Perkembangan Penulisan Sejarah Historiografi di Indonesia

 

            Penulisan sejarah merupakan upaya menangkap dan memahami jejak-jejak masa silam dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial. Perkembangan upaya penulisan sejarah ( historiografi) berjalan seiring dengan perkembangan masyarakat dan bangsa Indonesia melalui upaya-upayanya sendiri ataupun setelah mendapat pengaruh dari perkembangan ilmu pengetahuan modern.

Ada beberapa tahap dalam perkembangan historiografi di Indonesia, yaitu historiografi tradisional, historiografi kolonial dan historiografi modern.



1.      Historiografi tradisional

Secara umum, historiografi di Indonesia dimulai pada masa Hindu-Budha. Sejarawan Taufik Abdullah menyatakan bahwa pada tahap historiografi tradisional, penulisan sejarah yang dilakukan merupakan ekspresi budaya dan bentuk keprihatinan sosial masyarakat atau kelompok sosial. Masyarakat pada masa itu belum menulis dalam upaya merekam peristiwa masa lalu. Adapun Soedjatmoko menyatakan bahwa historiografi tradisional lebih dikenal dengan sejumlah istilah seperti babad, serat kanda, carita, wawacan, hikayat, sejarah, tutur, salsilah, dan manurung.

Historiografi tradisional adalah penulisan sejarah yang umumnya dilakukan oleh para sastrawan atau pujangga keraton dan bangsawan kerajaan. Jenis karya historiografi tradisional antara lain prasasti (pada masa Hindu– Buddha), babad, dan hikayat.

Karakteristik Historiografi Tradisional adalah sebagai berikut (Jayusman, 2012; Dasuki, 2003, hal. 346-347):

1)    Bersifat istana/kraton sentris, dimana karya-karya didalamnya banyak mengungkapkan sekitar kehidupan keluarga istana/keraton, dan ironisnya rakyat jelata tidak  mendapat tempat didalamnya, dengan alasan rakyat jelata dianggap a-historis.

2)    Bersifat Religio-magis, , artinya dalam historigrafi tradisional seorang raja ditulis sebagai manusia yang memiliki kelebihan secara batiniah, dianggap memiliki kekuatan gaib. Tujuannya agar seorang raja mendapat apresiasi yang luar biasa di mata rakyatnya, sehingga rakyat takut, patuh, dan mau melaksanakan perintahnya. Rakyat akan memandang, bahwa seorang raja keberadaannya di muka bumi merupakan sebagai perwujudan atau perwakilan dari Tuhan.

3)    Bersifat regio-sentrisme dimana cerita sejarah berpusat kepada kedudukan sentral raja, sehingga menimbulkan raja-sentrisme. Sebagai contoh, ada historiografi tradisional dengan secara vulgar memakai judul dari nama wilayah kekuasaannya,seperti Babad Cirebon, Babad Bugis, Babad Banten.

4)    Bersifat etnosentris artinya dalam historiografi tradisional ditulis dengan penekanan pada penonjolan/egoisme terhadap suku bangsa dan budaya yang ada dalam wilayah kerajaan.

5)    Bersifat psiko social, artinya historiografi tradisional ditulis oleh para pujangga sangat kental dengan muatan-muatan psikologis seorang raja, sehingga karya historiografi tradisional dijadikan sebagai alat politik oleh sang raja dalam rangka mempertahankan kekuasaannya. Tidak perlu terlampau heran kalau karya historiografi tradisional oleh masyarakat setempat dipandang sebagai kitab suci yang didalamnya penuh dengan fatwa para pujangga dalam pengabdiannya terhadap sang raja.

Historiografi tradisional memiliki ciri sebagai berikut:

1.    Sering terjadi kesalahan dalam penempatan waktu.

2.    Penulisan selalu bersifat kedaerahan. Hanya terpaut pada suku bangsa tertentu.

3.    Penulisannya bersifat istana sentris, yaitu berpusat pada keinginan dan kepentingan raja.

4.    Memiliki subjektifitas yang tinggi sebab penulis hanya mencatat peristiwa penting di kerajaan atas permintaan sang raja.

5.    Bersifat melegitimasi suatu kekuasaan sehingga seringkali anakronitis (tidak cocok).

6.    Cenderung menampilkan unsur politik semata untuk menunjukkan kejayaan dan kekuasaan sang raja.

7.    Kebanyakan karya-karya tersebut kuat dalam genealogi (silsilah), tetapi lemah dalam hal kronologi dan detil-detil biografis

 

Contoh karya sejarah yang berbentuk historiografi tradisional yang ditulis oleh para pujangga keraton dari kerajaan hindu/budha sebagai berikut :

1.    Babad Tanah Pasundan,

2.    Babad Parahiangan,

3.    Babad Tanah Jawa,

4.    Pararaton,

5.    Nagarakertagama,

6.    Babad Galuh,

7.    Babad Sriwijaya,   dan lain-lain.

Sedangkan karya historiografi tradisional yang ditulis para pujangga dari kerajaan Islam diantaranya :

1.    Babad Cirebon yaitu karya dari Kerajaan Islam Cirebon,

2.    Babad  Banten yaitu karya dari Kerajaan Islam Banten,  

3.    Babad Dipenogoro yaitu karya yang mengisahkan kehidupan Pangeran Diponegoro,

4.    Babad Demak yaitu karya tulis dari Kerajaan Islam Demak,

5.    Babad Aceh dan lain-lain (Jayusman, 2012)

 

2.      Historiografi kolonial

Historiografi kolonial merupakan penulisan sejarah oleh sejarawan kolonial (orang-orang Barat) yang tinggal di daerah koloni atau daerah jajahan. Historiografi kolonial tidak terlepas dari kepentingan penguasa kolonial untuk mengukuhkan kekuasaannya di daerah jajahan. Kepentingan tersebut mewarnai interpretasi sejarawan kolonial terhadap suatu peristiwa sejarah. Dengan demikian, historiografi kolonial di Indonesia dapat diartikan sebagai tulisan sejarah karya orang-orang Barat pada masa pemerintahan kolonial.

Ciri-ciri historiografi kolonial adalah sebagai berikut :

a.    Neerlandosentrisme dan Eropasentrisme

Historiografi kolonial bersifat neerlandosentrisme dan eropasentrisme. Artinya, sejarah Indonesia ditulis berdasarkan sudut pandang dan kepentingan orang-orang Belanda (Eropa) yang saat itu sedang berkuasa (menjajah) di Indonesia. Oleh karena itu, fokus utama kajian historiografi kolonial di Indonesia adalah bangsa Belanda.

 

b.    Mitologis

Sejarawan Belanda juga menggunakan unsur mitos dalam tulisannya sehingga banyak kejadian pada tulisan yang tidak sesuai dengan kejadian sebenarnya. Selain itu, mitos digunakan untuk menonjolkan superioritas bangsa Belanda. Salah satu contoh mitos dalam historiografi kolonial adalah adanya kesan bahwa kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 1596, ketika bangsa Belanda datang ke Indonesia. Faktanya, kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia baru dimulai pada tahun 1808, yaitu pada masa kekuasaan Gubernur Jenderal Daendels.

c.    Bersifat Subjektif

Historiografi kolonial hanya menyoroti aktivitas para pegawai Belanda dan kegiatan gubernur jenderal di tanah jajahan sebagai fokus kajian. Sementara itu, aktivitas rakyat tanah jajahan (pribumi) diabaikan. Kondisi tersebut disebabkan sejarawan kolonial menganggap bahwa rakyat pribumi bukan fokus utama dalam sejarah. Kajian yang hanya memfokuskan pada peran orang-orang Belanda inilah yang menyebabkan historiografi kolonial bersifat subjektif.

d.    Mengabaikan Sumber Lokal

Dalam penulisannya, historiografi kolonial menggunakan sumber berupa arsip dan dokumen-dokumen pemerintah kolonial Belanda. Sementara itu, sumber-sumber lokal dari Indonesia, seperti babad, hikayat,kronik, dan sumber-sumber lisan sering diabaikan.

e.    Berisi tentang Sejarah Orang-Orang Besar

Dalam historiografi kolonial objek utama penulisan mengacu pada orang-orang besar seperti gubernur jenderal, raja-raja, panglima, dan tokoh penting yang berada di pihak Belanda. Dalam kisahnya, historiografi kolonial mengagung-agungkan peran orang-orang Belanda tersebut

f.     Bersifat Diskriminatif

Dalam historiografi kolonial fakta-fakta kesejarahan yang terkait dengan rakyat Indonesia sengaja diputarbalikkan. Pemutarbalikan fakta tersebut dilakukan untuk menyudutkan posisi masyarakat pribumi. Selanjutnya, pihak Belanda mengambil keuntungan psikologis, ekonomis, dan politis. Dalam historiografi kolonial, tokoh-tokoh seperti Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Sultan Agung, Soekarno, Moh. Hatta, dan sejumlah tokoh bangsa dipandang sebagai pemberontak. Anda dapat memperhatikan penggalan karya historiografi kolonial berikut untuk mengetahui bentuk diskriminasi dalam karya historiografi kolonial.

Contoh hasil karya historiografi kolonial adalah sebagai berikut :

a.    History of Java karya Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles mengisahkan sejarah kehidupan masyarakat di Pulau Jawa

b.    Beknopt Leerboek der Geschiedenis van Nederlandsch Oost-Indie karya A.J. Eijkman dan F.W. Stapel. Beberapa tulisan dalam buku ini terlihat mengesampingkan peran tokoh lokal, seperti perjuangan rakyat Aceh melawan Belanda yang dianggap sebagai pemberontakan.

c.    Oud en Niew Oost-Indie karya Francois Valentijn. Buku ini menceritakan kisah perjalanan bangsa Belanda saat melakukan penjelajahan ke dunia Timur untuk menemukan daerah-daerah koloni. Dalam buku ini,Francois Valentijn juga menggambarkan kondisi masyarakat, penguasa politik, perdagangan, dan bahasa yang digunakan masyarakat setempat.

d.    Indische Geschiedenis karya J. Haan dan H. Uljee. Buku ini menggambarkan keadaan Indonesia ketika berada di bawah pemerintahan kolonial Belanda.

e.    Nederland in de Oost karya M.W.F. Treb. Buku ini menggambarkan pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia, terutama mengenai dampak kapitalisme yang diterapkan pemerintah kolonial Belanda di Indonesia.

 

3.      Historiografi modern

Historiografi modern merupakan bentuk dekolonisasi terhadap historiografi. Dekolonisasi dalam historiografi dapat diartikan upaya pelepasan kolonialisme dalam penulisan sejarah. Oleh karena itu, bangsa Indonesia ditempatkan sebagai pemeran utama dalam sejarah Indonesia. Historiografi modern disebut juga historiografi nasional karena mengagung-agungkan nasionalisme bangsa sebagai bentuk perlawanan terhadap penjajahan.

Ciri-ciri historiografi modern adalah sebagai berikut :

a.    Bersifat Indonesiasentrisme

Historiografi modern bersifat indonesiasentrisme. Artinya, penulisan sejarah di Indonesia diinterpretasikan dari sudut pandang dan kepentingan bangsa Indonesia. Historiografi yang bersifat indonesiasentrisme disebut juga sebagai historiografi nasional. Tujuan historiografi nasional adalah ”membongkar dan merevisi” historiografi kolonial yang dianggap merugikan proses pembangunan, khususnya pembangunan sikap bangsa terutama generasi muda saat ini.

b.    Bersifat Metodologis

Historiografi modern juga bersifat metodologis, yaitu menggunakan teknik penulisan ilmiah untuk ilmu sejarah. Dengan demikian, substansi atau isi karya historiografi modern dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

c.    Bersifat Kritis Historis

Historiografi modern memiliki sifat kritis historis, yaitu menggunakan pendekatan multidimensional. Pendekatan multidimensional adalah penggunaan ilmu-ilmu lain untuk menganalisis sebuah peristiwa sejarah. Dengan pendekatan multidimensional kita dapat melihat sebuah peristiwa dari sudut pandang politik, sosial, ekonomi, dan budaya

d.    Menggunakan Sumber Kolonial dan Lokal

Dalam proses historiografi modern, sejarawan Indonesia tidak hanya menggunakan sumber kolonial berupa arsip atau dokumen, tetapi juga sumber lokal. Sejarawan melakukan perbandingan antara sumber kolonial dan lokal untuk mendapatkan fakta yang kredibel. Sumber lokal yang digunakan tidak hanya babad, tetapi juga hikayat, berita Tiongkok, dan sumber-sumber arkeologi.

e.    Para Pelaku Sejarah Luas dan Beragam

Jika historiografi kolonial hanya membahas mengenai orang-orang besar, historiografi modern mulai memperluas objek penelitian dengan cara tidak hanya terpaku pada sejarah orang-orang besar. Historiografi modern juga mengkaji peran para petani dan kondisi sosial ekonomi rakyat kecil.

            Contoh hasil karya historiografi modern adalah sebaga berikut :

a.    Pemberontakan Petani Banten 1888, Karya Sartono Kartodirdjo

b.    Islam dan Masyarakat, Karya Taufik Abdullah

c.    Autobiografi Soekarno, Karya Cindy Adams

d.    Revolusi Pemuda, Karya Benedict Anderson

e.    Sukarno, Tentara, PKI, Karya Rosihan Anwar

 

PENTING

Naskah historiografi tradisional memiliki karakteristik sebagai berikut.

1)    Uraian dalam historiografi tradisional dipengaruhi oleh ciri-ciri budaya masyarakat pendukungnya. Setiap daerah di Indonesia memiliki naskah-naskah kuno yang bercerita tentang sejarahnya sehingga kebudayaan setempat berpengaruh pada naskah dalam hal bahasa, adat istiadat, dan nilai-nilai setempat.

2)    Historiografi tradisional cenderung mengabaikan fakta-fakta karena terlalu dipengaruhi oleh sistem kepercayaan setempat. Biasanya tokoh-tokoh dalam cerita dibumbui dengan unsur-unsur mistis masyarakat lokal sehingga yang menonjol bukan tokoh yang menjadi fakta, melainkan unsur mistis yang dimiliki tokoh tersebut.

3)    Adanya kepercayaan tentang sebuah kekuatan yang menjadi pangkal dari seluruh alam.

4)    Tokoh-tokoh dalam naskah historiografi tradisional selalu digambarkan memiliki silsilah dari raja atau para dewa sehingga menimbulkan kesan mistis dalam diri tokoh tersebut dan sebagai bentuk legitimasi atas kekuasaannya. Berdasarkan periodisasi sejarah Indonesia, historiografi tradisional dikelompokkan menjadi dua jenis, yaitu historiografi tradisional masa Hindu–Buddha dan historiografi masa Islam

 

PENTING

Historiografi kolonial merupakan penulisan sejarah oleh sejarawan kolonial (orang-orang Barat) yang tinggal di daerah koloni atau daerah jajahan. Historiografi kolonial tidak terlepas dari kepentingan penguasa kolonial untuk mengukuhkan kekuasaannya di daerah jajahan. Kepentingan tersebut mewarnai interpretasi sejarawan kolonial terhadap suatu peristiwa sejarah. Dengan demikian, historiografi kolonial di Indonesia dapat diartikan sebagai tulisan sejarah karya orang-orang Barat pada masa pemerintahan kolonial.

1.    Ciri-Ciri Historiografi Kolonial

Secara umum, historiografi tradisional berbeda dengan penulisan historiografi kolonial, baik dari segi sifat, sumber, maupun sudut pandang penulisan. Ciri-ciri historiografi kolonial dapat dijelaskan sebagai berikut.

a.    Neerlandosentrisme dan Eropasentrisme

b.    Mitologis

c.    Bersifat Subjektif

d.    Mengabaikan Sumber Lokal

e.    Berisi tentang Sejarah Orang-Orang Besar

f.     Bersifat Diskriminatif

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama