Sejarah VOC
Hindia-Belanda (sekarang:
Indonesia) pada abad ke-17 dan 18 tidak dikuasai secara langsung oleh
pemerintah Belanda namun oleh perusahaan dagang bernama VOC yang bermarkas di
Batavia, yang kini bernama Jakarta.
Vereenigde
Oostindische Compagnie (Perserikatan
Perusahaan Hindia Timur atau Perusahaan Hindia Timur Belanda) atau VOC yang
didirikan pada tanggal 20 Maret 1602 adalah perusahaan Belanda yang memiliki
monopoli untuk aktivitas perdagangan di Asia. Disebut Hindia Timur karena ada
pula VWC(Vereenigde Westindische Compagnie) yang merupakan
perserikatan dagang Hindia Barat. Perusahaan ini dianggap sebagai perusahaan
pertama yang mengeluarkan pembagian saham.
Meskipun sebenarnya
VOC merupakan sebuah Badan Dagang saja, tetapi badan dagang ini istimewa karena
didukung oleh negara dan diberi fasilitas-fasilitas sendiri yang istimewa.
Misalkan VOC boleh memiliki tentara dan boleh bernegosiasi dengan negara-negara
lain. Bisa dikatakan VOC adalah negara dalam negara.
VOC terdiri 6 Bagian (Kamers)
di Amsterdam, Middelburg (untuk Zeeland), Enkhuizen, Delft, Hoorn dan
Rotterdam. Delegasi dari ruang ini berkumpul sebagai Heeren XVII
(XVII Tuan-Tuan). Kamersmenyumbangkan delegasi ke dalam tujuh belas
sesuai dengan proporsi modal yang mereka bayarkan; delegasi Amsterdam berjumlah
delapan.
Di Indonesia VOC
memiliki sebutan populer Kompeni atau Kumpeni.
Istilah ini diambil dari kata compagnie dalam nama lengkap perusahaan tersebut
dalam bahasa Belanda. Tetapi rakyat Nusantara lebih mengenal Kompeni adalah
tentara Belanda karena penindasannya dan pemerasan kepada rakyat Nusantara yang
sama seperti tentara Belanda.
Latar belakang
Datangnya orang Eropa
melalui jalur laut diawali oleh Vasco da Gama, yang pada tahun 1497-1498
berhasil berlayar dari Eropa ke India melalui Tanjung Pengharapan (Cape of Good
Hope) di ujung selatan Afrika, sehingga mereka tidak perlu lagi bersaing dengan
pedagang-pedagang Timur Tengah untuk memperoleh akses ke Asia Timur, yang
selama ini ditempuh melalui jalur darat yang sangat berbahaya. Pada awalnya,
tujuan utama bangsa-bangsa Eropa ke Asia Timur dan Tenggara termasuk ke
Nusantara adalah untuk perdagangan, demikian juga dengan bangsa Belanda. Misi
dagang yang kemudian dilanjutkan dengan politik pemukiman -kolonisasi-
dilakukan oleh Belanda dengan kerajaan-kerajaan di Jawa, Sumatera dan Maluku,
sedangkan di Suriname dan Curaçao, tujuan Belanda sejak awal adalah murni
kolonisasi (pemukiman). Dengan latar belakang perdagangan inilah awal
kolonialisasi bangsa Indonesia (Hindia Belanda) berawal.
Selama abad ke 16
perdagangan rempah-rempah didominasi oleh Portugis dengan menggunakan Lisbon
sebagai pelabuhan utama. Sebelum revolusi di negeri Belanda kota Antwerp
memegang peranan penting sebagai distributor di Eropa Utara, akan tetapi
setelah tahun 1591 Portugis melakukan kerjasama dengan firma-firma dari Jerman,
Spanyol dan Italia menggunakan Hamburg sebagai pelabuhan utama sebagai tempat
untuk mendistribusikan barang-barang dari Asia, memindah jalur perdagangan tidak
melewati Belanda. Namun ternyata perdagangan yang dilakukan Portugis tidak
efisien dan tidak mampu menyuplai permintaan yang terus meninggi, terutama
lada. Suplai yang tidak lancar menyebabkan harga lada meroket pada saat itu.
