KEHIDUPAN MANUSIA PURBA DAN ASAL USUL NENEK MOYANG

 1.   Manusia purba

            Bagaimana cara mengetahui kehidupan manusia yang hidup pada masa awal? Ada dua cara, yaitu melalui sisa-sisa manusia, tumbuhan, dan hewan yang telah membatu atau biasa disebut dengan fosil dan melalui benda-benda peninggalan sebagai hasil budaya manusia, alat-alat rumah tangga, bangunan, artefak, perhiasan, senjata, atau fosil manusia purba yang diketemukan. Kehidupan manusia purba di Indonesia diketahui melalui peninggalan fosil tulang-belulang mereka. Fosil-fosil tersebut meliputi tengkorak, badan, dan kaki.Fosil tengkorak dengan ukuran kapasitas tempurung kepalanya dapat mengungkap-kan sejauh mana kemampuan berpikir mereka dibandingkan dengan kapasitas manusia modern sekarang. Demikian juga dengan bentuk tulang rahang, lengan, dan kaki dapat dibandingkan dengan bentuk tulang yang sama dengan tulang manusia modern sekarang atau dengan jenis kera (pithe). Berdasarkan penelitian, dapat disimpulkan bahwa mereka berbeda dengan manusia modern sekarang, namun memiliki tingkat kecerdasan tertentu yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis kera. Mereka telah memiliki tingkat kemampuan untuk mengembangkan kehidupan, seperti halnya manusia sekarang walaupun dengan tingkat yang sangat terbatas. Mereka lazim disebut sebagai manusia purba atau manusia yang hidup pada zaman pra-aksara.

Berdasarkan temuan-temuan fosil manusia tersebut, para arkeolog membedakan jenis manusia purba di Indonesia (sejauh yang ada sekarang) ke dalam beberapa jenis. Dari jenis-jenis yang ada para ahli membuat semacam tingkatan perkembangan dari manusia purba yang tertua hingga yang lebih muda, yang didasarkan pada indikator-indikator tertentu.


a.   Meganthropus paleojavanicus

Meganthropus paleojavanicus  (manusia besar tertua dari  Jawa) adalah jenis manusia purba yang paling tua (primitif) yang pernah ditemukan di Indonesia (Jawa). Fosil Meganthropus paleojavanicus pertama kali ditemukan oleh arkeolog, von Koenigswald dan Weidenreich antara tahun 1936-1941 di situs Sangiran pada formasi Pucangan. Fosil yang ditemukan antara lain berupa fragmen tulang rahang atas dan bawah serta sejumlah gigi lepas. Hingga saat ini Meganthropus   dikategorikan   sebagai   jenis   manusia   purba   yang   terpisah (berbeda) dari Homo erectus. Berdasarkan hasil penemuan fosil-fosilnya para ahli menyimpulkan bahwa Meganthropus paleojavanicus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

  • Hidup pada masa Pleistosen awal
  • Memiliki rahang bawah yang sangat tegap dan geraham yang besar
  • Memiliki bentuk gigi yang homonim
  • Memiliki otot-otot kunyah yang kuat
  • Bentuk mukanya masif dengan tulang pipi yang tebal, tonjolan kening yang mencolok dan tonjolan belakang kepala yang tajam serta tidak memiliki dagu.
  • Memakan jenis tumbuh-tumbuhan

b.   Pithecanthropus

                Pithecanthropus (manusia kera) adalah jenis manusia purba yang fosil- fosilnya paling banyak ditemukan di Indonesia. Fosil Pithecanthropus pertama kali ditemukan oleh arkeolog dari Belanda, Eugene Dubois pada tahun 1891 di Trinil, Ngawi berupa atap tengkorak dan tulang paha. Berdasarkan temuannya tersebut Dubois menamainya dengan Pithecanthropus erectus (manusia kera yang berdiri tegak). Disamping Pithecanthropus erectus jenis Pithecanthropus lainnya yang ditemukan di Indonesia adalah Pithecanthropus robustus (manusia kera yang besar), dan Pithecanthropus mojokertensis (manusia kera dari Mojokerta).





Berdasarkan fosil-fosil yang ditemukan, Pithecanthropus memiliki ciri berikut:
  • Pithecanthropus  hidup  pada  masa  Pleistosen  awal  dan  tengah  (1  juta hingga 1,5 juta tahun silam)
  • Pithecanthropus  hidup  pada  masa  Pleistosen  awal  dan  tengah  (1  juta hingga 1,5 juta tahun silam)
  • Tinggi badan sekitar 168 – 180 cm dengan berat badan rata-rata 80 – 100 kg
  • Berjalan tegak
  • Volume otaknya sekitar 775 cc – 975 cc
  • Batang tulang lurus dengan tempat-tempat perlekatan otot yang sangat nyata
  • Bentuk tubuh dan anggota badan tegap
  • Alat pengunyah dan otot tengkuk sangat kuat
  • Bentuk geraham besar dengan rahang yang sangat kuat
  • Bentuk kening yang menonjol sangat tebal
  • Bentuk hidung tebal
  • Tidak memiliki dagu
  • Bagian belakang kepala tampak menonjol
c.   Homo Sapiens
Diantara fosil yang berhasil ditemukan di Indonesia adalah jenis Soloensis (dari Solo) dan Wajakensis (dari Wajak, Mojokerto). Secara umum Homo Sapiens memiliki ciri yang lebih progresif dibanding Pithecantropus.

Gmbr. Rahang Homo sapien dari Wajak

Tengkorak Homo soloensis Fosil manusia ini ditemukan oleh Ter Haar, Oppenoorth, dan von Konigwald dalam penelitiannya di Ngandong pada tahun 1936-1941. Secara khusus ia memiliki ciri-ciri berikut: 
  • Volume otak bervariasi antara 1000 – 1450 cc
  • Otak besar dan otak kecil sudah berkembang (terutama pada bagian kulit otaknya)
  • Tinggi badan sekitar 130 – 210 cm dengan berat badan
  • rata-rata 30 – 150 kg.
  • Tulang dahi dan bagian belakang tengkorak sudah membulat dan tinggi
  • Otot tengkuk mengalami penyusutan
  • Alat kunyah dan gigi mengalami penyusutan
  • Berjalan dan berdiri tegak 
  • sudah lebih sempurna

Penelitian manusia purba di Indonesia


Eugena Dobois

Beliau adalah yang pertama kali tertarik meneliti manusia purba di Indonesia setelah mendapat kiriman sebuah tengkorak dari B.D Von Reitschoten yang menemukan tengkorak  di Wajak,Tulung Agung.
Fosil itu dinamai Homo Wajakensis, termasuk dalam jenis Homo    Sapien    (manusia    yang    sudah    berpikir    maju) Fosil lain yang  ditemukan adalah :
Pithecanthropus    Erectus    (phitecos    =    kera,    Antropus = Manusia,  Erectus berjalan tegak) ditemukan di daerah Trinil, pinggir Bengawan Solo, dekat Ngawi, tahun 1891. Penemuan ini sangat menggemparkan dunia ilmu pengetahuan.


Gustav Heinrich

Hasil penemuannya adalah : Fosil tengkorak di Ngandong, Blora. Tahun 1936, ditemukan tengkorak anak di Perning, Mojokerto. Tahun 1937 – 1941  ditemukan tengkorak tulang dan  rahang Homo Erectus  dan  Meganthropus  Paleojavanicus  di  Sangiran, Solo. Penemuan lain tentang manusia Purba:

Ditemukan tengkorak, rahang, tulang pinggul dan tulang paha manusia  Meganthropus,  Homo  Erectus  dan  Homo  Sapien  di lokasi Sangiran, Sambung Macan (Sragen),Trinil, Ngandong dan Patiayam (kudus).


Teuku jacob

Setelah Indonesia merdeka, penelitian tentang manusia purba dilanjutkan oleh para ahli dari Indonesia, diantaranya adalah Prof. Dr. Teuku Jacob. Ia mengadakan penelitian di desa Sangiran lagi, di sepanjang Sungai Bengawan Solo. Penelitian ini berhasil menemukan tiga belas fosil. Fosil terakhir ditemukan pada tahun 1973 di desa Sambungmacan, Sragen, Jawa Tengah


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama