1. Latar Belakang Kolonialisme Inggris di Indonesia
Kebangkitan Napoleon Bonaparte di Perancis membawa dunia pada perang besar antara Perancis melawan Inggris. Walaupun pertempuran langsung pasukan Grandee Armee-nya Napoleon Bonaparte melawan kerajaan Inggris, Prusia dan Rusia terjadi di benua Eropa (sehingga perangnya dinamakan Perang Continental), tapi perang besar ini juga melibatkan koloni masing-masing negara. Pertempuran besar yang dicatat sejarah adalah pertempuran di Austerlitz, di laut Trafalgar Spanyol dan pertempuran besar di delta Sungai Nil Mesir.
Sedangkan pertempuran terbesar di luar Eropa akhirnya terjadi di Jawa, tepatnya di Batavia melibatkan 15.000 pasukan Inggris melawan 12.000 serdadu gabungan Belanda, Perancis dan Jawa. Inilah pertempuran besar yang sering dilupakan oleh orang-orang Indonesia, padahal sudah tercatat dalam sejarah versi Perancis (L’ile de Java Sous la Domination Francaise karya Octave JA Collet yang diterbitkan di Brussel, Belgia, tahun 1910) maupun versi Inggris (salah satunya memoar Mayor William Thorn dengan judul The Conquest of Java, diterbitkan di London 1815.
Sejak tahun 1807, Lord Minto, Gubernul Jenderal Belanda di India, memang sudah merencanakan untuk menyerbu dan mengambilalih Jawa dan Nusantara dari kekuasaan Belanda. Inilah yang sudah diantisipasi oleh Daendels dengan menambah jumlah pasukan sampai 10.000 prajurit dan membangun benteng Meester Cornelis di Jatinegara lengkap dengan saluran air sedalam 3 meter dan selebar 4 meter yang membentang di belakang Jalan Matraman sepanjang Jalan Palmeriam (Jakarta Pusat, sekarang) lalu ke arah selatan dekat Jalan Kemuning dekat Stasiun Jatinegara dan Jatinegara Timur. Konon karena dulunya dipenuhi aneka macam meriam, makanya lokasi tersebut dinamai Palmeriam,. Daendels juga mendirikan pabrik senjata di Semarang dan Surabaya serta memperbaiki Jalan Raya Pos Anyer – Panarukan untuk mempercepat mobilitas pasukannya. Sayang persiapan Daendels yang begitu baik ini tidak dilanjutkan oleh penerus Daendels, Gubernur Jenderal Janseens sehingga pertempuran besar ini akan berakhir memalukan.
Ø Perjanjian Tuntang
Inggris menyerbu pulau Jawa pada saat Gubernur Jendral Daendels dipanggil kembali ke Eropa. Penggantinya Gubernur Jendral Jan Willem Jansen tidak mampu menahan serangan Inggris. Pada tanggal 18 September 1811, Jansens terpaksa menyerahkan kepada Inggris. Ia menandatangi Perjanjian Tuntang yang isinya sebagai berikut.
1. Pulau Jawa, Palembang, dan Makasar diserahkan kepada Inggris
2. Semua anggota tentara Belanda ditahan
3. Pemerintah Inggris tidak akan mengakui utang-utang yang dibuat oleh pemerintah Prancis selama masa pemerintahan Daendels
4. Pegawai-pegawai pemerintah yang masih ingin bekerja di bawah pemerintah Inggris boleh tetap memegang jabatannya.
Dengan demikian mulailah zaman baru dalam sejarah kolonial di Indonesia. Oleh pemerintah Inggris, Jawa dijadikan bagian dari jajahannya di Hindia.
2. Sistem Kebijakan Pemerintah Kolonial Inggris di Indonesia
Thomas Stamford Raffles dianggap sebagai Wakil Gubernur (Lieutenant Governor) di Indonesia untuk mewakili raja muda (Viceroy) Lord Minto yang berkedudukan di India. Sebagai penganut paham liberalis, Raffles mengadakan perubahan pemerintahan dan ekonomi. Dalam bidang pemerintahan, ia membagi wilayah Indonesia atas empat wilayah gubernemen (daerah administrasi), yaitu Malaka, Bengkulu, Maluku, dan Jawa yang dibaginya menjadi 18 Karesidenan. Dalam bidang ekonomi, ia melaksanakan kebijaksanaan ekonomi yang didasarkan pada prinsip ekonomi liberal, yakni kebebasan dalam berusaha dan perdagangan. Sehubungan dengan itu, dalam masa pemerintahannya (1811-1916), ia mencoba kebijakan sebagai berikut :
- Menghapus segala penyerahan wajib dan kerja paksa atau rodi. Rakyat diberikan kebebasan untuk menanam tanahnya dengan jenis tanaman yang menguntungkan.
- Mengadakan perubahan sistem pemerintahan yang semula dilakukan oleh penguiasa bumiputra dengan sistem pemerintahan konolial yang bercorak Barat.
- Bupati-bupati atau penguasa-penguasa bumiputra dilepaskan dari kedudukannya dan dijadikan pegawai kolonial yang berada langsung di bawah pemerintah pusat. Dengan demikian, mereka tidak lagi sebagai penguasa daerah, ettapi sebagai pegawai yang harus menjalannkan tugas atas perintah atasannya.
- Thomas Stamford Raffles menganggap pemerintah kolonial adalah pemilik semua tanah yang ada di daerah jajahannya. Oleh karena itu, bagi mereka yang menggarap tanah adalah penyewa tanah pemerintah, sehingga wajib membayar sewa tanah kepada pemerintah. Sewa tanah atau landrent diserahkan sebagai pajak atas pemakaian tanah pemerintah oleh penduduk.
Kebijakan politik Raffles di Indonesia dijalankan berdasarkan asas-asas liberal yang menjunjung tinggi persamaan derajat dan kebebasan manusia. Dijiwai oleh nilai-nilai liberal, Raffles bermaksut mewujudkan kebebasan dan menegakkan hukum dalam pemerintahannya, yaitu berupa.
1. Perwujudan kebebasan dilaksanakan berupa kebebasan menanam, kebebasan berdagang, dan produksi untuk ekspor.
2. Penegakkan hukum diwujudkan berupa perlindungan hukum kepada rakyat agar bebas dari kesewenang-wenangan.
Sesuai dengan kebijakan politiknya tersebut, Raffles menerapkan kebijakan ekonomi seperti yang dijalankan Inggris di India. Hal tersebut karena Indonesia memiliki banyak persamaan, yaitu sama-sama negara agraris. Kebijakan ekonomi yang diterapkan Inggris tersebut disebut dengan Landrent-system, atau sistem pajak tanah. Berikut adalah usaha-usaha Rafffles dalam menjalankan pemerintahan :
Ø Bidang Pemerintahan
1. Membagi Pulau Jawa menjadi 18 karesidenan, antara lain :
(Banten, Batavia, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang, Kedu, Jipang-Grobogan, Jepara, Rembang, Gresik, Surabaya, Pasuruan, Besuki, Banyuwangi, Madura Vorstenlanden Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta yang meliputi Mancanagara Wetan dan Mancanagara Kilen).
2. Mengangkat Bupati menjadi pegawai negeri yang digaji.
3. Mempraktekan sistem yuri dalam pengadilan seperti di Inggris.
4. Melarang adanya perbudakan.
5. Membangun pusat pemerintahan di Istana Bogor.
Ø Bidang Perekonomian dan Keuangan
1. Melaksanakan sistem sewa tanah “Land rente”. Tindakan ini didasarkan pada pendapatan bahwa pemerintah Inggris adalah yang berkuasa atas semua tanah, sehingga penduduk yang menempati tanah wajib membayar pajak.
2. Meneruskan usaha yang pernah dilakukan Belanda misalnya penjualan tanah kepada swasta, serta penanaman kopi.
3. Melakukan penanaman bebas, meilibatkan rakyat ikut serta dalam perdagangan.
4. Memonopoli garam agar tidak dipermainkan dalam perdagangan karena sangat penting bagi rakyat.
5. Menghapus segala penyerahan wajib dan kerja rodi.
Ø Bidang Budaya dan Pendidikan
1. Membangun gedung Harmoni di jalan Majapahit Jakarta untuk Lembaga Ilmu pengetahuan yang berdiri sejak tahun 1778 bernama Bataviaasch Genootschap.
2. Menyusun sejarah Jawa berjudul “Histori of Java“ yang terbit tahun 1817.
3. Memberikan bantuan penelitian John Crawfurd, sehingga berhasil menulis buku History of the East Indian Archipelago.
4. Namanya diabadikan pada nama bunga Bangkai raksasa yang ditemukan seorang ahli Botani bernama Arnold di Bengkulu dan Raffles adalah Gubernur Jenderal di daerah tersebut.
5. Raffles yang menggagas pendirian Kebun Raya Bogor dan membantu botanist Prof. Reindwardt (Belanda) dengan ahli2 dari Inggris untuk menyelesaikannya dan meresmikannya pada tahun 1817. Kebun Raya dan kebun binatang di Singapura yang terkenal itu juga didirikan oleh Raffles.
6. Memprakarsai penemuan warisan budaya dalam bentuk candi seperti Candi Borobudur (1814), Candi Panataran (1815), Candi Prambanan (1815).
Begitu besar perhatiannya pada sastra dan budaya setempat membuat Raffles mendirikan Museum Etnografi Batavia. Raffles pun sebagai administrator pemerintahan di Jawa dan Bengkulu banyak meninggalkan sistem-sistem pemerintahan seperti pembagian karesidenan, sistem pajak.
Ø Bidang Sosial
Raffles membayangkan bahwa apabila para petani memiliki kebebasan untuk merawat tanamannya dan menjual hasilnya secara bebas, maka mereka akan terdorong untuk bekerja lebih giat. Makin giat mereka bekerja, makin besar pula hasil yang akan diperoleh. Dengan kata lain, kegairahan bekerja akan meningkat sesuai dengan harapan akan menikmati hasilnya.
Niat Raffles untuk meningkatikan kehidupan rakyat ternyata tidak berhasil dengan baik. Hal ini disebabkan ekonomi masyarakat desa pada waktu itu belum memungkinan petani untuk memperoleh uang sebagai pengganti hasil bumi. Selain itu, para bupati dan petugas lainnya banyak yang korup. Sekali pun demikian usaha Raffles cukup berarti karena berhasil mengurangi kekuasaan para Bupati. Demikian pula sistem sewa tanah yang walaupun kurang berhasil, tetapi dilanjutkan pula oleh pemerintah Belanda pada masa berikutnya.
Ø Kebijakan Land Rent
Dalam masa pemerintahannya, Raffles mengeluarkan kebijaksanaan ekonomi yang disebut dengan sistem pemungutan pajak tanah atau landrent, yang bertujuan ingin menciptakan suatu sistem ekonomi di Jawa yang bebas dari segala unsur paksaan.
Pokok-pokok kebijakan sistem pajak tanah adalah sebagai berikut:
a. Segala bentuk penyerahan wajib dan kerja paksa dihapuskan dan rakyat diberi kebebasan dalam menentukan jenis tanaman yang akan ditanamnya.
b. Peranan para bupati sebagai pemungut pajak dihapuskan dan sebagai gantinya mereka dijadikan sebagai aparat negara yang bertanggung jawab kepada pemerintah.
c. Pemerintah Inggris adalah pemilik tanah. Setiap petani yang menggarap tanah dianggap sebagai penyewa tanah milik pemerintah. setiap penyewa tanah diwajibkan untuk membayar pajak sebagai uang sewa.
Sistem pajak tanah menemui kegagalan, sebab:
a. Sistem pajak tanah tidak mendapat dukungan dari para bupati.
b. Sebagian besar masyarakat pedesaan belum mengenal sistem ekonomi uang.
c. Adanya kesulitan dalam menentukan jumlah pajak bagi setiap penyewa tanah.
3. Berakhirnya Kekuasaan Pemerintah Colonial Inggris di Indonesia
Kesulitan mulai dihadapi oleh Raffles setelah Lord Minto meninggal dunia pada bulan Juni 1814. Bahkan, meski tidak terbukti, ia dituduh telah melakukan korupsi. Kekuasaan Inggris atas Hindia Belanda semakin lemah setelah negara-negara yang melawan Napoleon membuat perjanjian untuk mendirikan kerajaan Belanda yang baru. Akhirnya, pada tanggal 13 Agustus 1814 Inggris menyetujui bahwa semua harta dan kekuasaannya di Hindia Belanda dikembalikan kepada Belanda. Keputusan ini diperkuat dengan Kongres Wina pada tahun 1815 yang menyebutkan bahwa Inggris harus mengembalikan Jawa dan kekuasaan Hindia Belanda lainnya kepada Belanda sebagai bagian dari persetujuan yang mengakhiri Perang Napoleon. Serah terima kekuasaan dilaksanakan antara Letnan Gubernur John Fendall (Inggris) kepada Tiga Komisaris Belanda (Cornelis Elout, Buijskes, dan van der Capellen) pada bulan Agustus 1816. Berakhirlah masa pemerintahan Raffles di Pulau Jawa. Hindia Belanda kembali dikuasai oleh Belanda.
Raffles kemudian menduduki pos di Bengkulu. Pada tahun 1819 Inggris berhasil memperoleh Singapura dari Sultan Johor. Pada Tahun 1824 Inggris dan Belanda kembali berunding melalui Treaty Of London tahun 1824 yang isinya antara lain menegaskan :
1. Belanda memberikan Malaka kepada Inggris dan sebaliknya Inggris memberikan Bengkulu kepada Belanda.
2. Belanda dapat berkuasa di sebelah selatan garis paralel Singapura sedangkan Inggis di sebelah utara.
Posting Komentar