Usaha Rakyat Afrika Selatan dalam Melawan Politik Apartheid



Rakyat kulit hitam diAfrika Selatan menolak kulit putih bahwa secara kodrati orang kulit putih memiliki keunggulan dan hak untuk memimpin. Penolakan ini antara lain ditandai dengan keluar dari gereja-gereja yang dikuasai oleh orang kulit putih. Dalam upaya menentang politik apartheid orang kulit hitam yang mendapatkan pendidikan Barat mulai mengambil langkah dengan membentuk gerakan-gerakan politik. Gerakan-gerakan politik ini tidak hanya didirikan oleh orang kulit hitam melainkan juga oleh orang kulit berwarna. Adapun organisasi-organisasi yang didirikan antara lain yaitu:

1.      Cape Native Voters Associations (1880-an)

2.      African Peoples Organization (APO) 1902 (didirikan oleh orang kulit berwarna)

3.      African National Congress (ANC) 1912

4.      Pan African Congress (PAC) 1958, organisasi ini merupakan pecahan dari ANC

Salah satu organisasi yang menonjol adalah ANC, dengan salah satu tokohnya adalah Nelson Mandela. Sebagai organisasi politik pada awalnya ANC terbatas pada usaha agar golongan elit Afrika diterima secara sosial dan politik dalam masyarakat yang dikuasai oleh kulit putih. Dalam perjaungannya ANC menempuh jalan konstitusional, akan tetapi setahun kemudian mereka mengubah perjaungan mereka ketika dikeluarkan National Land Act, yang antara lain melarang orang kulit hitam membeli tanah atau hidup di wilayah kulit putih sebagai penyewa atau pengarap dengan bagi hasil. Pada tahun 1919-1920 ANC melancarakankampaye untuk menentang peraturan-peraturan yang mewajibkan rakyat kulit hitam membawa pas, yang bukan hanya merupakan tanda kenal dan izin tinggal tetapi juga merupaka alat untuk menguasai migras penduduk kulit hitam. “Bagi orang kulit hitam, pas jalan ini adalah tanda perbudakan terhadap mereka. Hanya orang kulit hitamlah yang harus memiliki pas jalan seperti ini, dan hanya mereka pula yang ditangkap jika tidak dapat menunjukkannya pada saat pemeriksaan”.

Semakin meningkatnya diskriminasi terhadap rakayat kulit hitam, diiringi dengan semakin meningkatnya oposisi nasionalisme Afrika. Berkaitan dengan hal tersebut ANC memperluas keanggotaannya dan berkembang menjadi suatu organisasi massa. Pada tahun 1940-an membentuk suatu sayap muda yang lebih radikal. Pada tahun 1952 orang kulit hitam, berwarna dan India serta sejumlah orang kulit putih melakukan suatu perlawanan secara pasif. Pada tahun 1955 organisasi-organisasi yang menentang apartheid seperti ANC, SAIC, Coluored Peoples Political Organization dan White Congress of Democractas mengadakan pertemuan di Kliptown dekan dengan Johnannsesburg, dengan tujuan menyusun Freedom Charter, yang menggariskan dasar-dasar bgi Afrika Selatan yang demokratis dan non rasial.

Pada tahun 1958 ANC pecah sebagai akibat adanya perbedaan dalam tubuh ANC, di mana sebagaian anggota menghendaki kerjasama dengan ras lain dalam menentang apartheid namun sebagian lain menentang kerjasama dengan ras lain. Pecahan dari ANC adalah Pan African Congress (PAC). Organisasi ini dipimpin oleh Robert Sobukwe. Bagi PAC bekerja sama dengan kelompok rasial lain hanya kan meperlemah perjaungan mereka, akan tetapi garis besar perjaungannya tidak banyak berbeda dengan ANC.

Tindakan PAC dalam menentang politik apartheid juga diperlihatkan denagn melancarkan kampanye anti pas pada tahun1960. Kampanye dan segala bentuk upaya menentang apartheid ini ditanggapi dengan kekerasan oleh pihak pemerintah Afrika Selatan. Hal ini dapat ditunjukkan dengan adanya kejadian pembantaian di Sharperville dan diperparah dengan adanya larangan terhadap organisasi-organisasi kulit hitam. Hal ini menyadarkan rakyat kulit hitam bahwa sasaran perjuangan mereka tidak dapat dicapai secara damai, tetapi hanya dapat dicapai melalui jalur kekerasan. Berkaitan dengan hal tersebut pada tahun 1961 dan 1962 mereka mendirikan dua organisasi rahasia yaitu Umkhonto wi Sizwe dan Poso, guna memeperoleh perubahan politik lewat suatu sabotase terhadap kaum kulit putih. Dengan adanya perubahan gerakan politik damai kekerasan, telah berdampak pada semakin meningkatnya tindakan kekerasan yang dilancarkan terhadap orang kulit putih. Pada tahun 1972 muncul suatu gerakan diantara mahasisiwa kulit hitam, berwarna dan India, yang dilancarakan oleh organisasi mahasiswa Afrika Selatan (SASO). Mereka melancarkan betrokan berdarah dengan aparat keamanan.

Aksi kekerasan dari para mahasiswa ini secara tidak langsung turut membangkitkan keberanian para pemimpin Bantustan untuk mengajukan tuntutan-tuntutan kepada pemerintah Afrika Selatan. Di bawah pimpinan Chief Buthelzi dan Kwazulu mereka mencari dukunga ke luar negeri, mereka tidak hanya menuntut wilayah yang lebih luas dan memeprcepat proses menuju kemerdekaan, namun juga menuntut penghapusan diskriminasi sosial dan ekonomi. Tekanan-tekanan ini semakinmeningkat dengan adanya tuntutan   Bantustan untuk membentuk pemerintahan federasi, namun hal tesebut di tolak oleh PM Vorster. Namun demikian tekanan dan perlawanan justru semakin terus meningkat. Kemedekaan dari politk apartheid ini baru didapatkan oleh penduduk pribumi Afrika Selatan pada tahun 1994.

 

B.      Penyelesaian Masalah Politik Apartheid

Masalah rasial (politik Apartehid) di Afrika Selatan diatasi dengan mengadakan perjanjian dan perundingan antara Inggris dan Afrika. Dalam peneyelesaian masalah tersebut dibantu oleh pihak Amerika Serikat. Sikap Amerika Serikat dalam masalah ini lebih cenderung memihak Afrika, hal ini dimaksudkan untuk menunjang kepentingan-kepentingannya seperti menghentikan pengaruh barat di Afrika, agar kepercayaan negara-negara Afrika terhadap Amerika dapat dipulihkan.

Permasalahan rasialisme ini diselesaikan dengan menerapkan Majority Rule (Pemerintahan bersama). Dalam pemerintahan bersama ini hak-hak kaum myoritas dan minoritas dilindungi, karena semua manusia memiliki hak dasar yang sama. Di samping itu dalam pemerintahan ini juga dilakukan perubahan politik secara damai dan mengakhiri politik apartheid. Sebelum terbentuknya Majority Rule, dibentuk suatu pemerintahan sementara. Dalam pemerintahan sementara ini dibentuk suatu dewan negara yang separuh anggotanya adalah kulit hitam dan putih di bawah pimpinan kulit putih yang tidak memiliki hak istimewa. Dewan negara ini berfungsi untuk menyusun undang-undang, mengadakan pengawasan, dan mengawasi proses perancangan konstitusi pemerintahan.

Penyelesaian masalah rasialisme ini juga diupayakan melalui suatu konfrensi-konfrensi yang diadakan di Jenewa pada tangga 28 Oktober 1976. Konfrensi ini dikenal dengan konfresni perdamaian Rhodesia. Usaha perdamaian Rhodesia ini mengalami beberpa hambatan yaitu:

1.    Terdapat perbedaan antara pihak-pihak yang berkepentingan, walaupun telah ada kesepakatan tentang Majority Rule

2.    Terdapat perbedaan pendapat dikalangan kaum nasionalis Zimbawe

3.    Tidak ada kepastian bahwa para gerilyawan akan tunduk kepada pimpinan yang ikut dalam konfresni perdamaian di Jenewa dan menghentikan perang gerilya setelah tercapai suatu persetujuan dengan kulit putih dan kulit hitam.

Pemisahan suku di Afrika Selatan mendapat tanggapan dari dunia lnternasional. Di Afrka Selatan sering terjadi pemberontakan-pemberontakan untuk menghapus pemerintahan Apartheid. Gerakan yg terkenal dilakukan oleh rakyat kulit hitam di Afrika Selatan dipelopori oleh African National Congrees (ANC) dibawah pimpinan Nelson Mandela. Pada pemerintahan Frederick Willem de Klerk, Nelson memimpin aksi rakyat Afrika selatan untuk tinggal di rumah, aksi tersebut mendapat tanggapan oleh pemerintah dengan menjebloskan Nelson ke penjara, tetapi kemudian ia dibebaskan. Pembebasan ini membawa dampak positif terhadap perjuangan rakyat Afrika selatan. Maka untuk pertama kalinya pada tanggal 2 Mei 1990 pemerintahan Afrika Selatan mengadakan perundingan dengan ANC untuk membuat UU non Rasial. Pada tanggal 3 Juni 1990 de Klerk menghapus UU Darurat Negara yang berlaku hampir di setiap bagian Afrika Selatan. Dihapusnya UU Darurat inilah yang kemudian juga menjadi akhir Politik Apartheid di Afrika Selatan.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama