  Sriwijaya merupakan kerajaan  maritim  dengan  letak  yang sangat strategis, banyak pedagang-pedagang asing yang datang untuk melakukan aktivitas di Kerajaan Sriwijaya. Untuk itu banyak ditemukan informasi mengenai keberadaan Kerajaan Sriwijaya ini. Berita asing tersebut antara lain sebagai berikut :

 

Berita Arab

Dari berita Arab dapat di-ketahui bahwa banyak pedagang Arab yang melakukan kegiatan  perdagangan  di  Kerajaan  Sriwijaya.  Bahkan      di  pusat  Kerajaan  Sriwijaya

ditemukan  perkampungan-perkampungan  orang-orang  Arab  sebagai  tempat  tinggal

sementara Yang disebut Tashsih . Keberadaan Kerajaan Sriwijaya juga diketahui dari sebutan orang-orang Arab terhadap Kerajaan Sriwijaya seperti Zabaq, Sabay, atau Sribusa.

 

Berita India

Dari berita India dapat diketahui bahwa raja dari Kerajaan Sriwijaya pernah menjalin hubungan dengan raja-raja dari kerajaan yang ada di India seperti Kerajaan Nalanda dan

Kerajaan Chola.

 

1.       Prasasti Nalanda

Dibuat pada sekitar pertengahan abad ke-9, dan ditemukan di India berisi pokok pokok sebagai berikut:

       Raja  Balaputradewa  dari  Suwarnabhumi  (Sriwijaya)  meminta  pada  raja

Dewapaladewa agar memberikan sebidang tanah untuk pembangunan asrama yang digunakan sebagai tempat bagi para pelajar agama Buddha yang berasal dari Sriwijaya

      Raja  Balaputra  Dewa  sebagai  raja  terakhir  dari  Dinasti  Syailendra  yang terusir dari Jawa Tengah akibat kekalahannya melawan Kerajaan Mataram

dari Dinasti Sanjaya.

      Raja  Dewa  Paladewa  berkenan  membebaskan  5  desa  dari  pajak  untuk membiayai para mahasiswa Sriwijaya yang belajar di Nalanda.

      Kerajaan Sriwijaya menjalin hubungan dengan raja-raja di India, seperti raja dari Kerajaan Nalanda dan Cholamandala. Kerajaan Cholamandala kemudian

memerangi Sriwijaya karena hendak menguasai Selat Malaka.

 

Prasasti ini menyebutkan Raja Balaputra Dewa sebagai raja terakhir dari Dinasti Syailendra yang terusir dari Jawa Tengah akibat kekalahannya melawan Kerajaan Mataram dari Dinasti Sanjaya. Dalam prasasti itu, Balaputra Dewa meminta kepada Raja Nalanda agar mengakui haknya atas Dinasti Syailendra. Prasasti ini juga menyebutkan bahwa Raja Dewa Paladewa berkenan membebaskan

5  desa  dari  pajak  untuk membiayai  para mahasiswa  Sriwijaya  yang  belajar  di

Nalanda


2.       Prasasti Tanjore ( India )

Ditemukan di India, dalam prasasti ini disebutkan bahwa pada tahun 1017 pasukannya menyerang kerajaan Swarnabhumi (Sumatera; Sriwijaya). Serangan itu diulang kembali pada tahun 1025, rajanya yang bernama Sanggramawijayatunggawarman berhasil ditawan oleh pasukan Cola, tetapi akhirnya Sanggramawijaya dilepaskan.

 

3.       Prasasti Srilanka

Ditemukan di Srinlanka dan diperkirakan berasal dari abad XII, isinya menyebutkan bahwa : Suryanaraya dari wangsa Malayupura dinobatkan sebagai

maharaja  di  Suwarnapura  (Sriwijaya).  Pangeran  Suryanarayana  menundukkan

Manabhramana

 

Berita Cina

Dari berita Cina, dapat diketahui bahwa pedagang-pedagang Kerajaan Sriwijaya telah menjalin hubungan perdagangan dengan pedagang-pedagang Cina. Para pedagang Cina sering singgah di Kerajaan Sriwijaya untuk selanjutnya meneruskan perjalanannya ke India maupun Romawi. Dalam perjalanannya mereka kerap membuat catatan catatan, diantaranya:

        Dalam  catatan  Dinasti  T’ang  disebutkan,  bahwa  Sriwijaya  telah  beberapa  kali mengirim utusannya ke negeri Cina, sekitar tahun 917M, 972M, 974M, dan 975M,

juga tahun 980M dan 983M. Ketika hendak pulang, utusan itu tertahan di Kanton

karena negerinya sedang berperang melawan raja Jawa.

        Dalam  catatan  I-Tsing  disebutkan,  bahwa  ketika  hendak  berziarah  ke  India  ia singgah dulu di Sriwijaya selama enam bulan. Ia juga singgah di Melayu selama dua

bulan,  baru  kemudian  ke  India.  Ia  berada  di  India  selama  10  tahun.  Dalam perjalanan pulang singgah lagi di Sriwijaya selama hampir kurang lebih lima tahun,

untuk menerjemahkan kitab agama Budha ke dalam bahasa Cina. Dalam catatan itu dikatakan juga bahwa di India terdapat seorang pendeta besar yaitu Sakyakirti atau

Dharmakirti.

 

F.       Kemunduran dan keruntuhan Sriwijaya

Kerajaan Sriwijaya mulai mengalami kemunduran pada abad ke 13M. Kemunduran ini terjadi     karena adanya beberapa faktor, di antaranya adalah faktor alam, ekonomi,

politik, dan militer.

 

1.       Faktor Geografi

Ditinjau dari faktor alam, Kerajaan Sriwijaya mengalami kemunduran karena kota  Palembang  semakin  jauh  dari  laut.  Hal  tersebut  terjadi  karena  adanya

pengendapan lumpur yang dibawa oleh Sungai Musi dan sungai lainnya. Hal ini

menyebabkan kapal-kapal dagang yang datang ke Palembang semakin berkurang.

 

2.       Faktor Ekonomi

Ditinjau dari faktor ekonomi, kota Palembang yang semakin jauh dari laut menjadi  tidak  strategis  lagi.  Karena  tidak  banyak  kapal  dagang  yang  singgah,

sehingga kegiatan perdagangannya menjadi berkurang. Akibatnya pajak sebagai

sumber pendapatan semakin berkurang. Hal ini memperlemah posisi Sriwijaya. Letak  Palembang  yang  makin  jauh  dari  laut  menyebabkan  daerah  itu  kurang strategis   lagi   kedudukannya   sebagai   pusat   perdagangan   nasional   maupun internasional. Sementara itu, terbukanya Selat Berhala antara Pulau Bangka dan Kepulauan Singkep dapat menyingkatkan jalur perdagangan internasional sehingga Jambi ( Kerajaan Melayu ) lebih strategis daripada Palembang.


 

 

 

3.       Faktor Politik

Perekonomian Sriwijaya yang semakin lemah itu menyebabkan Sriwijaya tidak  mampu  lagi  mengontrol  daerah  kekuasaannya.  Akibatnya,  daerah-daerah

bawahannya berusaha untuk melepaskan diri.

 

1.         Setelah kekuasaan di Jawa Timur berkembang pada masa Airlangga, Sriwijaya terpaksa mengakui Jawa Timur sebagai pemegang hegemoni di Indonesia bagian timur dan Sriwijaya bagian barat.

2.         Dari arah timur, Kerajaan Sriwijaya semakin terdesak ketika berkembang Kerajaan Singasari yang merupakan kelanjutan dari kerajaan Kediri , pada waktu diperintah oleh Raja Kertanegara, Kerajaan Singasari yang bercita-cita menguasai  seluruh  wilayah  nusantara  mulai mengirim  ekspedisi  ke  arah barat yang dikenal dengan istilah Ekspedisi Pamalayu. Dalam ekspedisi ini, Kerajaan Singasari mengadakan pendudukan terhadap Kerajaan Melayu, Pahang, dan Kalimantan, sehingga mengakibatkan kedudukan Kerajaan Sriwijaya semakin terdesak.

3.         Selain   itu   kedudukan   Kerajaan   Sriwijaya   semakin   terdesak,   karena munculnya kerajaan-kerajaan besar yang juga memiliki kepentingan dalam

dunia perdagangan, seperti Kerajaan Siam di sebelah utara. Kerajaan Siam

memperluas wilayah kekuasaannya ke arah selatan dengan menguasai daerah-daerah di Semenanjung Malaya termasuk Tanah Genting Kra. Jatuhnya Tanah Genting Kra ke dalam kekuasaan Kerajaan Siam mengakibatkan kegiatan pelayaran perdagangan di Kerajaan Sriwijaya semakin berkurang.

 

4.       Faktor Militer

Dalam segi militer, kemunduran Sriwijaya disebabkan adanya serangan militer dari kerajaan lain antaranya sebagai berikut.

1.        Serangan Raja Dharmawangsa pada tahun 990 M. Ketika itu yang berkuasa di

Sriwijaya adalah Sri Sudamani Warmadewa. Walaupun serangan ini tidak berhasil, tetapi telah melemahkan Sriwijaya

2.        Serangan    dari    Kerajaan    Colamandala    yang    diperintah    oleh    Raja

Rajendracoladewa pada tahun 1023 dan 1030. Serangan ini ditujukan ke Semenanjung Malaka dan berhasil menawan raja Sriwijaya. Serangan ketiga dilakukan pada tahun 1068 M dilakukan oleh Wirarajendra, cucu Rajendracoladewa.

3.         Pengiriman ekspedisi Pamalayu atas perintah Raja Kertanegara, 1275-1292, yang diterima dengan baik oleh Raja Melayu (Jambi),, Mauliwarmadewa, semakin melemahkan kedudukan Sriwijaya.

4.        Serangan   Kerajaan   Majapahit   dipimpin   Adityawarman   atas   perintah

Mahapatih Gajah Mada pada tahun 1477 yang mengakibatkan Sriwijaya menjadi taklukan Majapahit.

 

Akibat beberapa serangan tersebut, berakhirlah peranan Sriwijaya sebagai kerajaan maritim sekaligus sebagai kerajaaan yang bertaraf nasional pertama. Dengan faktor politis dan ekonomi itu, maka sejak akhir abad ke-13 M kerajaan Sriwijaya menjadi kerajaan kecil dan wilayahnya terbatas pada daerah Palembang. Kerajaan Sriwijaya yang kecil dan lemah akhirnya dihancurkan oleh Kerajaan Majapahit tahun 1377 M.



4. Kerajaan Majapahit

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama