PERJUANGAN MENGHADAPI ANCAMAN DISINTEGRASI BANGSA 1948-1965


 
 
 
Disintegrasi adalah pemisahan dan dapat diartikan sebagai ancaman akan bercerainya suatu bangsa. Pada awal-awal kemerdekaan, Indonesia telah menghadapi ancaman disintegrasi diantaranya adalah Pemberontakan PKI Madiun, Pemberontakan DI/TII Jawa Barat, Pemberontakan DI/TII Jawa Tengah, Pemberontakan DI/TII Sulawesi Selatan, Pemberontakan DI/TII Aceh, Pemberontakan DI/TII Kalimantan Selatan, Pemberontakan Andi Azis, Angkatan Perang Ratu Adil (APRA), Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS), Pemberontakan PRRI di Sumatra Utara, Pemberontakan Permesta dan Pemberontakan G30 S/PKI.
Walaupun sudah menjadi negara yang dinyatakan merdeka, Indonesia mengalami banyak sekali pemberontakan dari bangsa dan rakyatnya sendiri. Sebagai negara yang masih muda, pada saat itu Indonesia tidak luput dari berbagai masalah, termasuk pemberontakan. Hal yang menjadi pemicunya adalah perbedaan ideologi, perbedaan kepentingan dan perbedaan pendapat sehingga terlahir berbagai gerakan yang dapat mengancam keutuhan bangsa. Untuk memberantas semua pemberontakan tersebut, pemerintah pada masa itu telah melakukan berbagai upaya, mulai dari melakukan pendekatan dengan bermusyawarah hingga  menetapkan gerakan operasi militer bahkan dalam operasi pemberantasan tersebut mereka tidak segan-segan untuk mempenjarakan hingga memusnahkan siapa saja yang terlibat di dalamnya.
Hingga sekarang, ancaman disintegarasi bangsa sehingga masih menjadi momok untuk Negeri ini karena kondisi pada masa lalu tersebut identik dengan keadaan masa kini yang banyak mengalami ancaman terorisme berlatar agama islam. Dan meskipun sudah jarang muncul pemberitaan tentang penangkapan anggota teroris, bukan berarti dapat menutup kemungkinan terjadinya pemberontakan yang sama seperti DI/TII.
1.        Peristiwa Konflik dan Pergolakan yang Berkaitan dengan Ideologi
Termasuk dalam kategori ini adalah pemberontakan PKI Madiun, pemberontakan DI/TII dan peristiwa G30S/PKI. Ideologi yang diusung oleh PKI tentu saja komunisme, sedangkan pemberontakan DI/TII berlangsung dengan membawa ideologi agama.


2.        Peristiwa Konflik dan Pergolakan yang Berkaitan dengan Kepentingan
Termasuk dalam kategori ini adalah pemberontakan APRA, RMS dan Andi Aziz. Vested Interest merupakan kepentingan yang tertanam dengan kuat pada suatu kelompok. Kelompok ini biasanya berusaha untuk mengontrol suatu sistem sosial atau kegiatan untuk keuntungan sendiri. Mereka juga sukar untuk mau melepas posisi atau kedudukannya sehingga sering menghalangi suatu proses perubahan. Baik APRA, RMS dan peristiwa Andi Aziz, semuanya berhubungan dengan keberadaan pasukan KNIL atau Tentara Kerajaan di Hindia Belanda, yang tidak mau menerima kedatangan tentara Indonesia di wilayah-wilayah yang sebelumnya mereka kuasai. Dalam situasi seperti ini, konflikpun terjadi.
3.        Peristiwa Konflik dan Pergolakan yang Berkaitan dengan Sistem Pemerintahan.
Termasuk dalam kategori ini adalah persoalan negara federal dan BFO (Bijeenkomst Federal Overleg), serta pemberontakan PRRI dan Permesta. Masalah yang berhubungan dengan negara federal mulai timbul ketika berdasarkan perjanjian Linggajati, Indonesia disepakati akan berbentuk negara serikat/federal dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). RI menjadi bagian RIS. Negara-negara federal lainnya misalnya adalah negara Pasundan, negara Madura atau Negara Indonesia Timur. BFO sendiri adalah badan musyawarah negara-negara federal di luar RI, yang dibentuk oleh Belanda. Awalnya, BFO berada di bawah kendali Belanda. Namun makin lama badan ini makin bertindak netral, tidak lagi melulu memihak Belanda. Pro-kontra tentang negara-negara federal inilah yang kerap juga menimbulkan pertentangan. Sedangkan pemberontakan PRRI dan Permesta merupakan pemberontakan yang terjadi akibat adanya ketidakpuasan beberapa daerah di wilayah Indonesia terhadap pemerintahan pusat.


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama