Upaya Mempertahankan Kemerdekaan dari Inggris dan Belanda.
Setelah
Jepang menyerah kepada Sekutu pada tanggal 14 agustus 1945, sekutu kemudian
memerintahkan jepang untuk melaksanakan Status quo, yaitu menjaga situasi dan
kondisi sebagaimana adanya pada saat itu sampai kedatangan tentara Sekutu ke
Indonesia.
Akan
tetapi, bagi bangsa Indonesia, proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus
1945 merupakan keputusan yang sudah
bulat dan tidak dapat diganggu gugat. Dengan proklamasi kemerdekaan, bangsa
indonesia sudah memutuskan untuk menentukan nasibnya sendiri. Itulah alasan
mengapa bangsa Indonesia menentang keberadaan Jepang setelah proklamasi
kemerdekaan dengan melucuti senjata dan semua aset yang mereka miliki.
Pada
tahun 1945, kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Indonesia mendapat tatangan baru.
Sekutu datang dengan misi damai. Namun dalam praktiknya, ternyata membawa misi
tersembunyi, yaitu mengembalikan Indonesia kepada Belanda.
Pada
tanggal 29 September 1945, tibalah pasukan
Inggris (SEAC) di Jakarta
dibaawah pimpinan Letnan Jenderal Sir
Philip Forces Netherlands East Indies/
Pasukan Hindia Belanda. Pasukan AFNEI
dipusatkan diwilayah Barat Indonesia terutama Sumatera dan Jawa, sedangkan
daerah Indonesia lainnya, terutama diwilayah timur, diserahkan kepada angkatan
perang Australia.
Semula
kedatangan mereka disambut hangat oleh bangsa Indonesia. Namun kecurigaan dan
ketegangan mulai terjadi ketika diketahui bahwa inggris membawa serta NICA
(Netherlands Indies Civil Administration). NICA adalah otoritas remi
semimiliter dibawah sekutu yang bertugas mengendalikan pemerintahan sipil di
Hindia Belanda setelah Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Kecurigaan
dan ketegangan itu beralasan karena banyak pegawai NICA yang sepertinya sudah
dipersiapkan untuk mengambil alih pemerintahan sipil di Indonesia.
Kedatangan NICA yang
membonceng Sekutu (Inggris) mengundang ketegangan, karena bangsa Indonesia
yakin bahwa sejak awal Belanda berniat menduduki kembali Indonesia. Kecurigaan
ini semakin nyata ketika NICA mempersenjatai kembali bekas anggota KNIL yang baru saja bebas dari tahanan
Jepang. Diberbagai daerah NICA dan KNIL yang didukung sekutu (Inggris)
melancarkan provokasi dan teror terhadap para pemimpin nasional
Untuk meredakan ketegangan ketegangan tersebut, pada
tanggal 1 Oktober 1945 panglima AFNEI menyatakan memperlakukan pemerintahan
Republik Indonesia yang ada didaerah-daerah sebagai kekuasaan de facto. Karena pernyataan tersebut,
pemerintah Republi Indonesia menerima AFNEI dengan tangan terbuka, bahkan
memerintahkan para pejabat daerah untuk membantu tugas-tugas AFNEI.
Dalam
kenyataannya, kedatangan sekutu didaerah-daerah selalu menimbulkan insiden.
Tentara sekutu sering menunjukkan sikap yang tidak menghormati kedaulatan
bangsa Indonesia. Lebih dari itu, tampak semakin jelas bahwa NICA ingin
mengambil alih kekuasaan di Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa AFNEI
menyimpang dari misi awalnya. Ketegangan tersebut memicu pertempuran
didaerah-daerah seperti surabaya, Sukabumi, Medan, Ambarawa, Manado, dan
Bandung.
1.
Pertempuran
Medan Area (13 Oktober 1945)
Pasukan Sekutu mendarat di
Sumatera Utara pada tanggal 9 oktober 1945. Gubernur Sumatera Utara Teuku Moh.
Hasan mempersilahkan Tim Relief of Allied of War and Interness (RAPWI) , yang
bertugas membantu pembebasan para tawanan perang untuk membantu pembebasan para
tawanan perang, untuk mendatangi tempat-tempat para tahanan berada, seperti di
Pulu, Rantau Prapat, Pematang Siantar dan Brastagih. Gubernur juga mengijinkan
sekutu untuk menempati beberapa hotel di Kota Medan.
Dalam kenyataannya, Sekutu NICA
mempersenjatai para bekas tawanan ini serta membentuk Medan Batalyon KNIL
dengan tugas utama: mengambil alih kekuasaan di kota Medan. Hal ini menimbulkan
konflik dengan TKR dan Barisan Pemuda Indonesia (BPI) pimpinan Ahmad Tahir.
Insiden pertama terjadi pada
tanggal 13 oktober 1945, di hotel Bali Medan. Insiden bermula ketika seorang
penghuni hotel merampas dan menginjak-injak lencana merah putih yang dipakai
oleh warga setempat. Hotel tersebut kemudian diserbu para pemuda. Sebanyak 96
orang tewas dalam insiden tersebut, sebagian besar orang-orang NICA.
Sejak kejadian tersebut,
pasukan sekutu (Inggris) mengultimatul para pemuda dan rakyat dikota Medan agar
menyerahkan senjatanya kepada sekutu. Sementara itu, NICA mulai melakukan aksi-aksi
teror kepada rakyat. Ultimatum ini tidak dihiraukan, dan sebaliknya malah
semakin mengobarkan semangat perlawanan penduduk. Lama kelamaan, pihak sekutu
dan NICA terdesak. Hal ini disebabkan pemuda dan TKR sering berhasil menghadang
serta menyerbu pasukan sekutu yang sedang melakukan patroli.
Pada tanggal 10 November 1945,
sekutu dan NICA melancarkan serangan besar-besaran terhadap kota Medan.
Serangan ini menimbulkan banyak korban dikedua pihak. Pada bulan April 1946,
tentara inggris mendesak agar pemerintahan Republik Indonesia keluar dari kota
Medan. Gubernur, Wali kota, dan markas TKR pun terpaksa pindah ke Pematang
Siantar. Untuk melanjutkan perjuangan di Medan, pada bulan Agustus 1946
dibentuk Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area, komando ini terus mengadakan
serangan terhadap sekutu di wilayah Medan. Hampir diseluruh wilayah Sumatera
terjadi perlawanan rakyat terhadap jepang, sekutu dan Belanda. Seperti di
Padang, Bukittinggi dan Aceh.
2.
Pertempuran
Ambarawa (26 Oktober 1945)
Pada tanggal 20 oktober 1945,
tentara sekutu dibawah pimpinan Brigadir Bethel mendarat di semarang dengan
maksud mengurus tawanan perang dan tentara jepang yang berada dipenjara
Ambarawa dan Magelang. Kedatangan sekutu ini mulanya disambut baik. Gubernur Jawa
Tengah Mr. Wongsonegoro menyepakati akan menyediakan bahan makanan serta
bantuan lain yang diperlukan demi
kelancaran tugas sekutu. Sementara itu, pihak sekutu berjanji tidak akan
mengganggu kedaulatan Republik Indonesia.
Akan tetapi NICA yang membonceng
pasukan sekutu mempersenjatai para bekas tawanan tersebut. Hal ini menimbulkan
kemarahan pihak Indonesia. Konflik bersenjata tidak dapat dihindari. Bermula di
Magelang pada tanggal 26 oktober, pertempuran berlanjut antara tentara sekutu
dan tentara keamanan rakyat (TKR). Pertempuran baru berhenti ketika Presiden
Soekarno tiba di Magelang pata tanggal 2 november 1945nbersama-sam dengan
Brigjen Bethel, yang kemudian menghasilkan sejumlah kesepakatan antara
pemerintah Indonesia dan Pihak sekutu.
Dalam kenyataannya pihak sekutu
melanggar kesepakatan tersebut, salah satunya dengan menambah jumlah pasukannya
di Magelang. Pada tanggal 20 november 1945 terjadi pertempuran antara TKR dan
pasukan sekutu di Ambarawa. Pasukan sekutu yang berada di Magelang pu dikirim
ke Ambarawa. Pasukan sekutu menjatuhkan Bom di desa-desa sekitar Ambarawa
sehingga TKR terpaksa menarik pasukannya kewilayah yang aman.
Pada tanggal 21 november 1945,
datang bantuan TKR dari Purwokerto dan juga dari Yogyakarta. Mereka mengepung
Ambarawa dengan menduduki desa-desa disekitar kota tersebut. Selanjutnya pada
tanggal 26 November 1945, pimpinan TKR dari Purwokerto yang bernama Letnan
Kolonel Isdiman gugur dalam pertempuran. Kedudukannya diganti oleh atasannya
langsung yaitu Kolonel Soedirman.
Pertempuran
Ambarawa berlangsung sengit. Kolonel Soedirman langsung memimpin pasukannya
yang menggunakan taktik gelar sapit urang atau pengepungan rangkap dari kedua
sisi sehingga musuh benar-benar terkurung. Suplai dan komunikasi dengan pasukan
induknya diputus sam sekali. Setelah bertempur selama 4 hari pada tanggal 15
desember 1945 pertempuran berakhir dan Indonesia berhasil merebut Ambarawa
serta memeksa sekutu menarik kembai pasukannya dari Ambarawa ke Semarang.
Kemenangan pertempuran ini diabadikan dengan
didirikannya Monumen Palagan Ambarawa. Selain itu, tanggal 15 Desember
diperingati sebagai Hari Jadi TNI Angkatan Darat atau Hari Juang Kartika.
3.
Pertempuran
Surabaya (10 November 1945)
Pertempuran Surabaya merupakann
peristiwa sejarahperang antara pihak tentara Indonesia dan pasukan sekutu.
Peristiwa ini terjadi pada tanggal 10 November 1945 di kota Surabaya.
Pertempuran ini adalah perang pertama pasukan Indonesia dengan pasukan asing
setelah proklamasi Kemerdekaan Indonesia dan satu pertempuran terbesar dan
terberat dalam sejarah Revolusi Nasional Indonesia yang menjadi simbol nasional
perlawanan Indonesia terhadap Kolonialisme.
Latar belakang dan jalannya pertempuran.
Tentara sekutu mendarat di
Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945, dibawah pimpinan Brigjen Aubertin Walter
Sothern Malaby yang berkebangsaan Inggris. Kedatangan mereka ketika itu
disambut oleh Gubernur Jawa Timur R.M.T.A. Soeryo.
Dalam pertemuan dengan Gubernur Soeryo, disepakati bahwa inggris
dipersilahkan memasuki kota dan mendatangi objek-objek yang sesuai dengna
tugasnya, seperti tempat tahanan. Namun kesepakatan ini dilanggar pasukan
inggris dengan menduduki kantor pos besar, pangkalan angkatan laut di Tanjung
Perak, gedung Bank Inferio, serta lokasi-lokasi penting lainnya. Bahkan pada
tanggal 27 Oktober 1945, pasukan Inggris menyebarkan pamflet mengunakan pesawat
tempur, yang berisi perintah agar rakyat surabaya dan jawa timur menyerahkan
senjata yang telah mereka rampas dari tentara Jepang.
Pada tanggal 22 September 1945 terjadi insiden bendera di hotel Yamato. Insiden
ini terjadi ketika orang-orang
Belanda menduduki hotel tersebut dan mengibarkan bendera Belanda di atas hotel Yamato, Keadaan tersebut memancing kemarahan para
pemuda Indonesia. Mereka segera menyerbu hotel
tersebut. Beberapa pemuda
naik ke atas hotel dan merobek warna biru
bendera Belanda
dan menaikkan
kembali sebagai bendera merah putih. Puncak
pertempuran terjadi pada tanggal 10 November
1945. Latar
belakangnya adalah terbunuhnya A.W.S Mallaby sehingga sekutu mengeluarkan
ultimatum kepada kaum pejuang untuk menyerah.
Tambahan
Misteri
Kematian Mallaby
Mengenai kematian pimpinan tentara Inggris masih
menjadi misteri, belum jelas bagaimana ia terbunuh, senjata apa yang
membunuhnya (granat atau tembakan) dan siapa yang melakukannya. Soemarsono, salah satu tokoh utama dalam pertempuran
10 November1945, mencoba menjawab misteri kematian Mallaby itu dalam buku
Memoarnya Revolusi Agustus : Kesaksian Seorang Pelaku Sejarah. Saat itu,
Soemarsono menjabat ketua Pemuda Republik Indonesia (PRI), sebuah organisasi
yang menghimpun hampir seluruh kekuatan pemuda di Surabaya. Organisasi ini
sangat aktif berperan dalam perjuangan rakyat Indonesia di Surabaya pada saat
itu untuk melawan Inggris.
Menurut Soemarsono, Brigjen Mallaby tertembak mati
ketika baru keluar dari mobilnya hendak masuk kegedung Internatio. Soemarsono sendiri membeberkan tiga versi mengurai
misteri kematian Brigjen Mallaby tersebut. Pertama, keterangan dari Muhammad
Mangundiprojo, salah seorang wakil dari Kontak Biro yang saat kejadian berada
didalam gedung Internatio. Menurutnya, saat itu memang terjadi kontak senjata
antara tentara Inggris dari dalam gedung Internatio dan pihak pejuang Republik
Indonesia dari luar gedung. Tentara inggris melancarkan tembakan dari
jendela-jendela gedung, sedangkan pejuang Indonesia membalasnya dari luar.
Namun, ketika Mallaby diketahui tewas, pihak Inggris segera menunding pemuda
Indonesia sebagai penembaknya.
Versi kedua datang dari pihak pemuda, yang menunding
tewasnya Mallaby disebabkan oleh gencarnya tembakan dari pihak pasukan Inggris
sendiri.
Sementara versi ketiga, Soemarsono merujuk keanalisa
Greg Poulgrain, dosen sejarah Indonesia di Universitas of the Sunshine Coast,
bahwa Brigjen Mallaby sengaja dibunuh pihak sekutu sendiri sebagai dalih untuk
melancarkan tuduhan provokatif bahwa pemuda Indonesia-lah yang menembaknya.
Dengan begitu, pihak Inggris juga punya dalih untuk melakukan serangan terhadap
para pejuang Indonesia di Surabaya.
Tambahan
1.
Pertempuran Medan Area
Pada tanggal 9 Oktober 1945 dipimpin oleh T.E.D Kelly di Sumatra Utara. Mereka
diboncengi oleh NICA
(pasukan
Belanda). Sikap
congkak Belanda
memancing insiden dengan pemuda setempat. Bentrokan
pertama terjadi di sebuah hotel di jalan Bali, Medan pada tanggal 13 Oktober 1945. Pada saat itu seorang penghuni hotel
menginjak injak lencana merah putih yang dipakai oleh seorang pemuda. Para pemuda tidak menerima dan melakukan
penyerangan.
2. Pertempuran Ambarawa
Pada tanggal 20 oktober 1945, tentara sekutu dibawah
pimpinan Brigadir Bethel mendarat di semarang dengan maksud mengurus
tawanan perang dan tentara jepang yang berada dipenjara Ambarawa dan Magelang.
Kedatangan sekutu ini mulanya disambut baik. Akan tetapi NICA yang membonceng
pasukan sekutu mempersenjatai para bekas tawanan tersebut. Hal ini menimbulkan
kemarahan pihak Indonesia. Pada tanggal
20 november 1945 terjadi pertempuran antara TKR dan pasukan sekutu di Ambarawa.
Pertempuran ini dipimpin oleh Kolonel Soedirman. Setelah bertempur
selama 4 hari pada tanggal 15 desember 1945 pertempuran berakhir dan Indonesia
berhasil merebut Ambarawa.
3. Pertempuran
Surabaya
Pada tanggal 22 September 1945 terjadi insiden bendera di hotel Yamato. Insiden
ini terjadi ketika orang-orang
Belanda menduduki hotel tersebut dan mengibarkan bendera Belanda di atas hotel Yamato, Keadaan tersebut memancing kemarahan para
pemuda Indonesia. Mereka segera menyerbu hotel
tersebut. Beberapa pemuda
naik ke atas hotel dan merobek warna biru
bendera Belanda
dan menaikkan
kembali sebagai bendera merah putih. Puncak
pertempuran terjadi pada tanggal 10 November
1945. Latar
belakangnya adalah terbunuhnya A.W.S
Mallaby sehingga sekutu mengeluarkan ultimatum kepada kaum pejuang untuk
menyerah.
Posting Komentar