Selain itu Unifikasi Portugal dan Kerajaan Spanyol (yang sedang dalam keadaan
perang dengan Belanda pada saat itu) pada tahun 1580, menimbulkan kekhawatiran
tersendiri bagi Belanda. ketiga faktor tersebutlah yang mendorong Belanda
memasuki perdagangan rempah-rempah Interkontinental. Akhirnya Jan Huyghen van
Linschoten dan Cornelis de Houtman menemukan “jalur rahasia” pelayaran
Portugis, yang membawa pelayaran pertama Cornelis de Houtman ke Banten,
pelabuhan utama di Jawa pada tahun 1595-1597.
Pada tahun 1596 empat
kapal ekspedisi dipimpin oleh Cornelis de Houtman berlayar menuju Indonesia,
dan merupakan kontak pertama Indonesia dengan Belanda. Ekspedisi ini mencapai
Banten, pelabuhan lada utama di Jawa Barat, disini mereka terlibat dalam
perseteruan dengan orang Portugis dan penduduk lokal. Houtman berlayar lagi ke
arah timur melalui pantai utara Jawa, sempat diserang oleh penduduk lokal di
Sedayu berakibat pada kehilangan 12 orang awak, dan terlibat perseteruan dengan
penduduk lokal di Madura menyebabkan terbunuhnya seorang pimpinan lokal.
Setelah kehilangan separuh awak maka pada tahun berikutnya mereka memutuskan
untuk kembali ke Belanda namun rempah-rempah yang dibawa cukup untuk
menghasilkan keuntungan.
Adalah para pedagang
Inggris yang memulai mendirikan perusahaan dagang di Asia pada 31 Desember 1600
yang dinamakan The British East India Company dan berpusat di Kalkuta. Kemudian
Belanda menyusul tahun 1602 dan Perancis pun tak mau ketinggalan dan mendirikan
French East India Company tahun 1604.
Pada 20 Maret 1602,
para pedagang Belanda mendirikan Verenigde Oost-Indische Compagnie – VOC
(Perkumpulan Dagang India Timur). Di masa itu, terjadi persaingan sengit di
antara negara-negara Eropa, yaitu Portugis, Spanyol kemudian juga Inggris,
Perancis dan Belanda, untuk memperebutkan hegemoni perdagangan di Asia Timur.
Untuk menghadapai masalah ini, oleh Staaten Generaal di Belanda, VOC diberi
wewenang memiliki tentara yang harus mereka biayai sendiri. Selain itu, VOC
juga mempunyai hak, atas nama Pemerintah Belanda -yang waktu itu masih berbentuk
Republik- untuk membuat perjanjian kenegaraan dan menyatakan perang terhadap
suatu negara. Wewenang ini yang mengakibatkan, bahwa suatu perkumpulan dagang
seperti VOC, dapat bertindak seperti layaknya satu negara.
Perusahaan ini
mendirikan markasnya di Batavia (sekarang Jakarta) di pulau Jawa. Pos kolonial
lainnya juga didirikan di tempat lainnya di Hindia Timur yang kemudian menjadi
Indonesia, seperti di kepulauan rempah-rempah (Maluku), yang termasuk Kepulauan
Banda di mana VOC manjalankan monopoli atas pala dan fuli. Metode yang
digunakan untuk mempertahankan monompoli termasuk kekerasan terhadap populasi
lokal, dan juga pemerasan dan pembunuhan massal.
Pos perdagangan yang
lebih tentram di Deshima, pulau buatan di lepas pantai Nagasaki, adalah tempat
satu-satunya di mana orang Eropa dapat berdagang dengan Jepang.
Tahun 1603 VOC
memperoleh izin di Banten untuk mendirikan kantor perwakilan, dan pada 1610
Pieter Both diangkat menjadi Gubernur Jenderal VOC pertama (1610-1614), namun
ia memilih Jayakarta sebagai basis administrasi VOC. Sementara itu, Frederik de
Houtman menjadi Gubernur VOC di Ambon (1605 – 1611) dan setelah itu menjadi
Gubernur untuk Maluku (1621 – 1623).
Tujuan VOC
Tujuan utama
dibentuknya VOC seperti tercermin dalam perundingan 15 Januari 1602 adalah
untuk “menimbulkan bencana pada musuh dan guna keamanan tanah air”. Yang
dimaksud musuh saat itu adalah Portugis dan Spanyol yang pada kurun Juni 1580 –
Desember 1640 bergabung menjadi satu kekuasaan yang hendak merebut dominasi
perdagangan di Asia. Untuk sementara waktu, melalui VOC bangsa Belanda masih
menjalin hubungan baik bersama masyarakat Nusantara.
Hak istimewa
Hak-hak istimewa yang
tercantum dalam Oktrooi (Piagam/Charta) tanggal 20 Maret 1602 meliputi:
1. Hak monopoli untuk
berdagang dan berlayar di wilayah sebelah timur Tanjung Harapan dan sebelah
barat Selat Magelhaens serta menguasai perdagangan untuk kepentingan sendiri;
2. Hak kedaulatan (soevereiniteit) sehingga dapat bertindak layaknya suatu negara untuk:
2. Hak kedaulatan (soevereiniteit) sehingga dapat bertindak layaknya suatu negara untuk:
2.1 memelihara
angkatan perang,
2.2 memaklumkan perang dan mengadakan perdamaian,
2.3 merebut dan menduduki daerah-daerah asing di luar Negeri Belanda,
2.4 memerintah daerah-daerah tersebut,
2.5 menetapkan/mengeluarkan mata-uang sendiri, dan
2.6 memungut pajak.
2.2 memaklumkan perang dan mengadakan perdamaian,
2.3 merebut dan menduduki daerah-daerah asing di luar Negeri Belanda,
2.4 memerintah daerah-daerah tersebut,
2.5 menetapkan/mengeluarkan mata-uang sendiri, dan
2.6 memungut pajak.
Garis waktu:
Pada 1652, Jan van
Riebeeck mendirikan pos di Tanjung Harapan (ujung selatan Afrika, sekarang ini
Afrika Selatan) untuk menyediakan kapal VOC untuk perjalanan mereka ke Asia
Timur. Pos ini kemudian menjadi koloni sungguhan ketika lebih banyak lagi orang
Belanda dan Eropa lainnya mulai tinggal di sini. Pos VOC juga didirikan di
Persia (sekarang Iran), Benggala (sekarang Bangladesh) dan sebagian India),
Ceylon (sekarang Sri Lanka), Malaka (sekarang Malaysia), Siam (sekarang
Thailand), Cina daratan (Kanton), Formosa (sekarang Taiwan) dan selatan India.
Pada 1662, Koxinga mengusir Belanda dari Taiwan.
Pada 1669, VOC
merupakan perusahaan pribadi terkaya dalam sepanjang sejarah, dengan lebih dari
150 perahu dagang, 40 kapal perang, 50.000 pekerja, angkatan bersenjata pribadi
dengan 10.000 tentara, dan pembayaran dividen 40%.
Perusahaan ini hampir
selalu terjadi konflik dengan Inggris; hubungan keduanya memburuk ketika
terjadi Pembantaian Ambon pada tahun 1623. Pada abad ke-18, kepemilikannya
memusatkan di Hindia Timur. Setelah peperangan keempat antara Provinsi Bersatu
dan Inggris (1780-1784), VOC mendapatkan kesulitan finansial, dan pada 17 Maret
1798, perusahaan ini dibubarkan, setelah Belanda diinvasi oleh tentara Napoleon
Bonaparte dari Perancis. Hindia Timur diserahkan kepada Kerajaan Belanda oleh
Kongres Wina di 1815.
Alur waktu:
Maret 1602 – Belanda
berusaha memonopoli perdagangan rempah-rempah dengan membentuk suatu kongsi
dagang bernama VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie).
1603 – VOC telah
membangun pusat perdagangan pertama yang tetap di Banten namun tidak
menguntungkan kerena persaingan dengan para pedagang Tionghoa dan Inggris.
Februari 1605 – Armada
VOC bersekutu dengan Hitu menyerang kubu pertahanan Portugis di Ambon dengan
imbalan VOC berhak sebagai pembeli tunggal rempah-rempah di Hitu.
1602 – Sir James
Lancaster kembali ditunjuk memimpin pelayaran yang armada berisi orang-orang
The East India Company dan tiba di Aceh untuk selanjutnya menuju Banten.
1604 – Pelayaran yang
ke-2 maskapai Inggris yang dipimpin oleh Sir Henry Middleton, maskapai ini
berhasil mencapai Ternate, Tidore, Ambon dan Banda. Akan tetapi di wilayah yang
mereka kunjungi ini mendapat perlawanan yang keras dari VOC.
1609 – VOC membuka
kantor dagang di Sulawesi Selatan namun niat tersebut dihalangi oleh raja Gowa.
Raja Gowa tersebut melakukan kerjasama dengan pedagang-pedagang Inggris,
Prancis, Denmark, Spanyol dan Portugis.
1610 – Ambon dijadikan
pusat VOC, dipimpin seorang-gubernur jendral. Tetapi selama 3 orang
gubernur-jendral, Ambon tidak begitu memuaskan untuk dijadikan markas besar
karena jauh dari jalur-jalur utama perdagangan Asia.
1611 – Inggris
berhasil mendirikan kantor dagangnya di bagian Indonesia lainnya, di Sukadana
(Kalimantan barat daya), Makassar, Jayakerta, Jepara, Aceh, Priaman, Jambi.
1618 – Des Banten
mengambil keputusan untuk menghadapi Jayakarta dan VOC dengan memaksa Inggris
untuk membantu, dipimpin laksamana Thomas Dale.
1619 – Ketika VOC akan
menyerah pada Inggris, secara tiba-tiba muncul tentara Banten menghalangi
maksud Inggris. Karena Banten tidak mau pos VOC di Batavia diisi oleh Inggris.
Akibatnya Thomas Dale melarikan diri dengan kapalnya; Banten menduduki kota
Batavia.
12 Mei 1619 – Pihak
Belanda mengambil keputusan untuk memberi nama baru Jayakarta sebagai Batavia.
Mei 1619 – Jan
Pieterszoon Coen, seorang Belanda, melakukan pelayaran ke Banten dengan 17
kapal.
30 Mei 1619 – Jan
Pieterszoon Coen melakukan penyerangan terhadap Banten, memukul mundur tentara
Banten. Membangun Batavia sebagai pusat militer dan administrasi yang relatif
aman bagi pergudangan dan pertukaran barang-barang, karena dari Batavia mudah
mencapai jalur-jalur perdagangan ke Indonesia bagian timur, timur jauh, dari
Eropa.
1619 – Jan Pieterszoon
Coen ditunjuk menjadi gubernur-jendral VOC. Dia menggunakan kekerasan, untuk
memperkokoh kekuasaannya dia menghancurkan semua yang merintangi. Dan
menjadikan Batavia sebagai tempat bertemunya kapal-kapal dagang VOC.
1619 – Terjadi migrasi
orang Tionghoa ke Batavia. VOC menarik sebanyak mungkin pedagang Tionghoa yang
ada di berbagai pelabuhan seperti Banten, Jambi, Palembang dan Malaka ke
Batavia. Bahkan ada juga yang langsung datang dari Tiongkok. Di sini
orang-orang Tionghoa sudah menjadi suatu bagian penting dari perekonomian di
Batavia. Mereka aktif sebagai pedagang, penggiling tebu, pengusaha toko, dan
tukang yang terampil.
1620 – Atas dasar
pertimbangan diplomatik di Eropa VOC terpaksa bekerjasama dengan pihak Inggris
dengan memperbolehkan Inggris mendirikan kantor dagang di Ambon.
1620 – Dalam rangka
mengatasi masalah penyeludupan di Maluku, VOC melakukan pembuangan, pengusiran
bahkan pembantaian seluruh penduduk Pulau Banda dan berusaha menggantikannya
dengan orang-orang Belanda pendatang dan mempekerjakan tenaga kerja kaum budak.
1623 – VOC melanggar
kerjasama dengan Inggris, Belanda membunuh 12 agen perdagangan Inggris, 10
orang Inggris, 10 orang Jepang; 1 orang Portugis dipotong kepalanya.
1630 – Belanda telah
mencapai banyak kemajuan dalam meletakkan dasar-dasar militer untuk mendapatkan
hegemoni perniagaan laut di Indonesia.
1637 – VOC yang telah
beberapa lama di Maluku tidak mampu memaksakan monopoli atas produksi pala,
bunga pala, dan yang terpenting, cengkeh. Penyeludupan cengkeh semakin
berkembang, muncul banyak komplotan-komplotan yang anti dengan VOC.
Gubernur-Jendral Antonio van Diemen melancarkan serangan terhadap para
penyeludup dan pasukan-pasukan Ternate di Hoamoal.
1638 – Van Diemen
kembali ke Maluku dan berusaha membuat persetujuan dengan raja Ternate dimana
VOC bersedia mengakui kedaulatan raja Ternate atas Seram, Hitu serta menggaji
raja sebesar 4.000 real/tahun dengan imbalan bahwa penyeludupan cengkeh akan
dihentikan dan VOC diberi kekuasaan de facto atas Maluku. Akan tetapi
persetujuan ini gagal.
1643 – Arnold de
Vlaming mengambil kesempatan kekalahan Ternate dengan memaksa raja Ternate
Mandarsyah ke Batavia dan menandatangani perjanjian yang melarang penanaman
pohon cengkeh di semua wilayah kecuali Ambon atau daerah lain yang dikuasai
VOC. Hal ini disebabkan pada masa itu Ambon mampu menghasilkan cengkeh melebihi
kebutuhan untuk konsumsi dunia.
1656 – Seluruh
penduduk Ambon yang tersisa dibuang. Semua tanaman rempah-rempah di Hoamoal
dimusnahkan dan akibatnya daerah tersebut tidak didiami manusia kecuali jika
ekspedisi Hongi (armada tempur) melintasi wilayah itu untuk mencari pohon-pohon
cengkeh liar yang harus dimusnahkan.
1660 – Armada VOC yang
terdiri dari 30 kapal menyerang Gowa, menghancurkan kapal-kapal Portugis.
Agustus-Desember 1660 – Sultan Hasanuddin, raja Gowa dipaksa menerima persetujuan perdamaian dengan VOC, namun persetujuan ini tidak berhasil mengakhiri permusuhan.
Agustus-Desember 1660 – Sultan Hasanuddin, raja Gowa dipaksa menerima persetujuan perdamaian dengan VOC, namun persetujuan ini tidak berhasil mengakhiri permusuhan.
18 November 1667 –
Sultan Hasanuddin dipaksa menandatangani perjanjian Bongaya, akan tetapi
Hasanuddin kembali mengobarkan pertempuran.
April 1668 dan Juni
1669 – VOC melakukan serangan besar-besaran terhadap Goa dan setelah
pertempuran ini perjanjian Bongaya benar-benar dilakukan.
1669 – Kondisi keadaan
Nusantara bagian timur bertambah kacau, kehidupan ekonomi dan administrasi
tidak terkendalikan lagi.
1670 – VOC telah
berhasil melakukan konsolidasi kedudukannya di Indonesia Timur. Pihak Belanda
masih tetap menghadapi pemberontakan-pemberontakan tetapi kekuatannya tidak
begitu besar.
1670 – VOC menebangi
tanaman rempah-rempah yang tidak dapat diawasi, Hoamoal tidak dihuni lagi,
orang Bugis dan Makassar meninggalkan kampung halamannya. Banyak orang-orang
Eropa dan sekutu-sekutu yang tewas, semata-mata guna mencapai tujuan VOC untuk
memonopoli rempah-rempah.
1674 – Pulau Jawa
dalam keadaan yang memprihatinkan, kelaparan merajalela, berjangkit wabah
penyakit, gunung merapi meletus, gempa bumi, gerhana bulan, dan hujan yang
tidak turun pada musimnya.
1680 – Di Jawa Barat,
kerajaan Banten pimpinan Sultan Ageng Tirtayasa mengalami masa kejayaannya,
Banten memiliki suatu armada yang dibangun menurut model Eropa. Kapal-kapalnya
berlayar memakai surat jalan menyelenggarakan perdagangan yang aktif di
Nusantara. Atas bantuan pihak Inggris, Denmark, Tiongkok orang-orang Banten
dapat berdagang dengan Persia, India, Siam, Vietnam, Tiongkok, Filipina dan
Jepang. Banten merupakan penghasil lada yang sangat kaya.
1680 – VOC pada
dasarnya hanya terbatas menguasai dataran-dataran rendah tertentu saja di Jawa.
daerah pegunungan seringkali tidak berhasil dikuasai dan daerah ini dijadikan
tempat persembunyian pemberontak. Tidak dapat dihindarkan lagi
pemberontakan-pemberontakan mengakibatkan kesulitan dan menguras dana VOC.
1682 – Pasukan VOC
dipimpin François Tack dan Isaac de Saint-Martin berlayar menuju Banten guna
menguasai perdagangan di Banten. VOC merebut dan memonopoli perdagangan lada di
Banten. Orang-orang Eropa yang merupakan saingan VOC diusir. Orang-orang
Inggris mengundurkan diri ke Bengkulu dan Sumatera Selatan satu-satunya pos
mereka yang masih ada di Indonesia.
1683-1710 – VOC
mengalami masalah keuangan yang sangat berat di wilayah Asia selama kurun waktu
tersebut. Di antara 23 kantornya hanya tiga (Jepang, Surat dan Persia) yang
mampu memberikan keuntungan; sembilan menunjukkan kerugian setiap tahun
termasuk Ambon, Banda, Ternate, Makassar, Banten, Cirebon dan wilayah pesisir
Jawa. VOC banyak mengeluarkan biaya-biaya yang sangat tinggi akibat
pemberontakan di samping pengeluaran pribadi VOC yang tidak efesien, kebejatan
moral, korupsi yang merajalela. VOC juga menuntut semakin banyak kepada rakyat
Jawa, yang mengakibatkan pemberontakan yang terus berlanjut dan pengeluaran VOC
bertambah tinggi.
1684 –
Gubernur-Jendral Speelman meninggal. Terbongkarlah korupsi dan penyalah gunaan
kekuasaan. Konon Speelman memerintah tanpa menghiraukan nasihat Dewan Hindia
dan banyak melakukan pembayaran dengan uang VOC yang pada dasarnya tidak pernah
ada untuk pekerjaan yang tidak pernah dilakukan. Selama masa kekuasaan Speelmen
jumlah penjualan tekstil menurun 90%, monopoli candu tidak efektif. Speelman
juga banyak melakukan penggelapan uang negara dan pada 1685 semua penunggalan
Speelman disita negara.
8 Februari 1686 –
Dengan tipu muslihat Surapati berhasil membunuh François Tack dalam suatu
pertempuran. Tack tewas dengan dua puluh luka di tubuhnya.
1690 – Belanda
berusaha membalas kekalahan yang dialami Tack tetapi gagal karena Surapati
menguasai teknik-teknik militer Eropa dengan baik.
1702 – Jumlah kekuatan
serdadu militer Belanda yang berkebangsaan Eropa hanya tinggal sedikit.
Administrasi VOC kacau balau.
1706 – Surapati
terbunuh di Bangil.
1721 – VOC mengumumkan
apa yang dinamakan komplotan orang-orang Islam yang bermaksud melakukan
pembunuhan terhadap orang-orang Eropa di Batavia dan juga orang-orang Tionghoa.
1722 – Perlakuan
terhadap orang-orang Tionghoa bertambah kejam dan korup. Walaupun demikian
jumlah orang Tionghoa bertambah dengan pesat. VOC melakukan sistem kuota untuk
membatasi imigrasi, tetapi kapten-kapten kapal Tionghoa mampu menghindarinya
dengan bantuan dari pejabat VOC yang korupsi. Kebanyakan orang-orang Tionghoa
pendatang yang tidak memperoleh pekerjaan sebagian besar mereka bergabung
menjadi gerombolan-gerombolan penjahat di sekitar Batavia.
1727 – Posisi ekonomi
orang Tionghoa makin penting di satu pihak dan sering terjadinya kejahatan oleh
orang Tionghoa, menimbulkan perasaan tidak senang terhadap orang Tionghoa. Rasa
tidak senang menjadi semakin tebal di kalangan warga bebas, kolonis-kolonis
Belanda yang tidak dapat menandingi orang Tionghoa. Timbullah kemudian rasa
permusuhan dan sikap rasialis terhadap orang Tionghoa.
1727 – Pemerintah
kolonial Belanda mengeluarkan peraturan bahwa semua orang Tionghoa yang telah
tinggal 10 sampai 12 tahun di Batavia dan belum memiliki surat izin akan
dikembalikan ke Tiongkok.
1729 – Pemerintah
kolonial memberikan kesempatan selama 6 bulan kepada orang Tionghoa untuk
mengajukan permohonan izin tinggal di Batavia dengan membayar 2 ringgit.
1730 – Dikeluarkan
larangan bagi orang Tionghoa untuk membuka tempat penginapan, tempat pemadatan
candu dan warung baik di dalam maupun di luar kota.
1736 – Pemerintah
kolonial mengadakan pendaftaran bagi semua orang Tionghoa yang tidak memiliki
surat izin tinggal.
1740 – Terdapat 2.500
rumah orang Tionghoa di dalam tembok Batavia sedangkan jumlah orang Tionghoa di
kota dan daerah sekitarnya diperkirakan 15.000 jiwa. Jumlah ini
setidak-tidaknya merupakan 17% dari keseluruhan penduduk di daerah terebut. Ada
kemungkinan bahwa orang-orang Tionghoa sebenarnya merupakan unsur penduduk yang
lebih besar jumlahnya. Ada pula orang-orang Tionghoa di kota-kota pelabuhan Jawa
dan Kartasura walaupun jumlahnya hanya sedikit.
1740 – Terjadi
penangkapan terhadap orang Tionghoa, tidak kurang 1.000 orang Tionghoa
dipenjarakan. Orang Tionghoa menjadi gelisah lebih-lebih setelah sering terjadi
penangkapan, penyiksaan, dan perampasan hak milik Tionghoa.
4 Februari 1740 –
Segerombolan orang Tionghoa melakukan pemberontakan dan penyerbuan pos
penjagaan untuk membebaskan bangsanya yang ditahan.
Juni 1740 – Kompeni Belanda
mengeluarkan lagi peraturan bahwa semua orang Tionghoa yang tidak memiliki izin
tinggal akan ditangkapdan diangkut ke Sailan. Peraturan ini dilaksanakan dengan
sewenang-wenang.
September 1740 –
Tersiar berita bahwa segerombolan orang Tionghoa di daerah pedesaan sekitar
Batavia bergerak mendekati pintu gerbang Batavia. Mr. Cornelis di Tangerang dan
de Qual di Bekasi, memerintahkan memperkuat pos-pos penjagaan.
7 Oktober 1740 –
Pasukan bantuan yang dikirim ke Tangerang oleh pemerintah kolonial diserang oleh
gerombolan Tionghoa, sebagian besar dari pasukan tersebut tewas.
Oktober 1740 –
Berdasarkan bukti yang didapatkan VOC menarik kesimpulan bahwa orang-orang
Tionghoa sedang merencanakan sebuah pemberontakan.
8 Oktober 1740 –
Kompeni Belanda mengeluarkan maklumat, antara lain perintah menyerahkan senjata
kepada kompeni. Jam malam diadakan.
9 Oktober 1740 –
Dimulainya pembunuhan terhadap orang Tionghoa secara besar-besaran. Yang banyak
melakukan pembunuhan ini adalah orang-orang Eropa dan para budak. Dan pada
akhirnya ada sekitar 10.000 orang Tionghoa yang tewas. Perkampungan orang
Tionghoa dibakar selama beberapa hari. Kekerasan ini berhenti setelah orang
Tionghoa memberikan uang premi kepada serdadu-serdadu VOC guna melakukan
tugasnya yang rutin.
10 Oktober 1740 –
Pertahanan kompeni Belanda di Tangerang diserang oleh sekitar 3.000 orang
pemberontak Tionghoa.
Mei 1741 – Orang-orang
Tionghoa yang berhasil lolos dari pembantaian di Batavia melarikan diri ke arah
timur menyusur sepanjang daerah pesisir. Mereka melakukan perebutan pos di
Juwana. Markas besar VOC dikepung dan pos-pos lainnya terancam.
Juli 1741 – Pos VOC di
Rembang dihancurkan oleh orang-orang Tionghoa yang membantai seluruh personel
VOC.
Juli 1741 – Prajurit
raja yang berada di Kartasura menyerang pos garnisun VOC. Komandan VOC Kapten
Johannes van Velsen dan beberapa serdadu lainnya tewas. Serdadu yang selamat
ditawari pilihan beralih ke agama Islam atau mati dan banyak yang memilih
pindah agama.
November 1741 –
Pakubuwana II mengirim pasukan artileri ke Semarang. Pasukan prajurit-prajurit
tersebut bersatu dengan orang Tionghoa melakukan pengepungan terhadap pos VOC.
Pos VOC di Semarang ini dikepung oleh kira-kira 20.000 orang Jawa dan 3.500
orang Tionghoa dengan 30 pucuk meriam. Orang Jawa dan Tionghoa bersatu melawan
kompeni Belanda.
Desember 1741-awal
1742 – VOC merebut kembali daerah-daerah lain yang terancam serangan.
13 Februari 1755 – VOC
menandatangani Perjanjian Giyanti. Isinya VOC mengakui Mangkubumi sebagai
Sultan Hamengkubuwana I, penguasa separuh wilayah Jawa Tengah.
September 1789 –
Belanda mendengar desas-desus bahwa raja Jawa akan melakukan pembunuhan
terhadap orang-orang Eropa, sehingga mengutus seorang residen yang bernama
Andries Hartsick dengan memakai pakaian Jawa menghadiri pertemuan rahasia di
Istana Jawa.
1 Januari 1800 – VOC
secara resmi dibubarkan, didirikan Dewan untuk urusan jajahan Asia. Belanda
kalah perang dan dikuasai Perancis. Wilayah-wilayah yang dimiliki Belanda
menjadi milik Perancis.
Pembubaran VOC
Pada pertengahan abad
ke-18 VOC mengalami kemunduran karena beberapa sebab sehingga dibubarkan (pailit)
. Alasannya adalah sebagai berikut:
1. Banyak pegawai VOC
yang curang dan korupsi
2. Banyak pengeluaran untuk biaya peperangan contoh perang melawan Hasanuddin dari Gowa
3. Banyaknya gaji yang harus dibayar karena kekuasaan yang luas membutuhkan pegawai yang banyak
4. Pembayaran Devident (keuntungan) bagi pemegang saham turut memberatkan setelah pemasukan VOC kekurangan
5. Bertambahnya saingan dagang di Asia terutama Inggris dan Perancis
6. Perubahan politik di Belanda dengan berdirinya Republik Bataaf 1795 yang demokratis dan liberal menganjurkan perdagangan bebas.
2. Banyak pengeluaran untuk biaya peperangan contoh perang melawan Hasanuddin dari Gowa
3. Banyaknya gaji yang harus dibayar karena kekuasaan yang luas membutuhkan pegawai yang banyak
4. Pembayaran Devident (keuntungan) bagi pemegang saham turut memberatkan setelah pemasukan VOC kekurangan
5. Bertambahnya saingan dagang di Asia terutama Inggris dan Perancis
6. Perubahan politik di Belanda dengan berdirinya Republik Bataaf 1795 yang demokratis dan liberal menganjurkan perdagangan bebas.
Berdasarkan alasan di
atas VOC dibubarkan pada tanggal 31 Desember 1799 dengan hutang 136,7 juta
gulden dan kekayaan yang ditinggalkan berupa kantor dagang, gudang, benteng,
kapal serta daerah kekuasaan di Indonesia.
Posting Komentar