SAMBUTAN MASYARAKAT TERHADAP PROKLAMASI KEMERDEKAAN RI


    Berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia cepat bergema ke berbagai daerah. Rakyat di Jakarta maupun di kota-kota lain menyambut dengan antusias. Karena alat komunikasi yang terbatas, informasi ke daerah-daerah tidak secepat di Jakarta. Saat tersiarnya berita tentang Proklamasi Kemerdekaan, banyak rakyat Indonesia yang tinggal jauh dari Jakarta tidak mempercayainya.
     Baru pada bulan September 1945, Proklamasi diketahui di wilayah-wilayah yang terpencil. Sesaat setelah itu, timbullah segera masalah kesetiaan. Keempat penguasa kerajaan yang ada di Jawa Tengah menyatakan dukungan mereka kepada Republik, yaitu Yogyakarta, Surakarta, Pakualaman, dan Mangkunegaran.
      Tanggal 19 Agustus 1945 Sri Sultan Hamengkubuwana IX dan Sri Paku Alam VIII telah ucapan selamat kepada Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta atas berdirinya Negara Republik Indonesia. Sultan Hamengkubuwana IX dan Paku Alam VIII mengakui kemerdekaan RI dan siap membantu mereka.
     Pada tanggal 22 Agustus, Jepang akhirnya secara resmi mengumumkan penyerahannya kepada Sekutu. Sikap Jepang adalah tidak mengakui Negara Republik Indonesia dan bahkan Jepang malah mempertahankan status quo-nya dengan mengatasnamakan Sekutu. Jepang menentang upaya penyiaran tersebut, dan malah memerintahkan agar para penyiar meralat berita proklamasi sebagai sesuatu kekeliruan.
    Kondisi itu mendorong rakyat Indonesia yang baru saja merdeka, untuk mengambil langkah-langkah nyata dan menunjukkan pada dunia internasional bahwa kemerdekaan Indonesia bukan atas bantuan Jepang, akan tetapi merupakan tekad seluruh rakyat Indonesia.
Euforia revolusi segera mulai melanda negeri ini, khususnya kaum muda yang merespon kegairahan dan tantangan kemerdekaan. Para komandan pasukan Jepang di daerah-daerah sering kali meninggalkan wilayah perkotaan dan menarik mundur pasukan ke daerah pinggiran guna menghindari konfrontasi. Beberapa diantaranya memperbolehkan pemuda-pemuda Indonesia memperoleh senjata.
     Antara tanggal 3-11 September, para pemuda di Jakarta mengambil alih kekuasaan stasiun-stasiun kereta api, sistem listrik, dan stasiun pemancar radio tanpa mendapat perlawanan

instalasi penting di Yogyakarta, Surakarta, Malang, dan Bandung juga sudah berada di tangan para pemuda Indonesia.
     Di Sumatera, mereka benar-benar memonopoli kekuasaan revolusioner. Karena jumlah pemimpin nasionalis yang sudah mapan di sana hanya segelintir, mereka ragu terhadap apa yang akan dilakukan. Para mantan prajurit Peta dan Heiho membentuk kelompok-kelompok yang paling disiplin. Laskar Masyumi dan Barisan Hizbullah, menerima banyak pejuang baru dan ikut bergabung dalam kelompok-kelompok bersenjata Islam lainnya yang umumnya disebut Barisan Sabilillah, yang kebanyakan dipimpin oleh para Kiai.
    Sementara di Surabaya, memasuki bulan September 1945, terjadi gerakan perebutan senjata di gudang Don Bosco. Rakyat Surabaya juga merebut Markas Pertahanan Jepang di Jawa Timur, serta pangkalan Angkatan Laut di Ujung sekaligus merebut pabrik-pabrik yang tersebar di sana.
Orang-orang Inggris dan Belanda yang sebagian telah datang, langsung berhubungan dengan Jepang. Mereka menginap di Hotel Yamato atau Hotel Oranye pada zaman Belanda dan mengibarkan bendera Merah Putih Biru di atas Hotel Yamato. Residen Sudirman segera memperingatkan agar menurunkan bendera tersebut. Peringatan itu tidak mendapat tanggapan sehingga mendorong kemarahan para pemuda Surabaya. Para pemuda Surabaya kemudian menyerbu Hotel Yamato. Beberapa pemuda berhasil memanjat atap hotel dan menurunkan bendera Merah Putih Biru, kemudian merobek bagian warna birunnya. Setelah itu, bendera tersebut dikibarkan kembali sebagai bendera Merah Putih.  
       Indonesia telah merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945. sudah barang tentu secara politik bangsa Indonesia memiliki kedaulatan, bebas menentukan nasib sendiri. Secara ekonomi kita tidak tergantung dan ditindas oleh bangsa lain. Bangsa Indonesia dapat merancang pembangunan demi kesejahteraan. Dari dimensi sosial, sebagai rakyat yang merdeka tidak lagi merupakan kelompok kelas 2 atau 3, tetapi sederajat dengan masyarakat atau bangsa lain. Dengan kemerdekaan kita juga dapat mengembangkan kebudayaan bangsa sesuai dengan nilai-nilai dan martabat bangsa


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama