Peran Tokoh Nasional Dan Daerah Dalam Mempertahankan Keutuhan Negara Dan Bangsa Indonesia Pada Masa 1945–1965

Peran Tokoh Nasional dalam Mempertahankan Keutuhan Negara dan Bangsa Indonesia.


Ir. Soekarno



Bung Karno, begitu ia disapa, merupakan tokoh intelektual karismatik yang terlibat dalam    peristiwa-peristiwa    penting        dalam    sejarah Indonesia.   Jasa   Ir.   Soekarno   dalam   memperjuangkan kemerdekaan Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Soekarno adalah presiden pertama Indonesia . Ir. Soekarno menjadi proklamator kemerdekaan Indonesia bersama Mohammad Hatta pada tanggal 17 Agustus 1945. Melalui orasinya, Soekarno mampu membangkitkan semangat juang bangsa Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan.

Sosok dan peran Bung Karno telah menjadi bagian penting dalam sejarah Bangsa Indonesia. Kepeloporan dan kepemimpinan  Bung  Karno,  bersama  sejumlah  pemimpin  dunia  yang  lain,  dalam pembentukan Gerakan  Non-Blok, serta Gerakan dan Solidaritas Asia-Afrika. Bung Karno mengeluarkan Komando untuk membebaskan Papua dari tangan Belanda, yang terkenal dengan  Tri  Komando  Rakyat,  atau  Trikora.   Bung  Karno  memeiliki  idealisme  dan komitmen  yang amat kuat pada nasionalisme dan persatuan bangsa, kedaulatan negara, serta kemandirian sebagai bangsa yang merdeka.


Mohammad Hatta


Mohammad Hatta atau dikenal dengan nama Bung Hatta adalah salah satu seorang pahlawan nasional yang berperan besar dalam proklamasi kemerdekaan Indonesia. Bung Hatta adalah seorang pejuang, beliau mendapat gelar sebagai pahlawan, proklamator, negarawan, ekonom dan juga menjabat sebagai wakil presiden. Beliau bersama dengan Soekarno berperan penting dalam kemerdekaan republik Indonesia dari penjajahan Hindia Belanda dan kemudian memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945.

Mohammad  Hatta  sangat  gemar membaca buku, bahkan mencintai buku. Beliau adalah   satu  pemikir   terhebat   yang   dimiliki Indonesia. Di bidang ekonomi, pemikiran dan sumbangsihnya terhadap perkembangan koperasi membuat ia dijuluki sebagai Bapak Koperasi. Sosok dan peran sejarah yang penting dari Bung Hatta antara lain  menyampaikan pikiran dan pidato yang mengubah sejarah, antara lain: Pidato Indonesia Merdeka, 22 Maret 1928;   Pidato di  Lapangan IKADA, 8 Desember 1942, yang membakar nasionalisme rakyat Indonesia;  serta pemikiran utama tentang demokrasi, ekonomi dan koperasi.

Mohammad Hatta adalah orang yang peduli terhadap kepentingan rakyat dan juga ahli diplomasi. Dia selalau mengambil keputusan yang terbaik untuk negara Indonesia. Kontribusi   Bung   Hatta   dalam   mempertahankan   mempertahankan   kemerdekaan Indonesia  adalah  memimpin Delegasi Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag negeri Belanda. Rakyat puas dengan hasil KMB karena akhirnya Belanda mengakui kedaulatan Indonesia. Hatta pun mewakili Indonesia saat pengakuan kedaulatan Indonesia di Belanda.


Jendral Soedirman



Jendral Soedirman tercatat sebagai Panglima tentara sekaligus  Jendral  Republik  Indonesia  pertama  termuda yang ada dalam sejarah. Jenderal Besar Soedirman merupakan pahlawan yang pernah berjuang untuk merebut kemerdekaan   Republik   Indonesia   dari   tangan pejajahan. Dalam  lingkungan  militer,  JenderalSoedirman merupakan sosok yang mampu menjadi pendingin dan pemberi semangat dalam kegentingan pasukannya dari ancaman bangsa Barat. Soedirman merupakan salah satu pejuang dan pemimpin teladan bangsa ini. Nama Soedirman   semakin menonjol pada waktu memimpin pasukan untuk mengusir Sekutu dari Ambarawa. Pada saat terjadi Agresi Militer Belanda II, Jenderal Sudirman memimpin langsung pasukannya bergerilya melawan Belanda.


Mr. Mohammad Roem


Mr. Mohammad Roem dikenal sebagai seorang diplomat dan salah satu pemimpin Indonesia di perang kemerdekaan Indonesia. Beliau juga sangat berjasa dalam memperjuangkan pengakuan Indonesia di dunia melalui sejumlah perjanjian dan konferensi. Peran- peran penting yang diikuti oleh Mohammad Roem adalah menjadi delegasi di perjanjian Linggarjati pada tahun   1946   dan   perjanjian   Renville   pada   tahun 1948.Pada tahun 1949, Roem dipercaya untuk menjadi pemimpin dalam perundingan antara Dr. Jan Herman van    Roijen    (Belanda)   dengan   dirinya.    Kemudian perundingan    ini    disebut    perjanjian    Roem-Roijen    atau    sering    disebut    Roem- Roiyen. Kegigihan  Roem  dalam  berdiplomasi  menguntungkan  pihak  Indonesia  dan dianggap membuka jalan kepada KMB. Hingga akhirnya KMB diselenggarakan dan Roem menjabat sebagai wakil delegasi dari Indonesia yang dipimpin oleh Mohammad Hatta. 


Jenderal Ahmad Yani


Jendral Ahmad Yani. Beliau lahir pada tanggal 19 Juni 1922 di Jenar, Purworejo, Jawa Tengah. Beliau mengawali karir militernya dengan pangkat Sersan dengan mengikuti pendidikan militer pada Dinas Topografi Militer di Malang dan secara lebih intensif di Bogor.Torehan prestasi telah diraihnya di masa perang kemerdekaan. Ahmad Yani berhasil menyita senjata Jepang di Magelang. Setelah Tentara Keamanan Rakyat (TKR) terbentuk, Dia diangkat menjadi Komandan TKR Purwokerto.

Sejak awal karirnya di TNI, Jenderal Ahmad Yani banyak  menerima  penugasan  tempur untuk melawan Belanda dan gerakan- gerakan pemberontakan di Indonesia. Sebagai seorang prajurit yang setia kepada Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, beliau memegang teguh doktrin militer dan sangat antipati terhadap gerakan-gerakan separatisme di Indonesia. Beliau banyak berperan baik secara tidak langsung maupun langsung terlibat dalam penumpasan gerakan separatisme di IndonesiaPada  tahun  1962,  Jenderal Ahmad  Yani  diangkat  menjadi  Panglima Angkatan Darat.   Ahmad Yani gugur sebagai pahlawan Revolusi, setelah ditembak di depan kamar tidurnya pada tanggal 1 Oktober 1965 Jenazahnya kemudian ditemukan di Lubang Buaya, Jakarta Timur bersama dengan jasad 6 perwira lainnya. 


Jenderal TNI Gatot Soebroto


Jenderal TNI (Purn.) Gatot Soebroto lahir di Sumpiuh, Banyumas, Jawa Tengah, 10 Oktober 1907. Jenderal Gatot Subroto dikenal sebagai tentara yang aktif di tiga zaman. Dia pernah menjadi Tentara Hindia Belanda (KNIL), masa pendudukan Jepang, dan masa kemerdekaan. Beliau terlibat dalam   penumpasan  semua pemberontakan di tanah air mulai dari PKI madiun 1948, DI/TII, dan PRRI Permesta.

Ia dianugerahi gelar Tokoh Nasional/Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Gatot Soebroto adalah tentara asli indonesia. darma baktinya kepada nusa dan bangsa ia tunjukkan dengan prestasi yang luar biasa. Pada tanggal 11 Juni 1962 Gatot Soebroto wafat pada usia 54 tahun akibat serangan jantung. Pangkat terakhir yang disandangnya adalah Letnan Jenderal. Atas jasa-jasa dan perjuangannya.


Laksamana Madya TNI Yos Sudarso


Laksamana Madya TNI Yos Sudarso lahir di Salatiga, Jawa Tengah, pada 24 November 1925. Laksamana Madya TNI Yos Sudarso bertugas di angkatan laut pada dua zaman. Ia bertugas sejak masa Pendudukan Jepang dan masa kemerdekaan. Laksamana Madya TNI Yos Sudarso gugur dalam pertempuran di Laut Aru tanggal 15 Januari 1962. Ia meninggal ketika melaksanakan operasi rahasia untuk menyusupkan sukarelawan ke Irian menggunakan KRI Macan Tutul. Pertempuran ini terjadi setelah Ir. Soekarno mencetuskan Operasi Tri Komando Rakyat (Trikora) di Yogyakarta, 19 Desember 1961 yang bermaksud merebut tanah Irian Barat dari kekuasaan Belanda.


K. H. Hasyim Asy’ari


Upaya mempertahankan kemerdekaan     mereka yang mempertahankan kemerdekaan tidak hanya datang dari kalangan sipil dan tentara saja. Salah satu tokoh yang    berjuang    mempertahankan    kemerdekaan    NKRI adalah K.H.  Hasyim  Asy’ari.  Beliau  merupakan  salah  satu ulama yang mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng. K.H. Hasyim Asy’ari memiliki peran dalam upaya memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia antara lain:

Kiai Hasyim para 17 September 1945 beliau mengeluarkan fatwa   jihad   yang   berisikan   ijtihad bahwa   perjuangan membela tanah air sebagai suatu jihad fi sabilillah. Fatwa ini merupakan bentuk jawaban dari  pertanyaan  Presiden  Soekarno  yang  memohon  fatwa  hukum  mempertahankan kemerdekaan bagi umat Islam. pada tanggal 22 Oktober 1945 PBNU akhirnya mengeluarkan sebuah Resolusi Jihad sekaligus menguatkan fatwa jihad Rais Akbar NU. Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari.Isinya adalah menyeru kepada bahwa wajib hukumannya berjuang mempertahankan NKRI. Yang gugur dalam edan perang dianggap sebagai syahid fi sabilillah. 


Ismail Marzuki


Ismail Marzuki(1914 – 1958).   Dilahirkan di Jakarta, Ismail Marzuki berasal dari keluarga seniman. Lagu-lagu yang diciptakan Ismail Marzuki itu sangat diwarnai oleh semangat kecintaannya terhadap tanah air. Latar belakang keluarga, pendidikan dan pergaulannyalah yang menanamkan perasaan senasib dan  sepen  anggungan  terhadap  penderitaan bangsanya.  ketika  RRI  dikuasai  Belanda  pada  tahun 1947 misalnya, Ismail Marzuki yang sebelumnya aktif dalam orkes radio memutuskan keluar karena tidak mau bekerjasama dengan Belanda. Ketika RRI kembali diambil alih republik, ia baru mau kembali bekerja di sana.

Lagu-lagu Ismail Marzuki yang sarat dengan nilai-nilai perjuangan yang menggugah rasa kecintaan terhadap tanah air dan bangsa, antara lain Rayuan Pulau Kelapa (1944),

Halo-Halo Bandung (1946) yang diciptakan ketika terjadi peristiwa Bandung Lautan Api, Selendang  Sutera  (1946)  yang  diciptakan  pada  saat  revolusi  kemerdekaan  untuk membangkitkan semangat juang pada waktu itu dan Sepasang Mata Bola (1946) yang menggambarkan harapan rakyat untuk merdeka.

Ismail Marzuki, mewujudkan integrasi melalui seni dan sastra.Meskipun memiliki fisik yang tidak terlalu sehat karena memiliki penyakit TBC, Ismail Marzuki tetap bersemangat untuk terus berjuang melalui seni. Hal ini menunjukkan betapa rasa cinta pada tanah air begitu tertanam kuat dalam dirinya.


Para Raja yang Berkorban Untuk Bangsa: Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Sultan Syarif Kasim II


Saat Indonesia merdeka, masih ada kerajaan-kerajaan yang berdaulat. Hebatnya, para penguasa kerajaan-kerajaan tersebut lebih memilih untuk meleburkan kerajaan mereka ke dalam negara Republik Indonesia. Hal ini bisa terjadi tak lain karena dalam diri para raja dan rakyat di daerah mereka telah tertanam dengan begitu kuat rasa kebangsaan Indonesia.

Dalam modul  ini, akan mengambil contoh dua orang raja yang memilih untuk melawan Belanda  dan  bergabung  dengan  negara  kesatuan  Republik  Indonesia,  yaitu  Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta dan Sultan Syarif Kasim II dari kerajaan Siak.

Sri Sultan Hamengkubuwono IX



Pada tahun    1940, ketika Sultan Hamengkubuwono IX dinobatkan menjadi raja Yogjakarta, ia dengan tegas menunjukkan sikap nasionalismenya. Dalam pidatonya saat itu, ia mengatakan:

“Walaupun  saya  telah  mengenyam  pendidikan  Barat yang  sebenarnya,  namun  pertama-tama  saya  adalah dan tetap adalah orang Jawa.”(Kemensos, 2012)

Sikapnya ini kemudian diperkuat manakala tidak sampai 3 minggu setelah proklamasi 17 Agustus 1945 dibacakan, Sultan Hamengkubuwono IX menyatakan Kerajaan Yogjakarta adalah bagian dari negara Republik Indonesia. Dimulai pada tanggal 19 Agustus, Sultan  mengirim  telegram  ucapan  selamat  kepada  Soekarno-Hatta atas terbentuknya Republik Indonesia dan terpilihnya Soekarno- Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden. Tanggal 20 Agustus besoknya, melalui telegram kembali, Sultan dengan tegas menyatakan berdiri di belakang Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Dan akhirnya pada tanggal 5 September 1945, Sultan Hamengkubuwono IX memberikan amanat bahwa:

  1. Ngayogyakarta Hadiningrat yang bersifat kerajaan adalah daerah istimewa dari Republik Indonesia.
  2. Segala kekuasaan dalam negeri Ngayogyakarta Hadiningrat dan urusan pemerintahan berada di tangan Hamengkubuwono IX.
  3. Hubungan antara Ngayogyakarta Hadiningrat dengan pemerintah RI bersifat langsung dan Sultan Hamengkubuwono IX bertanggung jawab kepada Presiden RI.

Melalui telegram dan amanat ini, sangat terlihat sikap nasionalisme Sultan. Sejak awal kemerdekaan, Sultan memberikan banyak fasilitas bagi pemerintah RI yang baru terbentuk untuk menjalankan roda pemerintahan. Markas TKR dan ibukota RI misalnya, pernah berada di Yogjakarta atas saran Sultan. Bantuan logistik dan perlindungan bagi kesatuan-kesatuan TNI tatkala perang kemerdekaan berlangsung, juga ia berikan.

Sultan Hamengkubuwono IX juga pernah menolak tawaran Belanda yang akan   menjadikannya   raja seluruh   Jawa   setelah   agresi   militer   Belanda   II berlangsung. Belanda rupanya ingin memisahkan Sultan yang memiliki pengaruh besar itu dengan Republik. Bukan saja bujukan, Belanda bahkan juga sampai mengancam Sultan. Namun Sultan Hamengkubuwono IX malah menghadapi ancaman tersebut dengan berani.


Sultan Syarif Kasim II


Sultan Syarif Kasim IIdinobatkan menjadi raja Siak Indrapura pada tahun 1915 ketika berusia 21 tahun. Ia memiliki sikap bahwa kerajaan Siak berkedudukan sejajar   dengan   Belanda.   Berbagai   kebijakan  yang   ia   lakukan   pun   kerap bertentangan dengan keinginan Belanda.

Ketika berita proklamasi kemerdekaan Indonesia sampai ke Siak, Sultan Syarif Kasim II segera mengirim surat kepada Soekarno-Hatta, menyatakan kesetiaan        dan        dukungan        terhadap pemerintah   RI   serta   menyerahkan   harta senilai   13   juta   gulden   untuk   membantu perjuangan  RI.  Ini  adalah  nilai  uang  yang sangat besar.Tahun 2014 kini saja angka tersebut setara dengan Rp. 1,47 trilyun. Kesultanan Siak pada masa itu memang dikenal sebagai kesultanan yang kaya.Tindak lanjut berikutnya, Sultan Syarif Kasimmembentuk  Komite  Nasional Indonesia di Siak, Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan Barisan Pemuda Republik. Ia juga segera  mengadakan  rapat  umum  di  istana serta  mengibarkan  bendera  Merah-Putih,  dan  mengajak  raja-raja  di  Sumatera Timur lainnya agar turut memihak republik.

Saat revolusi kemerdekaan pecah, Sultan aktif mensuplai bahan makanan untuk para laskar. Ia juga kembali menyerahkan kembali 30 % harta kekayaannya berupa emas kepada Presiden Soekarno di Yogyakarta bagi kepentingan perjuangan.     Ketika     Van     Mook,     Gubernur     Jenderal     de  facto     Hindia  Belanda,mengangkatnya sebagai “Sultan Boneka”Belanda, Sultan Syarif Kasim II tentu saja menolak. Ia tetap memilih bergabung dengan pemerintah Republik Indonesia. Atas jasanya tersebut, Sultan Syarif Kasim II dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh pemerintah Indonesia.


Peran  Tokoh  Daerah  dalam  Mempertahankan  Keutuhan Negara dan Bangsa Indonesia


Bung Tomo


Sejarah mencatat, arek-arek Suroboyo telah berperan penting dalam mengusir penjajah dari Tanah Air. Peristiwa itu terjadi pada  10 November 1945 atau yang kemudian diabadikan menjadi Hari Pahlawan. Menyebut Hari Pahlawan, memori bangsa teringat dengan aksi heroik Sutomo   atau   lebih   dikenal   dengan Bung   Tomo dalam pertempuran di Surabaya melawan pasukan Inggris dan NICA-Belanda.

Dalam perang itu, Bung Tomo tampil sebagai orator ulung di   depan   corong  radio.  Suara  dan  pekikan  takbirnya membakar semangat rakyat untuk berjuang melawan para penjajah.


I Gusti Ngurah Rai



 Pahlawan asal Bali yang berjasa besar dalam perjuangan mengusir penjajah Belanda dari Indonesia. Bergelar kolonel di angkatan tentara Indonesia, I Gusti Ngurah Rai memimpin    resimen    Ciung    Wanara    dalam melumpuhkan Netherlands-Indies Civil Administration (NICA). Tercatat pada tahun 1946, I Gusti Ngurah Rai menjadi tokoh sentral dalam  Puputan Margarana di Kabupaten Tabanan, Bali. Perang habis-habisan hingga tetes darah terakhir       melawan       pasukan       pemerintah      sipil Belanda. Berkat    jasa-jasanya,    pemerintah    Indonesia menganugerahi Rai dengan gelar pahlawan nasional pada 1975. Namanya juga dijadikan sebagai nama jalan di berbagai wilayah di Indonesia dan bandara di Bali. 


Pahlawan Nasional dari Papua: Frans Kaisiepo, Silas Papare dan Marthen Indey

Posisi Papua dalam sejarah Indonesia setelah kemerdekaan sebenarnya unik. Papua adalah wilayah di Indonesia yang bahkan setelah RI kembali menjadi negara kesatuan pada tahun 1950 pun, tetap berada dalam kendali Belanda. Khusus persoalan Papua, berdasarkan hasil KMB tahun 1949, sesungguhnya akan dibicarakan kembali oleh pemerintah RI dan Belanda “satu tahun kemudian”. Nyatanya hingga tahun 1962, ketika Indonesia akhirnya memilih jalan perjuangan militer dalam merebut wilayah ini, Belanda tetap berupaya mempertahankan Papua.

Meski demikian, dalam kurun waktu selama itu, bukan berarti rakyat Papua berdiam diri untuk tidak menunjukkan nasionalisme keindonesiaan mereka. Berbagai upaya juga mereka lakukan agar bisa menjadikan Papua sebagai bagian dari negara Republik Indonesia. Muncullah tokoh-tokoh yang memiliki peran besar dalam upaya integrasi tersebut, seperti Frans Kaisiepo, Silas Papare dan Marthen Indey.

Frans Kaisiepo



Frans       Kaisiepo       (1921-1979)       adalah       salah       seorang       tokoh yangmempopulerkan lagu Indonesia Raya di Papua saat menjelang  Indonesia  merdeka.  Ia  juga  turut  berperan dalam pendirian Partai Indonesia Merdeka (PIM) pada tanggal 10 Mei 1946. Pada tahun yang sama, Kaisiepo menjadi anggota delegasi Papua dalam konferensi Malino di Sulawesi Selatan, dimana dia sempat menyebut Papua (Nederlands  Nieuw  Guinea)  dengan  nama  Irian  yang konon  diambil  dari  bahasa  Biak  dan  berarti  daerah panas.   Namun   kata   Irian   tersebut   malah   diberinya pengertian    lain :    “Ikut    Republik    Indonesia    Anti Nederlands. (Kemensos, 2013). 

Dalam    konferensi    ini,    Frans    Kaisiepo    juga menentang pembentukan Negara Indonesia Timur (NIT) karena NIT tidak memasukkan Papua ke dalamnya. Ia lalu mengusulkan agar Papua dimasukkan ke dalam Keresidenan Sulawesi Utara. Tahun 1948 Kaisiepo ikut berperan dalam merancang pemberontakan rakyat Biak melawan pemerintah kolonial Belanda. Setahun setelahnya, ia menolak menjadi ketua delegasi Nederlands Nieuw Guinea ke Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag. Konsekuensi atas penolakannya adalah selama beberapa tahun setelah itu ia dipekerjakan oleh pemerintah kolonial di distrik-distrik terpencil Papua. Tahun 1961 ia mendirikan partai politik Irian Sebagian Indonesia (ISI) yang menuntut penyatuan Nederlans Nieuw Guinea ke negara Republik Indonesia. Wajar bila ia kemudian   banyak   membantu   para   tentara   pejuang   Trikora   saat   menyerbu Papua.Paruh tahun terakhir tahun 1960-an, Kaisiepo berupaya agar Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) bisa dimenangkan oleh masyarakat yang ingin Papua  bergabung  ke  Indonesia.  Proses  tersebut  akhirnya  menetapkan  Papua  menjadi bagian dari negara Republik Indonesia. Untuk mengenang jasanya, namanya diabadikan sebagai nama Bandar Udara Frans Kaisiepo di Biak . Selain itu namanya juga di abadikan di salah satu KRI yaitu KRI Frans Kaisiepo.] Pada tanggal 19 Desember 2016, ia diabadikan dalam uang kertas Rupiah baru pada pecahan Rp. 10.000.


Silas Papare



Silas  Papare  (1918-1978)  membentuk Komite Indonesia Merdeka (KIM) hanya sekitar sebulan setelah Indonesia merdeka. Tujuan KIM yang dibentuk pada bulan September  1945  ini  adalah  untuk menghimpun kekuatan dan mengatur gerak langkah perjuangan dalam membela dan mempertahankan    proklamasi    17    Agustus 1945. Bulan Desember tahun yang sama, Silas Papare bersama Marthen Indey dianggap mempengaruhi Batalyon Papua bentukan Sekutu untuk memberontak terhadap Belanda. Akibatnya mereka berdua ditangkap Belanda dan dipenjara di Holandia (Jayapura). Setelah keluar dari penjara, Silas Papare mendirikan Partai Kemerdekaaan Irian.

Karena Belanda tidak senang, ia kemudian ditangkap dan kembali dipenjara, kali ini di Biak. Partai ini kemudian diundang pemerintah RI ke Yogyakarta. Silas Papare yang sudah bebas pergi ke sana dan bersama dengan teman-temannya membentuk Badan Perjuangan Irian di Yogyakarta. Sepanjang tahun 1950-an ia berusaha keras agar Papua menjadi bagian dari Republik Indonesia. Tahun 1962 ia mewakili Irian Barat duduk sebagai anggota delegasi RI dalam Perundingan New York antara Indonesia-Belanda dalam upaya penyelesaian masalah Papua. Berdasarkan “New York Agreement”  ini, Belanda akhirnya setuju untuk mengembalikan Papua ke Indonesia.


Marthen Indey


Marthen Indey (1912–1986) adalah seorang anggota polisi Hindia Belanda sebelum Jepang masuk ke Indonesia. Namun jabatan ini bukan berarti melunturkan sikap nasionalismenya. Keindonesiaan   yang   ia   miliki   justru   semakin tumbuh tatkala ia kerap berinteraksi dengan tahanan politik Indonesia yang dibuang Belanda ke Papua. Ia bahkan pernah berencana bersama anak buahnya   untuk   berontak   terhadap   Belanda   di Papua,   namun   gagal.   Antara   tahun   1945-1947, Indey masih menjadi pegawai pemerintah Belanda dengan   jabatan   sebagai   Kepala   Distrik.   Meski demikian, bersama-sama kaum nasionalis di Papua, secara sembunyi-sembunyi ia malah menyiapkan pemberontakan. Tetapi sekali lagi, pemberontakan ini gagal dilaksanakan.

Sejak tahun 1946 Marthen Indey menjadi Ketua Partai Indonesia Merdeka (PIM). Ia lalu memimpin sebuah aksi protes yang didukung delegasi 12 Kepala Suku terhadap keinginan Belanda yang ingin memisahkan Papua dari Indonesia. Indey juga mulai terang-terangan menghimbau anggota militer yang bukan orang Belanda  agar melancarkan perlawanan terhadap Belanda. Akibat aktivitas politiknya yang kian berani ini, pemerintah Belanda menangkap dan memenjarakan Indey.

Tahun  1962,  saat  Marthen  Indey  tak  lagi  dipenjara,  ia  menyusun  kekuatan gerilya sambil menunggu kedatangan tentara Indonesia yang akan diterjunkan ke Papua dalam rangka operasi Trikora. Saat perang usai, ia berangkat ke New York untuk  memperjuangkan  masuknya  Papua  ke  wilayah  Indonesia,  di  PBB  hingga akhirnya Papua (Irian) benar-benar menjadi bagian Republik Indonesia.


Opu Daeng Risaju,  Perempuan Pejuang


Opu Daeng Risadju adalah pejuang wanita asal Sulawesi Selatan yang menjadi Pahlawan Nasional Indonesia. Opu Daeng Risadju memiliki nama kecil Famajjah. Opu Daeng Risaju itu sendiri merupakan gelar kebangsawanan Kerajaan Luwu yang disematkan pada Famajjah yang merupakan anggota keluarga bangsawan Luwu. “Kalau hanya karena adanya darah bangsawan mengalir dalam tubuhku sehingga saya harus meninggalkan partaiku dan berhenti melakukan gerakanku, irislah dadaku dan keluarkanlah darah bangsawan itu dari dalam tubuhku, supaya datu dan hadat tidak terhina kalau saya diperlakukan tidak sepantasnya.”(Opu  Daeng  Risaju,  Ketua  PSII  Palopo 1930).

Itulah penggalan kalimat yang diucapkan Opu Daeng Risaju,seorang tokoh pejuang perempuan yang menjadi pelopor gerakan Partai Sarikat Islam yang menentang kolonialisme Belanda waktu itu, ketika Datu Luwu Andi Kambo membujuknya dengan berkata “Sebenarnya tidak ada kepentingan kami mencampuri urusanmu, selain karena dalam tubuhmu mengalir darah “kedatuan,” sehingga kalau engkau diperlakukan tidak sesuai dengan martabat kebangsawananmu, kami dan para anggota Dewan Hadat pun turut terhina. Karena itu, kasihanilah kami, tinggalkanlah partaimu itu!”(Mustari Busra, hal 133). Namun Opu Daeng Risaju, rela menanggalkan gelar kebangsawanannya serta harus dijebloskan kedalam penjara selama 3 bulan oleh Belanda dan harus bercerai dengan suaminya yang tidak bisa menerima aktivitasnya. Semangat perlawanannya untuk melihat rakyatnya keluar dari cengkraman penjajahan membuat dia rela mengorbankan dirinya.

Opu Daeng Risaju mulai aktif di organisasi Partai Syarekat Islam Indonesia (PSII) melalui perkenalannya dengan H. Muhammad Yahya. Kegiatan Opu Daeng Risaju didengar oleh controleur afdeling Masamba (Malangke merupakan daerah afdeling Masamba). Controleur afdeling Masamba kemudian mendatangi kediaman Opu Daeng Risaju dan menuduh Opu Daeng Risaju melakukan tindakan menghasut rakyat atau menyebarkan kebencian di kalangan rakyat untuk membangkang terhadap pemerintah. Atas tuduhan tersebut, pemerintah kolonial Belanda menjatuhkan hukuman penjara kepada Opu Daeng Risaju selama 13 bulan. Hukuman penjara tersebut ternyata tidak membuat jera bagi Opu Daeng Risaju. Setelah keluar dari penjara Opu Daeng Risaju semakin aktif dalam menyebarkan PSII. Hukuman penjara tersebut ternyata tidak membuat jera bagi Opu Daeng Risaju. Setelah keluar dari penjara Opu Daeng Risaju semakin aktif dalam menyebarkan PSII.

Walaupun sudah mendapat tekanan yang sangat berat baik dari pihak kerajaan dan pemerintah kolonial Belanda, Opu Daeng Risaju tidak menghentikan aktivitasnya. Dia mengikuti kegiatan dan perkembangan PSII baik di daerahnya maupun di tingkat nasional. Pada tahun 1933 Opu Daeng Risaju dengan biaya sendiri berangkat ke Jawa untuk mengikuti kegiatan Kongres PSII. Dia berangkat ke Jawa dengan biaya sendiri dengan cara menjual kekayaan yang ia miliki. 

Kedatangan Opu Daeng Risaju ke Jawa, ternyata menimbulkan sikap tidak senang dari pihak kerajaan. Opu Daeng Risaju kembali dipanggil oleh pihak kerajaan. Dia dianggap telah melakukan pelanggaran dengan melakukan kegiatan politik. Oleh anggota Dewan Hadat yang pro-Belanda, Opu Daeng Risaju dihadapkan pada pengadilan adat dan Opu Daeng Risaju dianggap melanggar hukum (Majulakkai Pabbatang). Anggota Dewan Hadat yang pro-Belanda menuntut agar Opu Daeng Risaju dijatuhi hukuman dibuang atau diselong. Akan tetapi Opu Balirante yang pernah membela Opu Daeng Risaju, menolak usul tersebut. Akhirnya Opu Daeng Risaju dijatuhi hukuman penjara selama empat belas bulan pada tahun 1934.

Pada masa revolusi di Luwu terjadi pemberontakan yang digerakkan oleh pemuda sebagai   sikap    penolakan   terhadap   kedatangan   NICAdi   Sulawesi    Selatan    yang berkeinginan kembali  menjajah Indonesia. Ia banyak melakukan mobilisasi  terhadap pemuda  dan memberikan  doktrin  perjuangan  kepada  pemuda.  Tindakan Opu  Daeng Risaju ini membuat NICA berupaya untuk menangkapnya. Opu Daeng Risaju ditangkap dalam persembunyiannya. Kemudian ia dibawa ke Watampone dengan cara berjalan kaki sepanjang 40 km. Opu Daeng Risaju ditahan di penjara Bone dalam satu bulan tanpa diadili kemudian dipindahkan ke penjara Sengkang dan dari sini dibawa ke Bajo.


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama