A. Hakikat Sejarah Militer
Kata sejarah secara etimologis berasal dari bahasa Arab yaitu Syajaratun. Syajaratun berarti pohon, silsilah dan keturunan. Hal ini berkaitan erat dengan tradisi bangsa Arab yang mempunyai kesukaan mencari jejak nenek moyangnya, dan yang kemudian diwujudkan dalam bentuk silsilah yang disusun seperti pohon terbalik. Bermula dari kata Syajaratun ini, selanjutnya diadopsi oleh bahasa Melayu menjadi kata syajarah atau sejarah, yang identik dengan arti hikayat atau riwayat hidup seorang tokoh, pemimpin, atau pahlawan.
Padanan atau sinonim kata sejarah dalam bahasa Inggris adalah kata history. Kata history aslinya berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu dari kata istoria yang bermakna belajar dengan cara bertanya-tanya atau mengacu pada pengertian ilmu.
Istilah history atau sejarah, dalam konteks ilmu sejarah mengandung dua makna yang berbeda. Pertama, sejarah dalam arti masa lampau dan semua yang pernah terjadi pada masa lampau. Kedua, sejarah dalam arti rekaman yang cermat dan total mengenai masa lampau, yaitu semua yang ada dalam kenangan manusia atau masyarakat atas pengalaman masa lalunya.
Makna pertama merujuk pada jejak-jejak sejarah yang kemudian dapat dikembangkan menjadi bukti-bukti sejarah. Selanjutnya dari bukti-bukti sejarah akan ditarik menjadi fakta sejarah, sebagai alat kerja yang pokok bagi sejarawan atau oeneliti sejarah. Sementara itu arti yang kedua berkonotasi sejarah sebagai suatu ceritera atau kisah yang berikutnya berkembang menjadi penulisan sejarah atau historiografi. Dengan demikian, sejarah adalah upaya untuk melakukan rekonstruksi mengenai masa lalu, peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masa lalu itu berdasarkan bukti-bukti sejarah yang ada.
Politik pada mulanya merupakan tulang punggung dari sejarah. Oleh karena itu penulisan sejarah pada mulanya berisi rangkaian kejadian mengenai raja, negara, bangsa, pemerintah, parlemen, pemberontakan, kelompok-kelompok kepentingan dan interaksi antara kekuatan-kekuatan itu dalam memperebutkan kekuasaan. History is past politics, politicts is present history yang artinya sejarah adalah politik masa lalu, politik adalah sejarah masa kini. Hal ini menunjukkan bahwa sejarah mempunyai hubungan yang erat dengan sejarah politik.
Dominasi politik dalam penulisan sejarah mengalami perubahan menjelang Perang dunia II, setelah para sejarawan Perancis yang tergabung dalam aliran Annales mulai meragukan keterkaitan antara sejarah dengan politik. Mereka berpendapat bahwa jika sejarah hanyalah sejarah politik, maka ruang lingkup ilmu sejarah akan menjadi sempit. Kemudian mereka mempeerluasnya dengan mengusulkan adanya sejarah sosial, sejarah struktural atau sejarah total. Di negara-negara lain, seperti Inggris dan Amerika Serikat terjadi perkembangan yang serupa, dimana politik tidak lagi dianggap sebagai tulang punggung sejarah. Kemudian muncul spesialisasi baru dalam sejarah, seperti sejarah kota, sejarah kriminalitas, sejarah pendidikan, sejarah lokal, sejarah intelektual, sejarah ilmu, prosopogratafi, sejarah psikologis, sejarah mentalitas, sejarah kesehatan, sejarah kuantitatif serta sejarah militer.
Sejarah militer merupakan sejarah angkatan bersenjata dan perilaku perang. Beberapa hal yang dapat dibahas dalam sejarah perang , misalnya strategi yang digunakan, kekuatan pasukan yang berperang,senjata yang digunakan.Dalam penulisan Sejarah militer yang sudah berkembang, penulisan sejarah perang tidak hanya ditonjolkan aspek-aspek operasional meliter semata. Sejarah perang bisa dilihat dari aspek-aspek lainnya, misalnya aspek ekonomi.
Seperti yang telah dijabarkan bahwa Sejarah militer adalah dokumentasi, secara tertulis maupun tidak, akan kejadian-kejadian dalam sejarah manusia yang masuk dalam kategori konflik. Dari perang antar duasuku, perang antar angkatan bersenjata, sampai perang dunia yang memengaruhi hidup sebagian besar manusia. Sejarah militer sendiri identik dengan sejarah perang, sebab perang-perang yang terjadi selama ini menjadi objek utama yang didokumentasikan dalam sejarah militer. Sedangkan perang dapat didefinisikan sebagai aksi fisik atau non fisik yang dalam arti sempit merupakan konflik menggunakan senjata antara dua kelompok atau lebih, yang memiliki tujuan yaitu untuk menguasai tempat yang diperebutkan.
Secara konvensional Militer dapat dikatakan sebagai sebuah organisasi keamanan yang berada di bawah pemerintahan yang memiliki fungsi bertugas sebagai anggota atau lembaga keamanan dan pertahanan sebuah negara dari serangan perang, menegakkan kedaulatan negara dan sejenisnya.
Militer ini secara organisasional memiliki karakter yang amat kaku dengan pemegang pucuk pimpinan komanadan atau panglima sebagai pemegang otoritas dan tanggung jawab tertinggi. karakter yang demikian kaku ini terkait erat dengan fungsi lembaga militer itu sendiri, yakni sebagai alat untuk memenangkan peperangan bersenjata di mana dibutuhkan perintah dan kewenangan sentral dan efektif untuk menggerakkan seluruh kesatuan tempur yang berbeda-beda kearah satu tujuan.[1]
Dilihat dari konteks negara modern, secara fungsional istilah militer menunjuk pada suatu lembaga pemaksa yang termanajemen secara sah yang berada di bawah pengendalian negara. Sehingga militer adalah bagian dari aparatur negara atau birokrasi dan berada di bawah kndali pemerintaha negara yang bersangkutan dalam menjalankan segala aktivitanya.
Jika dilihat dari konteks negara-negara barat yang menganut supermasi sipil, militer adalah merupakan lembaga negara yang berada di bawah pengendalian politisi sipil yang memegang kendali pemerintahan. Samuel P. Huntington berpandangan yaitu military mind, yaitu sebuah ideology yang berisi pengakuan terhadap supermasi sipil; yang menyebutkan tak ada kemuliaan yang lebih tinggi selain kepatuhan kepada para negarawan sipil yang memegang kendali pemerintahan.
Berbeda dengan yang terjadi di Indonesia dan negara berkembang lainnya. Kedudukan militer dan sistem politik dapat dikatakan tidaklah sama dengan konsep military mind, yang salah satunya sangat dipengaruhi aspek historis yang menyangkut peranan yang dimainkan oleh militer proses kelahiran negara-negara tersebut. Seperti contoh militer Indonesia atau Tentara Nasional Indonesia (TNI) sejak jaman kelahirannya tak dapat dikatakan sebagai pihak yang mengakui keberadaan supermasi sipil, bahkan pemerintah sipil yang tengah berkuasa.
Salah satu penyebabnya adalah proses kelahirannya dimana mereka tidaklah dilahirkan oleh kekuatan-kekuatan politik sipil misalnya partai politik atau pemerintah yang saat itu berkuasa. mereka dilahirkan secara langsung dari sebuah revolusi dan dipelihara oleh masyarakat tempat mereka berada. Dengan demikian mereka berfikir berada pada posisi yang sejajar atau bahkan dalam konteks kesetiaan pada negara mereka menduduki posisi yang lebih tinggi daripada para politisi sipil. Selain itu sebagai sebuah lembaga dalam negara mereka juga cenderung bersifat otonom dari segala campur tangan maupun pengendalian sipil ataupun pemerintahan sipil yang berkuasa.
Persoalan militer tidak hanya terletak pada militerisasi masyarakat politik dan negara, melainkan juga pada militerisme dalam masyarakat sipil. Pertama terletak pada ranah kelembagaan, dan yang kedua tertanam pada ranah budaya politik masyarakat sipil.
Ruang lingkup sejarah militer di Indonesia bisa dibagi dalam beberapa periode. Termasuk juga pada periode kerajaan-kerajaan di nusantara, serta pada masa kolonialisme dan masa revolusi. Semua periode tersebut nantinya yang akan menjadi cikal bakal lahirnya militer modern di Indonesia. Militer Indonesia tidak terbentuk begitu saja tapi melalui tahap panjang yang melalui berbagi peristiwa-peristiwa penting.
Mencakup pula unsur unsur pembentuk militer. Militer di Indonesia terbebtuk dari gabungan berbagai milisi, laskar bahkan rakyat biasa. Milisi milisi bekas didikan jepang misalnya memiliki andil yang besar dalam sejarah militer Indonesia. Begitu pula laskar-laskar rakyat baik dari elemen rakyat biasa hingga dari elemen agama seperti santri dan kiyai, serta dari elemen rakyat biasa dan priyayi. Kesemuanya mempunyai peran yang sama-sama penting.
Transisi dari milisi dan laskar yang melebur menjadi satu kesatuan militer juga memerlukan bahasan tersendiri. Hal ini disebabkan sejarah militer di Indonesia yang proses terbentuknya melalui berbagai tahapan dan melalui serangkaian peristiwa. Baik peristiwa perang, gencatan senjata, perpindahan kekuasaan bahkan hingga intrik politik.
Secara sederhana ruang lingkup sejarah militer bisa dibagi dalam 3 tahap.
1. Tahap Rekonstruksi
Yakni tahap pembangunan kembali kekuatan militer yang sebelumnya saling menyebar untuk dihimpun dalam satu kesatuan. Proses rekonstruksi bertujuan untuk menyatukan perjuangan militer yang sebelumnya terpecah pecah menjadi satu. Contoh yang paling sederhana dari proses rekonstruksi militer di Indonesia adalah pada masa revolusi kemerdekaan. Pada masa ini, kekuatan kekuatan militer yang terpisah-pisah mencoba untuk bersatu dalam kesatuan besar. Beberapa laskar rakyat maupun laskar santri mulai bergabung dengan pejuang-pejuang yang ada di kota-kota. Berjuang dalam merebut kemerdekaan.
2. Tahap Transisi
Yakni tahap peralihan dari kekuatan militer yang sudah bersatu padu namun belum memiliki pengikat yang kuat. Meskipun masing masing milisi atau laskar sudah berstu namun belum bisa tercipta suatu ikatan yang kuat. Maka pada masa ini dibentuklah TKR yang bertujuan untuk mempersatkan kekuatan militer Indonesia dalam satu kesatuan yang padu. TKR sendiri terdiri dari berbagai eleman. Entah itu mantan prajurit PETA, HEIHO, KNIL, maupun dari laskar rakyat, pelajar maupun laskar santri. Proses transisi berlangsung lama, karena memerlukan kondisi yang pas untuk bisa menyatukan semua eleman dalam satu kesatuan. Pada masa agresi militer belanda, proses ini sangat membantu dalam menyatukan perlawanan terhadap kekuatan militer Belanda dan Sekutu.
3. Tahap Legitimasi
Tahap yang terakhir adalah tahap legitimasi di mana kekuatan militer yang semakin solid memerlukan pengakuan dari seluruh elemen bangsa Indonesia dan dunia bahwa kekuatan militer Indonesia sudah memiliki kekuatan besar yang siap mempertahankan NKRI dari segala ancaman. Pada moment inilah TNI lahir. Sebagai kekuatan militer Indonesia. Yang memiliki legitimasi dari seluruh elemen bangsa Indonesia bahwa TNI merupakan kekuatan Militer Indonesia.
2.3 Sejarah Militer di Indonesia
Sejarah militer di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari sejarah kerajaan-kerajaan yang ada di Indonesia. Militer pada masa kerajaan nusantara bersifat romantisme masa lalu. Pada abad 18 hingga masa kemerdekaan bersifat perjuangan mengusir penjajah. Pada masa kemerdekaan hingga tahun 1949 bersifat mempertahankan kemerdekaan. Dan seterusnya hingga kini militer bertransformasi menjadi pelindung keamanan dan keutuhan bangsa.
Militer pada masa kerajaan nusantara lebih bersifat romantisme masa lalu. Kerajaan Nusantara terutama sriwijaya, majapahit dan mataram islam memiliki milter yang kuat dan memiliki kekuatan yang besar pada zamannya. Sriwijaya dikenal dengan armada maritimnya yang sangat kuat. Sebagai kerajaan maritim Sriwijaya memfokuskan kekuatan militernya pada angkatan laut. Tidak heran jika wilayah Sriwijaya pada masa kejayaannya merata dari pulau Sumatera hingga semenanjung Malaya.
Majapahit juga memiliki militer yang kuat. Meskipun kerajaan Majapahit lebih bercorak agraris karena terletak jauh dari pantai namun Majapahit juga memiliki angkatan laut yang tak kalah hebat dari Sriwijaya. Adanya pelabuhan pelabuhan besar di utara pulau jawa merupakan faktor pendukung kuatnya armada militer Majapahit. Mataram Islam juga memiliki pasukan yang tangguh. Dalam melawan kolonial portugis di Malaya, hingga melawan belanda di Batavia.
Romantisme pada kejayaan militer di masa lalu memiliki pengaruh yang kuat dalam semangat rakyat Indonesia terutama pada segi militer. Itulah yang terjadi pada masa perlawanan terhadap penjajah. Beberapa daerah seperti Aceh, Jawa Tengah, Sumatera, hingga Maluku. Semua daerah tersebut memiliki sikap juang yang sangat tinggi warisan nenek moyang mereka. Mulai dari Perang Padri, Perang Diponegoro, Perang di Maluku, Perang di Makasar dan banyak daerah lainnya terpengaruh oleh romantisme masa lalu dan semangat juang yang tetap menyertai seluruh rakyat.
Periode abad 19 menjadi periode peralawanan terhadap penjajahan. Dari Pangeran Diponegoro, Tuanku Imam Bonjol, Pattimura, Cut Nyak Dien dan banyak pejuang lainnya berjuang mengusir penjajahan Belanda. Perlawanan ini terus berlanjut hingga masa pergerakan nasional. Meskipun perang terbuka dianggap kurang berhasil dalam mengusir penjajah, namun bibit bibit perjuangan tak pernah pudar.
Pada masa Jepang, milisi milisi rakyat mendapat pelatihan militer yang modern. Inilah cikal bakal militer modern di Indonesia. Dengan diberi pekatihan militer oleh Jepang, rakyat Indonesia yang sebelumnya buta akan strategi perang modern mulai menguasai beberapa taktik militer. Organisasi semacam PETA, HEIHO, dan banyak lainnya memberi kesempatan bagi milisi rakyat untuk meningkatkan kemampuan militernya. Terbukti pada masa pasca kemerdekaan, pasukan bekas PETA, HEIHO dll memegang peranan penting di garis depan perlawanan. Dengan ilmu dan keahlian militer yang dimiliki, pasukan ini kerap menjadi pioner dalam sebuah pertempuran.
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945 kesatuan-kesatuan unsur tentara mulai bersatu ke dalam satu wadah yakni TKR. TKR kemudian berubah menjadi BKR yang kemudian juga berubah menjadi TRI. Pada akhirnya, nama yang digunakan hingga saat ini adalah TNI. Tentara Nasional Indonesia.
Terdapat sebuah gesekan kecil mengenai keterlibatan tentara dalam kanacah non kemiliteran termasuk politik dan ekonomi dapat ditelusuru semenjak awal kemerdekaan. Konstelasi politik yang kompleks dalam suasana revolusioner saat itu telah melahirkan sosok tentara yang otonom dari segala campur tangan pemerintahan sipil. Tentara menganggap bahwa dirinya tidak dilahirkan melalui rahim sistem politik dan pemerintahan yang saat itu didominasi oleh para politisi, melainkan oleh kompleks suasana revolusioner tersebut. Oleh karena itu, tentara merasa lebih bertanggung jawab secara langsung kepada negara dan bangsa daripada kepada para politisi yang sedang memegang pucuk pemerintahan.[2]
Proklamasi ternyata merupakan awal dari sebuah perseteruan panjang dari keduanya, di mana sikap para politisi sipil yang demikian lunak dan kompromistik terhadap musuh tidak dapat diterima oleh para pemuda. Mereka mengambil berbagai langkah dengan membentuk kesatuan-kesatuan bersenjata yang merupakan embrio lahirnya tentara Indonesia di berbagai wilayah dengan cara melucuti senjata tentara Jepang. Mereka berinisiatif sendiri dan hanya mengandalkan dukungan masyarakat yang sedang bergejolak dalam suasana revolusi. Situasi revolusi inilah terutama dari para pendukung kemerdekaan (politisi dan pemuda) di atas, telah melahirkan dua hal yang sangat berpengaruh dalam kehidupan tentara dan politik di Indonesia untuk masa-masa berikutnya.
Pertama, dari perbedaan sikap tersebut menimbulkan lahirnya karakter tentara yang memiliki otonomi relatif terhadap para politisi yang duduk di pmerintahan, serta merupakan awal ketidak harmonisan hubungan antar keduanya yang ingin saling mengintervensi dan menguasai. Kecenderungan lain yang timbul adalah pengidentifikasian tentara dengan negara: tentara selalu mengidentifikasikan dirinya sebagai “kepentingan negara dan kepentingan rakyat” hal ini sangat terasa pada jaman Orde Baru.
Kedua, perbedaan pandangan tersebut juga berakibat pada kelambanan pemerintah dalam merespon tuntutan untuk membentuk sebuah organisasi ketentaraan yang sentralistik di bawah kendali efektif pemerintahan. hal ini juga masih ditambah persoalan lain, kemajemukan unsur pembentuk tentara, dan masih sangat sulitnya komunikasi dan koordinasi, telah membuat kekuatan bersenjata Indonesia sangat jauh dari sekedar bisa berjalan bersama.
Unsur-unsur pembentukan tentara Indonesia: pertama, kelompok bekas anggota PETA adalah kelompok paling besar jumlahnya dalam komposisi korps perwira. Kedua, adalah mereka yang merupakan bekas perwira KNIL. Ketiga, kelompok yang berasal dari para pemuda yang bergabung dengan tentara regular secara langsung ataupun dipindahkan dari anggota kelaskaran.
Setelah TNI terbentuk, sempat mengalami goncangan yang cukup besar. Salah satunya dari peristiwa G30SPKI. Peristiwa ini cukup mencoreng nama baik TNI dimana terdapat beberapa oknum TNI yang ikut membelot bersama PKI. Bahkan sebagian besar dari Angkatan Udara memihak PKI. Namun setelah Soeharto muncul keadaaan berbalik. TNI berhasil tampil sebagai penyelamat bangsa dari rongrongan komunisme.
Tugas TNI adalah sebagai penjaga pertahanan dan keamanan negara dari ancaman luar. Serta bertugas untuk menjaga kesatuan NKRI. TNI pernah melakukan tugas besar yang hingga kini masih diingat sebagai salah satu bakti TNI bagi bangsa. 3 operasi milter yang terkenal, yakni Dwikora, Trikora serta Seroja. Masing masing dalam perseteruan dengan Malaysia, merebut Irian barat dan dalam proses integrasi timor-timor.
Selain itu, TNI juga pernah melakukan operasi militer di dalam negeri dalam rangka memelihara keamanan dalam negeri. Meskipun merupakan kebijakan yang tidak terlalu populer karena harus melawan bangsa sendiri. Operasi militer ini diantaranya ada di Aceh, Maluku, Papua, dan daerah daerah lainnya.
TNI kini memiliki tugas yang relatif lebih ringan dibanding masa lalu. Namun tetap beban yang ditanggung oleh TNI bukanlah beban yang biasa.
DAFTAR PUSTAKA
Yulianto, Dwi, Pramono. 2005. Militer dan Kekuasaan; Puncak-Puncak Krisis Hubungan Sipil-Militer di Indonesia. Yogyakarta: Narasi
Suwarno. 2012. Sejarah Politik Indonesia Modern. Yogyakarta: Ombak Dua
Subagyo. 2010. Buku Ajar Sejarah Militer. Jurusan Sejarah UNNES
Posting Komentar