Konsep Berfikir Diakronik dan Sinkronik dalam Sejarah

a.  Konsep Berfikir Diakronik ( Kronologis )

1) Pengertian Diakronik

Istilah dari kata diakronik ini sendiri sebenarnya adalah dari istilah bahasa Yunani, istilah itu ialah Dia serta Chronoss. Dimana makna Dia sendiri mempunyai arti ialah sebagai melampaui, melalui, atau juga melintas.  Sedangkan untuk kata Chronoss mempunyai arti sebagai waktu. Jadi bisa atau dapat diartikan apabila diakronik ini merupakan suatu hal yang melalui, melampaui, dan juga melintas batasan waktu tertentu.

Diakronik ini merupakan suatu cara untuk berpikir dengan secara runtut / kronologis di dalam menganalisa / meneliti sesuatu hal tertentu. Maksud dari kronologis ini ialah suatu catatan mengenai peristiwa / kejadian itu dengan secara runtut   dengan   berdasarkan   dengan   waktu   kejadian peristiwa   yang   di   catat tersebut.  Dari hal ini bisa atau dapat kita ambil kesimpulan bahwa sejarah tersebut mengajarkan kepada kita untuk melakukan pemikiran yang  kronologis  dan juga beraturan.

2)Ciri-Ciri Diakronik

Diakronik ini mempunyai beberapa ciri-ciri diantaranya sebagai berikut :

  • Memanjang, berdimensi waktu
  • Terus bergerak, hubungan kuasalitas
  • Siifatnya itu naratif, berproses serta bertransformasi
  • Sifatnya itu dinamis
  • Lebih menekankan pada proses durasi
  • Digunakan di dalam ilmu sejarah


3) Konsep Diakronik Dalam Sejarah

Berpikir   diakronik   adalah   cara   berpikir   kronologis   (urutan)   di   dalam menganalisis sesuatu. Sehingga dalam konsep Diakronis sebuah peristiwa sejarah diuraikan dengan prinsip memanjang dalam waktu, namun menyempit dalam ruang dalam arti dalam konsep diakronik tidak terlalu mementingkan pembahasan yang mendalam terhadap suatu aspek dalam peristiwa tersebut, akan tetapi sebuah peristiwa lebih difokuskan pada urutan peristiwa sejak awal sampai akhir.

Hal ini sejalan dengan konsep kronologis yang juga merupakan sebuah catatan kejadian-kejadian yang diurutkan itu sesuai dengan waktu kejadiannya. Kronologi didalam peristiwa atau kejadian sejarah dapat membantu didalam merekonstruksi kembali suatu peristiwa atau kejadian itu dengan berdasarkan urutan waktu secara tepat, selain itu juga dapat membantu untuk dapat membandingkan kejadian sejarah itu di dalam waktu yang sama pada tempat berbeda yang terkait mengenai peristiwanya.

Sejarah adalah ilmu diakronis, yang artinya ialah lebih mementingkan proses, sejarah  akan membicarakan suatu kejadian atau peristiwa tertentu yang terjadi disuatu  tempat  tertentu  itu  sesuai  dengan  urutan  waktu  kejadiannya.  Melalui pendekatan diakronis tersebut, sejarah berupaya untuk menganalisis evolusi/perubahan sesuatu hal itu dari waktu ke waktu, yang memungkinkan untuk seseorang dapat menilai bahwa perubahan tersebut terjadi sepanjang masa. Sejarawan   akan menggunakan sebuah pendekatan ini untuk dapat atau bisa menganalisis mengenai dampak dari perubahan variabel pada sesuatu kejadian, sehingga akan memungkinkan sejarawan untuk dapat mendalikan mengapa keadaan tertentu itu lahir dari keadaan sebelumnya atau juga mengapa keadaan tertentu itu berkembang atau juga berkelanjutan.

Contoh penerapan konsep berfikir diakronik dalam peristiwa sejarah

Perhatikan uraian peristiwa Tanam Paksa berikut ini :

Tanam Paksa ( 1830 – 1870 )

Pada tahun 1830 saat pemerintah belanda hampir bangkrut setelah terlibat Perang Diponegoro (1825-1830), kondisi ini diperparah dengan pecahnya Perang Belgia (1830 – 1831). Untuk menyelamatkan Negeri Belanda dari kebrangkrutan, kemudian Johanes van den Bosch diangkat sebagai gubernur jenderal di Indonesia dengan tugas pokok mencari   dana   semaksimal   mungkin   untuk   mengisi kas  negara   yang   kosong, membiayai  perang  serta  membayar  hutang.  Untuk  mnjalankan  tugas  yang  berat tersebut, Gubernur  Jenderal Van  den  Bosch memfokuskan  kebijaksanaannya  pada peningkatan produksi tanaman ekspor. Oleh   karena   itu, Van   den   Bosch mengerahkan   rakyat   jajahannya  untuk melakukan penanaman tanaman yang hasilnya dapat laku di pasaran ekspor.

Van den Bosch menyusun peraturan-peraturan pokok yang termuat pada lembaran negara (Staatsblad) Tahun 1834 No.22 sebagai berikut:

Persetujuan-persetujuan   akan   diadakan   dengan   penduduk   agar mereka menyediakan sebagian tanah milik mereka untuk penanaman tanaman dagangan yang dapat dijual di pasar Eropa. Bagian tanah tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk tujuan ini tidak boleh melebihi seperlima tanah pertanian yang dimiliki oleh penduduk di desa. Pekerjaan  yang  diperlukan  untuk  menanam  tanaman  dagang  tidak  boleh melebihi pekerjaan yang diperlukan untuk menanam padi.Bagian tanah yang disediakan untuk menanam tanaman dagangan dibebaskan dari pembayaran pajak tanah.

Tanaman  dagang  yang  dihasilkan  di  tanah-tanah  yang  disediakan  wajib diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda jika nilai hasil-hasil tanaman dagangan yang ditaksir melebihi pajak tanah yang harus dibayar rakyat, selisih profitnya harus diserahkan kepada rakyat.

Panen tanaman dagangan yang gagal harus dibebankan kepada pemerintah, sedikit-dikitnya  jika  kegagalan  ini  tidak  disebabkan  oleh  kurang  rajin  atau ketekunan dari pihak rakyat. Penduduk  desa  mengerjakan  tanah-tanah  mereka  di  bawah  pengawasan kepala-kepala mereka, sedangkan pegawai-pegawai Eropa hanya membatasi diri pada pengawasan apakah membajak tanah, panen, dan pengangkutan tanaman-tanaman berjalan dengan baik dan tepat pada waktunya.

Gambar pelaksanaan sistem Tanam Paksa

Tanam paksa sendiri diterapkan secara perlahan mulai tahun 1830 sampai 1835. Menjelang tahun 1840 sistem ini telah berjalan sepenuhnya di Jawa. Pada tahun 1843, padi pun dimasukan dalam system tanam paksa sehingga pada tahun 1844 timbul paceklik di Cirebon, Demak, Grobogan yang menyebabkan ribuan rakyat mati kelaparan.

Setelah peritiwa tersebut , antara tahun 1850 – 1860 muncul perlawanan secara gencar dari kalangan orang Belanda sendiri seperti L. Vitalis (Inspektur Pertanian), dr. W. Bosch (Kepala Dinas Kesehatan), dan W. Baron Van Hoevell (kaum Humanis) untuk menuntut dihapuskannya Tanam Paksa. Selain tokoh tokoh tersebut pada tahun 1860 seorang mantan Assisten Residen di Lebak , Banten yaitu Eduard Douwes Dekker (Multatuli) menulis buku berjudul Max Havelaar yang berisi kritik tajam atas pelaksanaan Tanam Paksa yang tidak manusiawi. Dengan kritikan ini perhatian terhadap kondisi di Indonesia menjadi semakin luas dikalangan masyarakat Belanda, mereka menuntut agar sistem tanam paksa yang sudah melanggar Hak asasi Manusia ini dihapuskan.

Sistem tanam paksa yang kejam ini, akhirnya dihapus pada tahun 1870 setelah memperoleh  protes  keras  dari  berbagai  kalangan  di  Belanda,  meskipun  pada kenyataannya Sistem Tanam Paksa untuk tanaman kopi di luar Jawa masih berjalan hingga tahun 1915. Program tersebut (Sistem Tanam Paksa) dijalankan dengan nama sistem sewa tanah dalam UU Agraria 1870.

Teks  diatas  menggambarkan pelaksanaan Tanam Paksa yang pernah diterapkan pemerintah Belanda di Hindia Belanda pada tahun 1830 – 1870.

Coba  kalian  perhatikan  dengan  seksama,  dalam  uraian  diatas,  pembahasannya memanjang dalam waktu, yaitu dari tahun 1830 sampai dengan 1870, sehingga penjelasan mengenai latar belakang peristiwa, jalannya peristiwa, dan akhir peristiwa tidak terlalau mendalam pembahasannya. Konsep berfikir yang digunakan dalam memaparkan peristiwa Tanam Paksa seperti paparan diatas menggunakan Konsep Berfikir Diakronik.

b.  Konsep berfikir Sinkronik

a) Pengertian Sinkronik

Selain lewat berpikir diakronis, suatu peristiwa sejarah yang sama, dapat pula direkonstruksi dengan berpikir sinkronis. Berpikir sinkronis yaitu menyertakan cara berpikir ilmu-ilmu sosial yaitu melebar dalam ruang, serta mementingkan struktur dalam satu peristiwa.

Sinkronik ini mempunyai arti meluas di dalam ruang namun juga memiliki batasan di dalam waktu, biasanya metode sinkronik ini selalu digunakan terhadap ilmu-ilmu sosial. Kata Sinkronik ini sendiri berasal dari bahasa Yunani yakni dari kata “Syn” yang artinya adalah “Dengan”, serta “Chronoss” yang memiliki arti “Waktu”. Metode sinkronik ini lebih menekankan kepada struktur, yang maksudnya meluas dalam ruang. Sinkronik ini dapat atau bisa menganalisa sesuatu hal di saat tertentu, jadi tidak berusaha untuk bisa atau dapat menarik kesimpulan mengenai suatu perkembangan kejadian atau peristiwa yang berpengaruh di kondisi saat ini, tapi hanya untuk menganalisa suatu kondisi saat itu.

Dengan berdasarkan etimologi diatas, bisa juga dikatakan bahwa pengertian sinkronik ini ialah Sebagai segala sesuatu yang berkaitan atau bersangkutan dengan peristiwa atau kejadian yang terjadi pada suatu masa.

Di dalam ilmu sejarah, pengertian sinkronik ini ialah mempelajari peristiwa sejarah dengan seluruh aspek yang terkait di masa atau juga waktu tertentu itu dengan lebih mendalam. Jadi pengertian sinkronik ini merupakan cara berfikir di dalam mempelajari struktur pada suatu peristiwa  sejarah, itu dalam kurun waktu tertentu. Atau juga bisa atau dapat diartikan yakni mempelajari segala sesuatu yang berhubungan dengan suatu kejadian atau peristiwa yang terjadi pada suatu masa.

b) Makna Sinkronik

Jadi apa makna dari sinkronik sebagai metode kajian sejarah? Maknanya ialah apabila kita menggunakan metode sinkronik ini, maka kita tidak memperhatikan perkembangan sejarah atau juga perkembangan peristiwa tersebut. Sejarah tidak semata mata bertujuan untuk menceritakan uruttan kejadian, tetapi bermaksud menerangkan kejadian itu dengan mengkaji sebab sebabnya , kondisi lingkungannya, kondisi sosial budayanya secara lebih mendalam

c) Ciri-Ciri Sinkronik

Dibawah ini merupakan beberapa ciri sinkronik di dalam mempelajari suatu kejadian atau peristiwa sejarah, diantaranya:

  1. Mempelajari peristiwa atau kejadian yang terjadi saat masa tertentu.
  2. Di  dalam  mempelajari  peristiwa  atau  kejadian  selalu  memfokuskan  terhadap adanya pola-pola, gejala-gejala serta juga karakter.
  3. Tidak memiliki konsep perbandingan.
  4. Mempunyai jangkauan yang lebih sempit.
  5. Mempelajari dengan secara mendalam.
  6. Kajiannya juga yang sistematis.
  7. Sifatnya adalah horizontal.

Maksudnya dari sifat horizontal ialah memanjang pada ruang serta juga terbatas did alam  waktu, jadi  umumnya menjelaskan mengenai kejadia atau peristiwa hanya intinya saja.

4) Konsep Berfikir Sinkronis Dalam Sejarah

Berpikir sejarah dengan secara sinkronis ini merupakan cara berpikir meluas itu di dalam ruang tetapi terbatas di dalam waktu. Pendekatan sinkronik ini biasa digunakan di dalam ilmu-ilmu sosial. Sinkronik ini lebih menekankan pada struktur, artinya adalah meluas dalam ruang. Pendekatan sinkronis ini menganalisa sesuatu hal tersebut pada saat tertentu, titik tetap pada waktunya. Hal tersebut arti tidak berusaha untuk membuat sebuah kesimpulan mengenai suatu perkembangan dari peristiwa yang berkontribusi di kondisi saat ini, namun hanya menganalisis pada suatu kondisi seperti itu. Istilah dari memanjang dalam waktu itu melingkupi juga gejala sejarah yang terdapat didalam waktu yang panjang itu.

Contoh penerapan konsep berfikir sinkronik dalam peristiwa sejarah

Latar Belakang Pelaksanaan Tanam Paksa

Sejarah ini dimulai pada tahun 1830 dimana pada saat itu pemerintah Belanda yang ada di Indonesia sudah hampir bangkut. Kebangkrutan ini terjadi setelah Belanda terlibat perang Diponegoro yang terjadi di tahun 1825 hingga tahun 1830 dan setelah pembubaran VOC yang mau tidak mau membuat pemerintah Belanda menanggung hutang serikat dagang Belanda tersebut.

Pada saat itu, Gubernur Jenderal Judo mendapatkan sebuah izin untuk menjalankan Cultuur Stelsel. Tujuannya adalah untuk menutup defisit yang terjadi pada pemerintah Belanda dan digunakan untuk mengisi kas penjajah pada saat itu. Adapun kebijakan Tanam Paksa ini diberikan oleh pihak pemerintah dengan menerapkan sistem politik liberal pada masa kekuasaannya. Hanya saja kebijakan ini mengalami sebuah kegagalan. Adapun diantara kegagalan tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

  1. Kebijakan liberal yang terjadi di Indonesia tidak sesuai dengan sistem feodal yang ada di Indonesia terutama di pulau Jawa.
  2. Struktur birokrasi ada feodal yang berbelit-belit dan panjang mengakibatkan pemerintah tidak bisa berhubungan langsung dengan rakyat.
  3. Kas negara yang kosong akibat terjadinya Perang Diponegoro yang tak kunjung usai.
  4. Terjadinya kesulitan keuangan yang semakin menjadi-jadi setelah Belgia yang mana ia adalah negara sumber dana melepaskan diri dari Belanda tepatnya pada tahun 1830.
  5. Kekalahan ekspor Belanda dengan inggris karena ketidakmampuan dalam bersaing. 

Pada kurun waktu 1816-1830, pertentangan antara kaum liberal dan kaum konservatif terus berlangsung. Sementara itu kondisi di negeri Belanda semakin memburuk akibat di Eropa Belanda terlibat dalam peperangan-peperangan yang menghabiskan biaya yang besar, diantaranya upayanya mengahadapi  Perang kemerdekaan Belgia yang diakhiri dengan pemisahan Belgia dari Belanda pada tahun 1830.

Johannes Van Den Bosch, Sang Pencetus Tanam Paksa

Selain itu di Indonesia pun Belanda mengahadapi Perang besar yang juga turut membawa akibat keuangan Belanda menjadi deficit . Oleh sebab itu Raja Wiliam 1 mengutus Johannes van den Bosch untuk mencari cara menghasilkan uang dari sumber daya di Indonesia. Oleh karena itulah usulan Van Den Bosch untuk melaksanakan Cultuur Stelsel (tanam paksa) diterima dengan baik, karena dianggap dapat memberikan keuntungan yang besar bagi negeri induk.

Pelaksanaan Sistem tanam paksa didasari oleh pemikiran  pemerintal kolonial yang beranggapan bahwa desa desa di Jawa berutang sewa tanah kepada pemerintah kolonial, yang seharusnya diperhitungkan (membayar) senilai 40% dari hasil panen utama desa. kemudian Van den Bosch menginginkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya untuk ditanami komoditi yang laku di pasar ekspor Eropa (tebu, nila dan kopi). Penduduk kemudian wajibkan untuk menggunakan sebagian tanah pertaniannya (minimal 20% atau seperlima luas) dan menyisihkan sebagian hari kerja (75 hari dalam setahun) untuk bekerja bagi pemerintah.

Dengan menjalankan tanam paksa, Pemerintah Kolonial beranggapan desa akan mampu melunasi hutang pajak tanahnya. Seandainya pendapatan desa dari penjualan komoditas ekspor itu lebih besar dari pajak tanah yang harus dibayar, desa akan mendapat kelebihannya. namun Jika kurang, desa harus membayar kekurangannya.

Pelaksanaan Tanam Paksa membuat para petani sangat menderita kala itu karena alih-alih mereka berfokus menanam padi untuk makan sendiri, mereka malah harus menanam tanaman ekspor yang harus diserahkan ke pemerintah kolonial.

Meski peraturan Tanam Paksa jelas memberatkan para petani dan penduduk, namun kenyataan di lapangan, penderitaan yang dialami jauh lebih besar dan berkepanjangan karena dicekik kemiskinan dan ketidaktentuan penghasilan ke depannya.

Tanam  paksa  atau  Cultuurstelsel  merupakan  peraturan  yang  dikeluarkan  oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch pada tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu dan tarum (nila). 

Tanaman ekspor tersebut nantinya kemudian dijual dengan harga yang ditetapkan oleh pemerintah kolonial, dan bagi warga yang tidak memiliki tanah harus bekerja selama 75 hari dalam setahun pada kebun milik pemerintah. Sistem tanam paksa ini diketahui lebih keras daripada saat monopoli VOC, sebab ada target yang harus dipenuhi untuk pemasukan penerimaan pemerintah kolonial yang saat itu sangat dibutuhkan.

Pemasukan dari Sistem Tanam Paksa kemudian digunakan untuk membayar hutang Belanda sebab, kas pemerintah Belanda amblas setelah Perang Jawa tahun 1830. Sistem itu pun berhasil dan pemerintah Belanda meraup keuntungan yang amat besar.

Teks  diatas  menggambarkan pelaksanaan Tanam Paksa yang pernah diterapkan pemerintah Belanda di Hindia Belanda pada tahun 1830 . konsep berfikir yang digunakan dalam teks tersebut adalah sinkronis.

Coba kalian perhatikan dengan seksama , dalam uraian diatas hanya menerangkan latar belakang diterapkannya Sistem Tanam Paksa oleh pemerintah kolonial Belanda. Namun bahasannya sangat melebar walaupun dalam waktu yang relative pendek hanya disekitar awal pelaksanaan Tanam Paksa saja. Dengan kata lain , bahasan sinkronis lebih mementingkan ruang bagi penjelasan yang luas.

Perbedaan Cara Berpikir Diakronis dan Sinkronis dalam Mempelajari Sejarah

Diakronis berasal dari kata Diachronic yakni, "Dia" yang dalam bahasa latin artinya melewati atau melampaui dan Chronicus yang artinya waktu. Diakronis maknanya memanjang dalam waktu tetapi terbatas dalam ruang. Berpikir diakronis sering disebut pula dengan berpikir kronologis. Berpikir diakronis dalam sejarah yaitu menganalisa atau meneliti suatu kejadian dari awal sampai akhir peristiwa. Misalnya, menceritakan pengalaman hidup dari seseorang sejak lahir ke dunia hingga masa sekarang.

Sedangkan, Sinkronis artinya memanjang dalam ruang tetapi terbatas dalam waktu. Pendekatan sinkronis yakni menganalisa sesuatu pada waktu tertentu, tidak menceritakan suatu peristiwa dari awal dan hanya pada intinya saja. Ada pula yang menyebut ilmu sinkronis, ialah ilmu yang meneliti tanda - tanda yang meluas dalam ruang tetapi dalam waktu yang terbatas.


Berikut perbedaan konsep berpikir diakronis dan sinkronis dalam sejarah yaitu :

Konsep berpikir diakronik

  1. Melihat masyarakat sebagai hal yang terus bergerak aktif dan mempunyai hubungan kausalitas atau sebab akibat.
  2. Mempelajari kehidupan sosial dengan cara memanjang tetapi, berdimensi waktu.
  3. Menjelaskan detail proses transformasi yang terus terjadi dari waktu ke waktu secara berkesinambungan.

Konsep berpikir sinkronik

  1. Mengamati kehidupan sosial dengan cara meluas tetapi, berdimensi ruang.
  2. Melihat   kehidupan   masyarakat   sebagai   suatu   sistem   yang   terstruktur   atau terorganisir yang saling berkaitan antara satu unit dengan unit yang lainnya.
  3. Menjelaskan kehidupan masyarakat secara deskriptif.

Jadi, kesimpulan yang dapat diambil ialah bahwa cara berpikir sejarah itu bersifat Diakronis yakni memanjang dalam waktu, dan mengutamakan proses terjadinya suatu peristiwa. Sedangkan, berpikir ilmu sosial itu bersifat Sinkronik, memanjang dalam ruang serta mengutamakan struktur dalam suatu peristiwa. Perbedaan keduanya terletak pada cara memahami dan mempelajari hal – hal yang ada di peristiwa atau kejadian tertentu.

Nah anak anak hebat,  sekarang kalian  sudah tahu kan apa itu dan bagaimana cara belajar berpikir  diakronis   dan   sinkronis   dalam   sejarah.   Kedua   konsep   tersebut merupakan konsep penting dan harus kita pelajari dalam materi pendahuluan sejarah


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama