Sepanjang hidup tentu kita pernah mengalami peristiwa yang berkesan dan berpengaruh dalam hidup kita, seperti halnya perjalanan bangsa Indonesia yang dimulai dengan berdirinya organisasi Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 yang merupakan awal Pergerakan Nasional. Kemudian menjadi penggerak berdirinya organisasi- organisasi pemuda lainnya , seperti Indische Partij, Sarekan Islam dan lainnya. Pada masa Pergerakan Nasional ini lah terjadi perubahan perjuangan dari yang kedaerahan menjadi bersifat Nasional. Rasa cinta tanah air mulai berkempang yang puncaknya dilaksakannya Kongres Pemuda oleh golongan terpelajar dengan pengucapan janji oleh para pemuda dalam Sumpah Pemuda 1928. Peristiwa ini menjadi tonggak Kebangkitan Nasional. Para pemuda mulai bergerak untuk satu tujuan yakni Indonesia Merdeka. Karena Kemerdekaan adalah hak semua bangsa. Dengan kemerdekaan yang telah kita peroleh inilah perjalanan sejarah bangsa Indonesia berlanjut sampai hari ini. Rangkaian peristiwa yang ada merupakan peristiwa yang berkelanjutan.
Menurut
Roeslan Abdul Gani menyatakan ilmu sejarah dapat diibaratkan sebagai
penglihatan terhadap tiga dimensi, yaitu penglihatan ke masa silam, masa
sekarang, dan masa depan. Hal ini sejalan dengan Arnold J. Toynbee yang
mengatakan bahwa mempelajari sejarah adalah mempelajari masa lampau, untuk
membangun masa depan (to study history is to study the past to build the
future).
Kehidupan
manusia sekarang merupakan mata rantai yang tak terpisahkan dari kehidupan
manusia generasi sebelumnya ke generasi yang akan datang. Oleh karena itu setiap peristiwa
yang terjadi tidaklah
berdiri sendiri, tetapi
merupakan keterkaitan antara
peristiwa satu dan lainnya. Sebaliknya, setiap peristiwa yang terjadi karena
ada peristiwa yang mendahuluinya, seperti gambar diatas kita tidak akan bisa
memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia sampai saat ini, jika hari itu tidak
ada Konggres Pemuda yang melahirkan Sumpah Pemuda yang mengumandangkan
persatuan dan kesatuan bangsa.
Sehubungan dengan konsep waktu, dalam ilmu sejarah menurut Kuntowijoyo meliputi perkembangan, keberlanjutan/kesinambungan, pengulangan
dan perubahan. Keberlanjutan/ kesinambungan dalam sejarah artinya dalam
mempelajari sejarah, kita harus menyadari bahwa rangkaian sejarah sejak adanya
manusia sampai sekarang adalah peristiwa-peristiwa berkelanjutan. Disebut
mengalami perkembangan apabila dalam kehidupan masyarakat terjadi gerak secara
berturut-turut dari bentuk yang satu ke bentuk yang lain. Perkembangan terjadi
biasanya dari bentuk yang sederhana ke bentuk yang kompleks. Misalnya adalah perkembangan
demokrasi di Amerika yang mengikuti perkembangan kota. Pada awalnya masyarakat
di Amerika tinggal di kota-kota kecil. Di kota-kota kecil itulah tumbuh dewan-
dewan kota, tempat orang berkumpul. Dari kota-kota kecil mengalami proses
menjadi kota-kota besar hingga menjadi kota metropolitan. Di sini, demokrasi
berkembang mengikuti perkembangan kota.
Kesinambungan
terjadi bila suatu masyarakat baru hanya melakukan adopsi lembaga-lembaga lama.
Misalnya pada masa kolonial, kebijakan pemerintah kolonial mengadopsi kebiasaan
lama, antara lain dalam menarik upeti raja taklukan, Belanda meniru raja-raja pribumi.
Sementara itu disebut pengulangan apabila peristiwa yang pernah terjadi di masa
lampau terjadi lagi pada masa berikutnya, misalnya menjelang presiden Soekarno
jatuh dari kekuasaannya pada tahun 1960-an banyak terjadi aksi dan demonstrasi,
khususnya yang dilakukan oleh para mahasiswa. Demikian halnya menjelang
presiden Soeharto jatuh pada 1998, juga banyak terjadi aksi dan demonstrasi.
Berhubungan
dengan konsep waktu inilah dikisahkan kehidupan manusia pada masa lalu. Masa
lalu merupakan sebuah masa yang sudah terlewati. Namun, masa lalu bukanlah
suatu masa yang terhenti dan tertutup.Masa lalu bersifat terbuka dan
berkesinambungan sehingga dalam sejarah, masa lalu manusia bukan demi masa lalu
itu sendiri. Segala hal yang terjadi di masa lalu dapat dijadikan acuan untuk
bertindak di masa kini dan untuk
meraih kehidupan yang
lebih baik di
masa datang. Dalam
konteks pembentukan identitas
nasional, pengetahuan sejarah mempunyai fungsi fundamental (Kartodirdjo, 1993).
Pada perkembangannya, pendidikan sejarah sangat bergantung pada ilmu sejarah.
Siswa sebagai objek didik tentu membutuhkan pengetahuan dari yang paling dasar
hingga yang paling kompleks tentang, apa itu sejarah?, sebelum mereka
mempelajari rentetan peristiwa dalam sejarah.
Dalam
konteks itu, ilmu sejarah sendiri secara alamiah memfokuskan diri pada
kajian tentan peristiwa-peristiwa yang
terjadi pada masa
lampau dengan tujuan mengambil hikmah. Masa lampau memiliki
pengertian yang sangat luas, bisa berarti satu abad yang lalu, puluhan tahun
yang lalu, sebulan yang lalu, sehari yang lalu atau sedetik yang lalu, bahkan
waktu sekarang ketika sedang membaca tulisan ini akan menjadi masa lampau. Kita
harus menyadari bahwa rangkaian peristiwa sejarah sejak adanya manusia sampai
sekarang adalah peristiwa yang berkelanjutan atau berkesinambungan (continuity)
dari satu titik ke titik selnjutnya. Selain membahas manusia dan masyarakat,
sejarah juga melihat hal lain, yaitu waktu. Waktu menjadi konsep penting dalam
ilmu sejarah.
Seperti
halnya perlawanan rakyat Aceh dalam empat fase. Pertama, fase 1873-1875 disaat
perang dipimpin langsung oleh para Sultan. Kedua, fase yang berlangsung
antara tahun 1876- 1896 disaat kepemimpinan beralih pada
ulubalang dan Sultan
hanya sebagai simbol pemersatu.
Ketiga, fase 1896- 1903
ketika ulama juga
turut mengambil peran dalam
perang Aceh, fase ini
berakhir dengan ditandai menyerahnya Tuanku Muhammad Daud
Syah. Fase keempat merupakan fase dimana terjadi pertempuran besar dibeberapa
tempat, mulai dari Aceh Besar, Pidie, Aceh Tengah, dan Aceh Barat. Melalui
fase-fase ini Ibrahim Alfian
menggunakan pendekatan analisis struktural
sehingga perang Aceh dilihat
sebagai proses yang berlapis-lapis bukan sekedar peristiwa tungal.
Selain itu
juga tidak terlewatkan aspek sosial masyarakat, termasuk juga ideologi yang
melatar belakangi munculnya perang dan perlawanan (Alfian, 1989). halnya Soehartono yang membahas perubahan
sosial yang terjadi di Surakarta melalui sistem apanage dan bekel. Soehartono
(1991) mengungkapkan bahwa dengan adanya sistem apanage yang diterapkan
mengakibatkan perang desa. Sistem apanage yang tidak bisa dilepaskan dengan
struktur sosial, pola penguasaan tanah yang bertumpu pada hubungan patronclient,
dan konsep priyayi-wong cilik. Soehartono menguraikan secara penuh dalam babnya
mengenai perubahan sosial yang berlangsung akibat sistem apanage. Keresahan di
kalangan pedesaan sebagai pemicu konflik. Tulisan Soehartono jelas
dikategorikan sebagai sejarah sosial dengan latar belakang permasalahan
agraria.
Berhubungan dengan
konsep keberlanjutan ini
lah dikisahkan kehidupan manusia pada masa lalu. Masa lalu
merupakan sebuah masa yang sudah terlewati. Namun, masa lalu bukanlah suatu
masa yang terhenti dan tertutup. Masa lalu bersifat terbuka dan berkesinambungan
sehingga dalam sejarah, masa lalu manusia bukan demi masa lalu itu sendiri.
Segala hal yang terjadi di masa lalu dapat dijadikan acuan untuk bertindak di
masa kini dan untuk meraih kehidupan yang lebih baik di masa datang.
Posting Komentar